Seleksi Ketua KPK; Presiden Persilakan Jimly Ikuti Seleksi
Ketua Dewan Pertimbangan Presiden Emil Salim mengirimkan surat pemberitahuan terkait pendaftaran Jimly Asshiddiqie sebagai calon Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempersilakan Jimly mencalonkan diri apabila itu menjadi keinginannya dan mengikuti mekanisme dan persyaratan yang ditetapkan oleh undang-undang.
”Ketua Wantimpres berkirim surat kepada Presiden tentang Pak Jimly yang akan mendaftar menjadi pimpinan KPK,” ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Djoko Suyanto seusai rapat di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (14/6).
Meski begitu, Djoko mengakui, seharusnya Jimly mengundurkan diri lebih dulu sebagai anggota Wantimpres sebelum mendaftarkan diri. Namun, pendaftaran Jimly pada saat terakhir pendaftaran, Senin, sebelum mundur dari Wantimpres, tidak akan dipermasalahkan.
Dalam rapat, Senin, menurut Djoko, Presiden juga sempat memantau perkembangan seleksi calon ketua KPK. Namun, Presiden tidak secara detail memantau siapa saja pendaftar calon ketua KPK dan menyerahkan sepenuhnya proses itu kepada panitia seleksi.
Secara terpisah, Jimly mengungkapkan, ia tidak memerlukan izin dari Presiden untuk pencalonan ketua KPK. Namun, Presiden tidak keberatan ia mundur dari Wantimpres jika terpilih sebagai ketua KPK.
Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas, yang mencalonkan diri sebagai ketua KPK, menyatakan, tak ada ketentuan undang-undang yang menentukan calon harus mundur dari jabatannya dalam pencalonan.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar, yang juga Ketua Panitia Seleksi, mengatakan pula, tak ada ketentuan bagi pejabat negara atau pemimpin lembaga negara untuk mengundurkan diri kalau mencalonkan diri sebagai ketua KPK. ”Tetap bekerja seperti biasa asal bisa bagi waktu,” katanya.
Pada hari terakhir pendaftaran calon ketua KPK, Senin, pendaftar membeludak. Selain Jimly dan Busyro, sejumlah tokoh mendaftar. Mereka antara lain advokat Bambang Widjojanto, anggota DPD I Wayan Sudirta, dan Farouk Muhammad (mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian). Sebelumnya ada pula Maria Ulfa Rombot dan Amir Hasan Ketaren dari Komisi Kejaksaan, serta advokat Sugeng Teguh Santosa, OC Kaligis, Dwi Ria Latifa, dan Petrus Selestinus.
Anggota Panitia Seleksi Pimpinan KPK Todung Mulya Lubis mengungkapkan, munculnya tokoh masyarakat itu membuktikan masih adanya harapan untuk menyelamatkan KPK. Pemberantasan korupsi memang berat sehingga perlu pengawalan ketat serta butuh pimpinan yang kuat, berani, dan tepercaya.
Hingga pukul 17.00, Panitia menerima 268 pendaftar, sebagian besar 29,1 persen, adalah advokat. (DAY/ANA/WHY/HAR)
Sumber: Kompas, 15 Juni 2010
------------------------
Jimly Asshiddiqie Daftar Calon Pimpinan KPK, Diminta Mundur dari Wantimpres
Masa pendaftaran calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi ditutup tadi malam pukul 24.00. Dua di antara lima nama yang direkomendasikan Forum Rektor Indonesia, yakni Busyro Muqoddas (ketua Komisi Yudisial) dan Jimly Asshiddiqie (anggota Dewan Pertimbangan Presiden/Wantimpres), akhirnya melamar dan siap berkompetisi dalam bursa calon pimpinan KPK.
Jimly telah mengirimkan surat pemberitahuan pencalonan dirinya kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) melalui Ketua Wantimpres Emil Salim.
''Nanti jawabannya dari presiden. Ya selama itu keinginan yang bersangkutan, silakan mengikuti mekanisme dan persyaratan-persyaratan yang ditetapkan undang-undang,'' kata Menko Polhukam Djoko Suyanto setelah rapat di Kantor Presiden kemarin (14/6).
Sesuai perundang-undangan, kata dia, Jimly seharusnya mengundurkan diri dari anggota Wantimpres sebelum memasukkan berkas lamaran. ''Syaratnya, karena dulu diangkat sebagai (anggota) Wantimpres, seyogianya beliau mengundurkan diri dulu dari Wantimpres, baru mendaftar,'' jelas mantan panglima TNI tersebut.
Menurut Djoko, surat pengunduran diri Jimly secara langsung belum diterima presiden. Presiden menyerahkan seluruh mekanisme penjaringan calon pimpinan KPK kepada pansel. Presiden tidak akan mendukung calon tertentu.
Jimly bersama Busyro memang disebut-sebut sebagai dua calon kuat pimpinan KPK. Jimly mendatangi panitia seleksi (pansel) calon pimpinan KPK di gedung Kemenkum HAM kemarin pukul 13.20 atau tepat pada hari terakhir pendaftaran.
Jimly yang mengenakan jas cokelat tiba lebih dulu. Dia ditemani aktivis LSM Ray Rangkuti serta ekonom Christianto Wibisono. Berkas Jimly langsung diterima pansel karena sudah dinyatakan lengkap.
Saat ditanya alasan mendaftar, Jimly yang awalnya menyatakan masih terikat kontrak dengan Wantimpres mengungkapkan bahwa dirinya hanya memenuhi harapan masyarakat. ''Karena begitu banyak harapan dari masyarakat, saya kemudian mendaftarkan diri,'' ujar mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) tersebut. Jimly menambahkan, Ikatan Sarjana Hukum Indonesia (ISHI) bahkan mendatangi dirinya di kantornya.
Soal restu presiden terkait pencalonannya sebagai pimpinan KPK, dia mengungkapkan secara implisit bahwa presiden telah memberikan sinyal positif. ''Tidak ada komunikasi secara khusus dengan presiden. Tapi, saya hanya melihat sinyal bahwa beliau tidak berkeberatan jika saya mundur dari Wantimpres pada saatnya nanti kalau terpilih,'' ungkapnya. Jimly juga tidak berkeberatan jika memang harus bertugas di KPK hanya setahun, tidak empat tahun.
Selang 30 menit kedatangan Jimly, Busyro tiba di gedung Kemenkum HAM. Dia juga telah melengkapi semua persyaratan pendaftaran. Berbeda dari Jimly, Busyro menuturkan, dirinya mendaftar karena merasa terpanggil. ''Sebab, korupsi semakin sistemik dan sangat masif. Korupsi itu menyengsarakan rakyat dan merontokkan wibawa negara. Karena itu, saya terpanggil,'' tegasnya.
Soal jabatan di KY, dia mengungkapkan masa jabatannya itu segera berakhir pada Oktober 2010. Jika terpilih sebagai pimpinan KPK, dia berjanji mengundurkan diri. Seperti Jimly, Busyro tidak mempermasalahkan masa jabatan yang masih simpang siur. ''Saya percayakan sepenuhnya kepada pemerintah dan DPR,'' imbuhnya.
Merespons pendaftaran Jimly dan Busyro, Menkum HAM sekaligus Ketua Pansel Patrialis Akbar merasa senang. ''Yang selama ini ngumpet akhirnya daftar juga,'' katanya di sela pendaftaran calon pimpinan KPK. Dia membantah memihak pendaftar tertentu. Dia menegaskan bahwa semua pendaftar memiliki kualitas bagus.
Meski begitu, ada sejumlah pihak yang merasa didiskriminasi atas kehadiran Jimly dan Busyro. Salah satunya diutarakan mantan penyidik Ditjen Bea Cukai Kemenkeu Madju Darianto. Dia berharap Patrialis tidak memberikan perlakuan berbeda kepada Jimly dan Busyro. ''Kami (sesama kandidat) berharap hal tersebut tidak menjadi perlakuan VIP di proses selanjutnya,'' ujarnya.
Selain Jimly dan Busyro, terdapat sejumlah tokoh masyarakat yang ikut meramaikan bursa calon pimpinan KPK pada hari terakhir pendaftaran. Di antaranya, Bambang Widjojanto (advokat Bibit-Chandra), mantan Mensesneg Bondan Gunawan, Ketua Komisi I DPD Farouk Muhammad, anggota DPD I Wayan Sudhirta, serta mantan anggota DPR Djoko Edi Abdurrahman.
Wayan yang didampingi sejumlah koleganya sesama anggota DPD mendatangi pansel pukul 14.15. Kolega Wayan itu adalah Dani Anwar (anggota DPD dari DKI), Paulus Yohanes Sumino (Papua), Tellie Gozalie (Bangka-Belitung), Denty Ekawidi Pratiwi (Jateng), dan Nurmawati Dewi Bantilan (Sultra). ''Apa pun hasilnya, semua harus legawa. Percayakan pada pansel dan DPR,'' tegas Wayan kemarin (14/6).
Dia menyatakan tidak risau atas turut mendaftarnya Jimly dan Busyro. Dua tokoh itu memang berpotensi menjadi kandidat kuat. ''Semakin banyak yang melamar semakin bagus. Hasil proses seleksi ini bukan soal siapa yang menjadi ketua KPK. Tapi, muaranya adalah korupsi bisa diberantas,'' ujar ketua Kaukus Antikorupsi DPD tersebut.
Wayan mengaku mulai termotivasi setelah ada dukungan kepada dirinya. Awalnya, Ketua MK Mahfud M.D. mendorong Wayan dan Busyro agar mendaftar. Selanjutnya, Ketua DPD Irman Gusman juga mendukung Wayan. Para koleganya sesama penghuni kamar senator di Senayan ternyata juga menggalang tanda tangan dukungan. Promotornya adalah Dani Anwara. Sampai kemarin, terkumpul 77 tanda tangan.
Sementara itu, Djoko Edi Abdurrahman juga terlihat mendatangi pansel. Selain mendaftar sendiri, dia didaftarkan oleh Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia (Ismahi). ''Saya siap menjadi anjing penjaga keuangan negara. KPK juga harus diselamatkan dari manajemen yang bocor. Saya ahli manajemen ekonomi, IT, dan hukum,'' ungkap Djoko.
Menurut dia, untuk memberantas korupsi, memang dibutuhkan orang yang mencintai bangsa ini lebih daripada mencintai diri sendiri. Bagi dia, tidak masalah jika akhirnya nanti dirinya masuk penjara hanya karena memberantas korupsi. Djoko menegaskan, jika nanti terpilih, kasus Century harus diusut tuntas. Hukuman mati terhadap koruptor harus diberlakukan. ''Jika tidak, Indonesia akan stagnan dalam pemberantasan korupsi,'' ujarnya.
Hingga sekitar pukul 16.00, total pendaftar yang telah melengkapi berkas mencapai 268 orang. Rinciannya, advokat (78 orang), PNS atau pensiunan PNS (61 orang), TNI-Polri (22 orang), akademisi (23 orang), swasta (72 orang), jaksa atau pensiunan jaksa (9 orang), serta hakim atau pensiunan hakim (3 orang). Di antara jumlah total tersebut, terdapat 249 pendaftar laki-laki dan sisanya pendaftar wanita (19 orang).
Menanggapi banyaknya pendaftar, pansel pimpinan KPK pun memilih memperpanjang waktu pendaftaran hingga pukul 24.00. Pansel juga memberikan kelonggaran kepada pendaftar yang persyaratannya belum lengkap agar melengkapi hari ini, 15 Juni, pukul 08.00.
Di tempat terpisah, Wakil Ketua DPR Pramono Anung mendukung pencalonan Jimly dan Busyro. Dia menyatakan, track record keduanya tidak diragukan lagi. Salah satu di antara dua orang itu berpotensi menjadikan KPK lebih kuat daripada sebelumnya. ''Keduanya bagus, tidak perlu diragukan lagi,'' ungkap Pram di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (14/6).
Hanya, yang patut disayangkan adalah masa kerja keduanya. Menurut Pram, dengan kualitas seperti Jimly dan Busyro, tidak cukup jika mereka hanya berstatus sebagai pengganti. ''Ini jadi terlalu buang energi karena jabatannya hanya setahun,'' kata Pram.
Seharusnya, keduanya menunggu setahun lagi, saat pemilihan pansel KPK dalam waktu normal dilaksanakan. Hal itu lebih efektif karena keduanya bisa bekerja sama dalam memperbaiki kinerja KPK. ''Saat ini, beban politiknya terlalu besar, sehingga tidak efektif karena waktunya pendek,'' jelasnya. (sof/ken/pri/bay/c5/agm)
Sumber: Jawa Pos, 15 Juni 2010