Seleksi Hakim Agung; Dewan Prioritaskan Hakim Karier

Ketua Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat Trimedya Panjaitan mengatakan Komisi akan memprioritaskan calon hakim agung dari hakim karier. "Hakim karier punya pengalaman dalam penanganan kasus, dia sudah ngelotok dan menjiwai menjadi hakim," kata Trimedya di sela-sela acara uji kelayakan dan kepatutan calon hakim agung hari kedua di gedung MPR/DPR kemarin.

Komisi Hukum DPR tengah melakukan uji kepatutan dan kelayakan yang diikuti oleh 18 hakim, terdiri atas 12 hakim karier dan 6 hakim nonkarier. Komisi akan memilih enam hakim sebagai hakim agung.

Trimedya mengatakan tetap membuka kemungkinan terpilihnya hakim nonkarier. Namun, kata dia, hakim nonkarier membutuhkan waktu yang lebih lama untuk belajar menjadi hakim. "Posisi hakim agung menjadi impian karier bagi hakim karier," kata politikus PDI Perjuangan ini.

Trimedya menambahkan, perlu adanya kuota tertentu dalam sistem kamar-kamar. Ini berupa pembagian dalam hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, hakim Pengadilan Agama, dan hakim pengadilan umum. "Hal itu untuk menghindari penumpukan kasus di Mahkamah Agung," katanya.

Komisi, kata dia, akan memikirkan ihwal para calon itu untuk mengisi pengadilan umum. "Kami akan memberikan jatah yang lebih banyak mengisi pengadilan umum," katanya. Hal itu didasari kebutuhan dan penyelesaian di pengadilan umum lebih besar.

Trimedya mengakui, hakim karier yang mengikuti uji ini lebih banyak dari pengadilan umum. "Hanya empat dari Tata Usaha Negara, hakim agama mungkin bisa diwakili dari nonkarier," katanya. Namun, kata dia, Komisi tetap akan memperhatikan umur, kapasitas, dan integritas. "Hal itu tetap diperhatikan," katanya.

Beberapa poin itu, kata dia, diharapkan bisa membenahi Mahkamah Agung. Dia mengakui MA belum optimal menjadi lembaga yudikatif. "Namun, itu dimaklumi karena pembenahan di Mahkamah baru dimulai sejak tiga tahun yang lalu," katanya.

Dalam uji tersebut, Komisi lebih banyak menyoroti penumpukan perkara. Anggota Komisi Hukum DPR dari Fraksi Partai Bintang Reformasi, Nursyamsi Nurlan, mengatakan banyaknya penumpukan kasus di Mahkamah perlu diatasi. EKO ARI WIBOWO

Sumber: Koran Tempo, 15 Oktober 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan