Sertifikat Ganda Marak, KPK Panggil BPN
Banyaknya aset negara dialihfungsikan ke milik pribadi membuat kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) mendapat sorotan. Salah satu penyebab munculnya alih fungsi ilegal itu adalah adanya sertifikat ganda. Ini menjadi kendala yuridis usaha pengembalian aset negara tersebut.
Banyaknya aset negara dialihfungsikan ke milik pribadi membuat kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN) mendapat sorotan. Salah satu penyebab munculnya alih fungsi ilegal itu adalah adanya sertifikat ganda. Ini menjadi kendala yuridis usaha pengembalian aset negara tersebut.
Saya juga heran, ada tanah (milik negara, Red) yang terbit sertifikatnya, padahal sudah ada, ujar Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan Haryono Umar usai koordinasi tentang aset negara dengan perwakilan enam departemen di gedung KPK, Kuningan, kemarin (6/5). Diungkapkan, pihaknya akan mengundang BPN untuk menjelaskan soal sertifikat ganda. Tak hanya menimbulkan sengketa antara pihak ketiga dan negara, tapi juga antarlembaga negara dalam hal kepemilikan tanah.
Tak hanya menggerogoti kepemilikan aset negara, kejelasan status tanah juga bakal memengaruhi investasi. Bagaimana orang investasi kalau tidak jelas status tanahnya, ujar mantan auditor BPKP tersebut. Karena itu, tambahnya, KPK merasa perlu meminta informasi soal proses sertifikasi maupun cara kerja BPN.
Selain itu, amandemen beberapa aturan yang memberi ruang pengambilalihan aset negara bakal dilakukan. Misalnya, UU No 51 Tahun 1960 yang masih berlaku. UU tersebut hanya memuat sanksi denda Rp 5.000 atau kurungan tiga bulan bagi mereka yang menggunakan aset negara tanpa izin.
Sekjen Departemen Keuangan Mulia P. Nasution mengatakan, prioritas utama pengelolaan aset negara adalah sertifikasi dan menilai kembali agar aset dapat dimiliki secara wajar. Menurut dia, sertifikat merupakan persoalan pelik yang membuat pemerintah harus berurusan ke pengadilan. Sepanjang upaya hukum, pemerintah wajib mengikutinya. Jika telah in kracht, kita harus tunduk, ujarnya soal maraknya sengketa tanah yang melibatkan negara sebagai pihak.
Masing-masing lembaga negara, ujarnya, harus melakukan upaya hukum untuk memperjelas asetnya. Soal aset penyebab hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) disclaimer, ujarnya. Saat ini nilai aset negara mencapai Rp 1.200 triliun. Berapa yang bermasalah? Mulia mengungkapkan, pihaknya baru sampai tahap administrasi.
Sekjen Departemen ESDM Waryono Karno mengungkapkan, persoalan sertifikasi masih jadi kendala. Kami akan koordiansi dengan Kejagung dan BPN dalam rangka sertifikasi, ujarnya. Senada Sekjen Departemen Sosial Maman Supriatman mengungkapkan, pihaknya terkendala sertifikasi, banyak tanah aset Depsos yang belum punya sertifikat.
Misalnya, tanah seluas tujuh hektare di Karanganyar, Jawa Tengah, saat ini dipakai masyarakat. Ada lagi tanah seluas 700 meter persegi di Pulo Gadung, Jakarta Timur, yang dikuasai pihak ketiga, dan tanah seluas 1.900 meter persegi yang dikuasai pihak ketiga. Untuk tanah terakhir, pihak Depsos sedang melakukan upaya hukum di tingkat peninjauan kembali (PK). Kami akan memblokir upaya sertifikasi tanah aset, ujarnya.
Meski telah berhasil menyelesaikan 22 kasus tanah dan rumah, Departemen Agama masih berurusan dengan tanah seluas 10.000 meter persegi di Jalan Gatot Subroto, Jakarta. Penanganan rumit karena kurang data, ujar Irjen Depag M. Suparta.
Isu soal aset negara mencuat setelah KPK menemukan tiga rumah negara golongan I alias tak bisa dialihkan, dijadikan milik oknum Kementerian Kimpraswil (sekarang Departemen Pekerjaan Umum). Salah satunya rumah di Jalan Senopati No 26, Jakarta, yang diambil alih mantan Menteri Kimpraswil Soenarno.
Bagaimana kelanjutan kasus itu? Masih on going, ujar Haryono. Ditambahkannya, ada beberapa kasus besar yang sedang ditangani KPK terkait soal aset BUMN dan pemda. Diungkapkannya, pengusutan hukum terkait soal aset belum berhenti. Yang penting asetnya balik dulu, ujarnya.
Jadi sorotan publik gara-gara kasus aset, Departemen PU pun tak berdiam diri. Menurut Sekjen Departemen PU Widjanarko, pihaknya telah membentuk tim penertiban dan inventarisasi barang milik negara sejak Maret 2008. Juga tim inventarisasi rumah negara golongan I dan II sejak April 2007, tambahnya. (ein/kim)
Sumber: Jawa Pos, 7 Mei 2008