Sepanjang Hari dengan Bagir Manan

Jumat (31/10) adalah hari terakhir Bagir Manan menjabat Ketua Mahkamah Agung. Sepanjang hari itu, Bagir mengagendakan pertemuan dengan wartawan.

Pukul sembilan pagi hingga tiba waktu shalat Jumat, Bagir memberi keterangan pers kepada wartawan media asing di ruang kerjanya. Siangnya, ia menggelar jumpa pers untuk media cetak dan elektronik nasional. ”Saya perlu berpamitan,” ungkap Bagir dengan wajah cerah.

Perihal jumpa pers dengan media asing, Bagir mengatakan dia ingin mengungkapkan apa yang sudah dilakukannya mengingat selama ini banyak lembaga donor dari luar negeri yang bekerja sama dengan MA.

Banyak hal yang diungkapkan Bagir. Mulai dari jumlah perkara yang tersisa (sekitar 8.000 perkara), upaya membangun transparansi peradilan, baik dalam hal perkara maupun keuangan, penggunaan teknologi informasi yang kini sudah menyebar di 250 pengadilan di seluruh Indonesia, hingga sejumlah pembaruan lainnya.

Bagir juga mengemukakan hasil kerja tim pengawasan MA, baik yang dilakukan Badan Pengawas maupun Ketua Muda Pengawasan MA. Disebutkan, bidang pengawasan menjadi prioritas tertinggi MA. Hal ini, jelasnya, dibuktikan dengan banyaknya hakim dan pegawai yang mendapat sanksi sepanjang 2008 (58 orang).

Inti penjelasan Bagir adalah tidak sedikit yang sudah dilakukan MA selama di bawah kepemimpinannya.

Menghabiskan waktu

Delapan tahun Bagir Manan menjadi hakim agung (dilantik sebagai hakim agung pada 26 September 2000). Dari masa tersebut, tujuh setengah tahun ia menjabat Ketua MA. Ia menjadi Ketua MA setelah ditunjuk Presiden Abdurrahman Wahid dan dilantik pada 18 Mei 2001.

Pada akhir masa jabatannya Jumat pekan lalu, ia membolehkan wartawan melihat ruangannya yang kini sudah mulai kosong. Buku dan barang-barangnya sudah dibawa ke Bandung, tempat ia akan menghabiskan waktu.

”Saya ini orang universitas. Meski menjadi hakim agung, nomor induk karyawan (NIK) saya tidak berubah. Saya tetap pegawai Departemen Pendidikan Nasional dan saya ingin pensiun sebagai pegawai Diknas,” ujar Bagir.

Ia ingin kembali ke Universitas Padjadjaran dan kembali mengajar secara penuh. Ia memperkirakan pada awal Desember mendatang ia sudah berada di Bandung.

Kembali ke kampus bukan hal baru untuk Bagir Manan. Sebelumnya ia juga pernah ”balik kandang” ketika berhenti menjabat Direktur Jenderal Perundang-undang Departemen Kehakiman. ”Waktu itu saya mengumpulkan dosen-dosen untuk membahas sebuah buku, kemudian membuat makalah-makalah penting,” ujarnya ketika ditanya apa yang akan dilakukan di kampus.

Mengenai masa depan MA, Bagir menyerahkan sepenuhnya kepada pimpinan baru. ”Setelah saya pergi, saya tak akan mencampuri lagi,” ujarnya.

Meskipun demikian, ia yakin apa yang sudah dirintisnya bersama tim pembaruan MA akan diteruskan. Pasalnya, hal itu sudah menjadi komitmen orang-orang MA.

Kader

Menjelang kepergiannya, Bagir mengaku tidak menyiapkan kader pengganti. ”Saya tidak pernah mencoba melakukan pembicaraan atau pendekatan terhadap hakim agung tertentu. Semua hakim agung punya kesempatan sama. Silakan saja untuk memilih. Saya yakin akan ada yang baik, bahkan lebih baik dari saya,” ungkap Bagir.

Ya, benar sekali, Pak. (SUSANA RITA)

Sumber: Kompas, 3 November 2008

-----------------

Bagir Manan Kembali ke Kampus

PULUHAN jurnalis memenuhi ruang kerja Bagir Manan pada Jumat pekan lalu. Di hari terakhirnya sebagai Ketua Mahkamah Agung, Bagir terlihat santai meladeni pertanyaan para jurnalis. Permintaan bergaya di depan kamera juga tak ditolak.

Bagir mengundang wartawan media cetak dan elektronik dari dalam dan luar negeri. Kepada mereka dia memaparkan hasil kerjanya sebagai Ketua Mahkamah Agung selama 7 tahun. Setelah pensiun, pria kelahiran Bandar Lampung 6 Oktober 1941 ini berniat menghabiskan sisa umurnya di Universitas Padjadjaran, Bandung. "Kembali ke kampus, mengajar," ujarnya.

Selama menakhodai Mahkamah Agung, Bagir merasa berhasil mengurangi tunggakan perkara. Jika pada Maret 2004 sisa perkara yang harus diputus mencapai 20.314. Pada Agustus 2008 tinggal 8.447 perkara.

Meski sukses mengurangi tunggakan perkara, Bagir pernah mendapat tuduhan tak sedap. Awal Oktober 2005, ruang kerjanya digeledah penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia dituduh terlibat kasus suap senilai Rp 5 miliar dari pengusaha Probosutedjo. Bagir menilai tuduhan itu tidak masuk akal. Buktinya, "Mereka tidak bisa membuktikan saya menerima suap," ujarnya.

Masyarakat juga memprotes kebijakan Bagir memperpanjang usia pensiun beberapa hakim agung dan dirinya sendiri. Dia berdalih menandatangani surat keputusan perpanjangan pensiun dari 65 menjadi 67 tahun karena semua hakim agung sepakat masa pensiun mereka diundur.

Ketika ditanya soal penggantinya kelak, Bagir enggan mengeluarkan pernyataan. "Semua hakim agung punya kesempatan yang sama untuk jadi ketua," ujarnya.

Pada akhir acara, beberapa jurnalis meminta nomor telepon genggamnya. "Aduh, saya tidak pernah punya telepon," ujar Bagir sambil tersenyum. Bagir yang mengenakan hem warna putih mengaku gagap teknologi. "Pernah mencet nomor, eh, salah sambung," ujarnya. SUTARTO

Sumber: Koran Tempo, 3 November 2008

 

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan