Selidiki Politik Uang di Munas
Lebih dari Separuh Pemilik Suara adalah Pejabat Negara
Komisi Pemberantasan Korupsi harus menyelidiki politik uang yang terjadi di Musyawarah Nasional Partai Golongan Karya di Pekanbaru, Riau, mengingat banyak peserta Munas merupakan pejabat negara yang tidak boleh menerima gratifikasi.
Yuddy Chrisnandi, yang menjadi salah satu kandidat di Munas Golkar, yang merasa dirugikan dengan praktik transaksional di Munas juga mendorong KPK melakukan pemeriksaan.
”Hampir separuh peserta di Munas itu ketua DPD I dan II adalah penyelenggara negara, gubernur, bupati, wali kota, anggota DPRD maupun DPR,” kata Yuddy dalam konferensi pers di Hotel Labersa, Pekanbaru, Riau, Rabu (7/10), didampingi Indra Piliang dan Renny Jayusman sebagai tim sukses.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 Pasal 12 B mengatur bahwa pegawai negeri sipil atau penyelenggara negara harus melaporkan segala pemberian yang diterima, baik itu uang, rabat, maupun tiket pesawat penginapan, yang melebihi Rp 10 juta kepada KPK paling lambat 30 hari. KPK yang akan menentukan apakah pemberian itu termasuk gratifikasi atau bukan.
Kandidat ketua umum Hutomo Mandala Putra menegaskan tidak mau ikut arus terjebak pada pragmatisme meskipun dari sisi finansial dirinya mampu melakukan hal itu. ”Itu bertentangan dengan nurani saya. Jauh dari rida Tuhan sehingga tidak bisa membawa kebaikan pada partai,” ucapnya.
Aburizal Bakrie, yang juga Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, ketika ditanya soal politik uang hanya menyatakan bahwa setiap pengurus daerah membutuhkan dana untuk pembinaan. Aburizal yakin, uang tidak bisa memengaruhi suara karena pemberian suara dilakukan secara tertutup dan rahasia.
Sugeng Suparwoto sebagai tim sukses Surya Paloh membantah keras adanya politik uang atau jual beli suara di Munas. ”Kita tidak punya kemampuan memberi uang sampai Rp 500 juta,” ujarnya.
Menurut Sugeng, kalaupun ada fasilitas yang diberikan, hal itu diberikan bukan dalam kapasitas sebagai penyelenggara negara, melainkan dalam kapasitas sebagai pimpinan partai politik sehingga tidak bisa dikategorikan sebagai gratifikasi.
Sejumlah fungsionaris merasa prihatin dengan politik uang yang terjadi di Golkar ini. Menurut mereka, hal ini mulai terjadi saat Konvensi Pemilihan Calon Presiden Partai Golkar 2004 dan diikuti juga Munas 2004 di Bali. ”Gara-gara uang, partai jadi rusak. Saya prihatin,” kata seorang anggota DPR dari Partai Golkar yang tidak mau disebut namanya.
Gejala sentralistis
Dalam pernyataan politiknya, Partai Golkar menilai, pascapemilihan umum dan pemilu presiden, terjadi perkembangan politik yang mengarah pada pemusatan kekuasaan (sentralistis) dalam lembaga pemerintahan.
Kendati partai politik tumbuh dengan semarak, diakui gejala tersebut pada akhirnya akan menyebabkan pelemahan demokrasi dan lembaga-lembaga demokrasi yang konstitusional.
Oleh sebab itu, Partai Golkar dengan segala daya upaya akan melakukan revitalisasi dan penguatan kelembagaan partai untuk mendukung konsolidasi kehidupan demokrasi pada masa datang.
Pernyataan politik Partai Golkar itu dibacakan Ketua Komisi C Bidang Pernyataan Politik Hamzah Sangaji saat melaporkan hasil pembahasannya, Rabu sore.
Sidang paripurna yang dipimpin Ketua Sidang Fadel Muhammad menyetujui pernyataan politik itu. ”Dengan ini, Partai Golkar mengajak kekuatan-kekuatan politik nasional untuk membawa bangsa ini menuju sistem politik yang terbuka, demokratis, dan efektif untuk memperjuangkan aspirasi bangsa yang selama ini mengalami fragmentasi,” kata Hamzah.
Bank Century
Pada butir lain, Partai Golkar menyoroti keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No 4 Tahun 2009 tentang Perubahan UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK. ”Partai Golkar dengan tegas menyatakan dukungan politiknya bahwa eksistensi KPK yang kuat dan independen masih relevan dan dibutuhkan bersama-sama dengan Kejaksaan dan Kepolisian Negara RI,” demikian pernyataan itu.
Terkait Bank Century, Partai Golkar mendesak otoritas moneter dan perbankan melakukan pengawasan dengan menegakkan aturan secara efektif dan menerapkan tata kelola pemerintahan yang baik.
Mengingat kasus Bank Century telah mengusik rasa keadilan masyarakat dan berpotensi merugikan negara dalam jumlah sangat besar, Partai Golkar mendesak kasus itu diselesaikan sampai tuntas secara tegas dan konsisten. (SUT/SAH/HAR)
Sumber: Kompas, 8 Oktober 2009