Semua Anggota DPRD Garut Diduga Bobol Dana APBD
Semua anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut, Jawa Barat, diperkirakan akan jadi tersangka kasus pembobolan dana APBD Pemerintah Daerah Kabupaten Garut tahun anggaran 2001-2003 Rp 6,6 miliar. Kepala Kejaksaan Negeri Garut Winerdy Darwis SH dalam wawancara melalui telepon selulernya dengan Koran Tempo, Senin (24/5) siang mengatakan, saat ini ketua dan tiga orang wakilnya sudah ditetapkan sebagai tersangka pada 30 Oktober 2003.
Mereka adalah Iyos Sumantri, Ketua DPRD dari Fraksi Golkar; Dedi Suryana, Wakil Ketua dari Fraksi PPP; Mukhiyat Suhara, Wakil Ketua DPRD dari fraksi gabungan; dan Ecep Mulyana, Wakil Ketua Fraksi PDI. Sisanya, 41 orang sudah menjadi calon tersangka dan sedang dimintakan izinnya kepada Gubernur Jawa Barat untuk diperiksa. Meski hanya makmum, mereka juga ikut menikmati uangnya kan? kata Winerdy.
Kejaksaan Negeri Garut menunjukkan keseriusannya menjerat pelaku pembobolan uang rakyat itu. Dipimpin Winerdy, tim penyidik melakukan studi banding ke Kejari Padang untuk mengetahui kekuatan tim penyidik Kejari Padang menghimpun keterangan dan alat bukti.
Kejaksaan Negeri Padang meyakinkan majelis hakim dengan argumentasi dakwaan dan tuntutan mereka sehingga majelis hakim Pengadilan Negeri Padang pada 17 Mei 2004 memvonis 43 anggota DPRD Padang dengan hukuman masing-masing dua tahun penjara ditambah denda Rp 100-125 juta.
Dari studi banding itu Kejari Bandung berhasil menemukan beberapa kelemahan penyidikan mereka, di antaranya, tidak terjamahnya pembuktian material soal kewajaran dan kepatutan, kurang lengkapnya alat bukti seperti hasil rapat dan saksi ahli. Rencananya kami akan hadirkan saksi ahli yang memberikan kesaksian di Kejari Padang, yaitu Prof. Dr. Andi Hamzah, guru besar Tindak Pidana Korupsi, kata Winerdy.
Kasus yang dilaporkan ke Kejari oleh Majelis Ulama Indonesia Kabupaten Garut pada September 2003 itu akan dilimpahkan ke pengadilan akhir Juni atau Juli tahun ini. Saksi yang sudah diperiksa lebih dari 10 orang dari eksekutif dan legislatif. Minggu ini Kejari akan memeriksa 10 saksi dari eksekutif. Kemarin, menurut Winerdy, yang diperiksa saksi pelapor dari MUI Kabupaten Garut, H. Abdul Halim, dan dari bagian perencanaan keuangan Pemda Garut, Totong.
Winerdy menjelaskan, tersangka akan dijerat UU Antikorupsi No. 31 Tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP karena dilakukan secara bersama-sama. Mereka disangka telah melakukan pembobolan uang negara melalui pengajuan anggaran Dewan jumlahnya jauh lebih besar lebih besar daripada ketentuan, yakni 1 persen dari APBD Pemda. Anggaran yang diajukan anggota Dewan pada 2001 Rp 1,3 miliar, pada 2002 Rp 2,2 miliar, dan pada 2003 Rp 3,1 miliar. Sementara itu, APBD Garut 2001-2003 hanya Rp 30-35 miliar. Seharusnya dana untuk DPRD hanya berkisar sekitar Rp 300-350 juta. Akibatnya negara dirugikan Rp 6,6 miliar, kata Winerdy.
Menurut keterangan para saksi, Winerdy melanjutkan, kelebihan dana itu, oleh Ketua DPRD dibagikan kepada seluruh anggota Dewan yang jumlahnya 45 orang. Masing-masing anggota Dewan menerima Rp 90-95 juta.
Sementara itu, kasus pembobolan uang negara yang dilakukan anggota DPRD Provinsi Jawa Barat dari dana APBD Jawa Barat Rp 33,375 miliar, yang kini ditangani Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, masih mandek. Kemandekan itu, menurut Kepala Seksi Penerangan dan Hukum Kejati Jawa Barat Dade Ruskanda, akibat lambatnya izin Depdagri untuk memeriksakan saksi-saksi dari anggota Dewan.
Hambatan juga terjadi karena Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Jawa Barat Rocky Koloway yang menangani kasus ini meninggal dunia awal April 2004. Penggantinya, M. Yusuf, masih di Papua dan baru akan aktif di Kejati pada 4 Juni mendatang.
Dari hasil pemeriksaan sementara, menurut Dade, belum ada tersangka baru. Dengan demikian, tersangka kasus pembobolan uang rakyat oleh anggota DPRD Provinsi Jawa Barat tetap tiga orang, yakni Koerdi Mukri, Wakil Ketua DPRD yang berasal dari Fraksi PPP; Suyaman, Wakil Ketua DPRD yang berasal dari Fraksi Golkar; dan Suparno, mantan Wakil Ketua DPRD dari Fraksi TNI/Polri. rinny srihartini
Sumber:Koran Tempo: Selasa, 25 Mei 2004