Sehari KPK Tahan 8 Orang; KPK Harus Fokus pada Kasus-kasus Strategis

Sepanjang Jumat (17/10), Komisi Pemberantasan Korupsi menahan delapan tersangka korupsi. Ini merupakan jumlah penahanan terbesar dalam satu hari yang dilakukan komisi itu sejak berdiri pada tahun 2003.

Dari delapan tersangka yang ditahan itu, dua di antaranya berasal dari kasus dugaan korupsi berupa pengenaan tarif ganda di Kantor Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kinabalu, Malaysia, pada tahun 2001-2003.

Mereka adalah mantan Kepala Subbidang Imigrasi pada Kantor Penghubung KJRI Kota Kinabalu di Kuching, Irsyafli Rasoel, dan Makdum Tahir, mantan Kepala Subbidang Imigrasi pada Kantor Penghubung KJRI Kota Kinabalu di Tawau.

Dari sembilan tersangka dalam kasus ini, sudah tujuh orang yang ditahan. Tersangka yang belum ditahan adalah mantan Kepala Bidang Konekpensosbud KJRI Kota Kinabalu Radite Edyatmo dan Kurniawan Roebadi.

Enam tersangka lain yang kemarin ditahan terkait kasus pengadaan barang di Balai Latihan Kerja Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) pada 2004-2005.

Mereka adalah mantan Sekretaris Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Dalam Negeri Depnakertrans Bachrun Effendi dan lima rekanan dalam proyek yang diduga merugikan negara Rp 13,6 miliar ini.

Kelima rekanan itu adalah Mulyono Subroto (Direktur PT Mulindo Agung Trikarsa), Erry Fuad, Ines Wulanari S (Direktur PT Gita Vidya Hutama), Vaylana Dharmawan (Direktur PT Suryantara Purna Wibawa), dan Karnawi (Direktur PT Panton Pauh Putra).

Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, kedelapan tersangka itu dijerat dengan Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang diperbarui dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Patut dihargai

Pengajar hukum tata negara Universitas Andalas, Padang, Saldi Isra, menyatakan, langkah KPK itu patut dihargai. Namun, energi KPK ke depan sebaiknya difokuskan pada pengungkapan kasus-kasus yang lebih memiliki makna strategis dalam pemberantasan korupsi.

Misalnya, kasus aliran dana dari Bank Indonesia dan Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia sebesar Rp 100 miliar, yang antara lain ke sejumlah anggota DPR periode 1999-2004 dan kejaksaan, serta dugaan penyuapan yang dilaporkan anggota DPR, Agus Condro Prayitno.

Untuk ke depan, kasus seperti yang terjadi di Depnakertrans atau kantor imigrasi itu dapat diserahkan ke kejaksaan. KPK baru turun tangan jika ada indikasi penyimpangan dalam pengusutannya. Selebihnya, energi KPK difokuskan pada kasus-kasus yang lebih strategis,” papar Saldi. (NWO)

Sumber: Kompas, 18 Oktober 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan