SBY Bentuk Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum Bibit-Chandra

Teten Tolak Gabung, Pilih Pimpin Demo

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya merealisasikan usul tokoh-tokoh masyarakat yang dipanggil ke Wisma Negara, Senin malam.

Kemarin (2/11), SBY membentuk Tim Independen Verifikasi Fakta dan Proses Hukum kasus pimpinan nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah.

Tiga di antara empat tokoh yang dipanggil ke Wisma Negara direkrut menjadi anggota tim independen yang diketuai Adnan Buyung Nasution, anggota Wantimpres. Hanya Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki yang menolak bergabung dalam tim tersebut.

Ketua Tim Independen Adnan Buyung Nasution menuturkan, Teten sebenarnya telah diminta SBY menjadi anggota tim itu. Namun, berdasar informasi yang diterima Buyung, Teten menolak masuk tim tersebut. ''Beliau (Teten Masduki) tidak bersedia masuk tim. Bersedia membantu, tapi tak bersedia masuk tim,'' katanya di Kantor Presiden kemarin.

Ketika anggota tim independen bertemu SBY di Kantor Presiden kemarin, Teten justru turun ke jalan memimpin unjuk rasa menentang kriminalisasi KPK di Bundaran Hotel Indonesia.

Ketika dihubungi, Teten membenarkan dirinya menolak tawaran menjadi anggota. Sebab, dia menilai pendekatan pemerintah untuk menyelesaikan kasus tersebut tidak tepat.

''SBY harus mengoreksi sumber kekisruhan proses hukum dua pimpinan KPK yang dinilai banyak kejanggalan. Saya kira SBY paham, yang harus dilakukan adalah mengoreksi kepolisian,'' ujarnya.

Dia menegaskan, aksi turun ke jalan tersebut dilakukan karena pemerintah terus berupaya menganggap kasus yang membelit KPK sekadar persoalan kriminal yang dilakukan Bibit dan Chandra, bukan upaya sistematis mematikan KPK. ''Masyarakat melihat apa yang terjadi. Hampir semua merasa marah,'' tegasnya.

Teten menyatakan aksi kemarin sekadar pemanasan. Bila pemerintah tidak segera mengambil sikap yang tepat, dia yakin unjuk rasa segera berkembang menjadi lebih kuat dan masif. ''Ini embrio people power, cara masyarakat mengontrol pemerintahan yang dipilih langsung oleh rakyat,'' ungkapnya.

Pengamat kepolisian Bambang Widodo Umar menilai, pembentukan tim pencari fakta tersebut hanya merupakan upaya meredam emosi masyarakat semata, bukan untuk meneliti lebih jauh ada apa di balik penahanan Bibit dan Chandra.

Terlebih, kata dia, yang ditekankan tim pencari fakta tersebut hanya untuk menguji due process of law. ''Kalau soal meneliti itu, tentu polisi sudah siap semua,'' ujar dosen Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tersebut.

Persoalannya, bagaimana bila tim pencari fakta menyimpulkan bahwa proses yang dilakukan polisi telah sesuai? ''Saya yakin, ke depan bila tugas tim pencari fakta tidak lebih luas, akan ada gerakan sosial yang lebih besar,'' terangnya.

Bambang berpendapat, tim itu harus diberi kekuasaan yang lebih besar. Sebab, kasus Bibit dan Chandra tersebut bisa menjadi momentum reformasi bagi kinerja polisi dan kejaksaan. ''Jangan sia-siakan kondisi ini,'' tegasnya.

Kuasa hukum Chandra dan Bibit, Bambang Widjojanto, juga mengkritik pembentukan tim tersebut. Dia menilai metode kerja tim tersebut masih kabur hingga kini. ''Tapi, kami mengapresiasi tim itu,'' ungkapnya.

Mantan aktivis Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) tersebut menambahkan, dirinya juga menyampaikan kepada dua kliennya tersebut soal pembentukan tim pencari fakta itu. ''Pak Bibit dan Pak Chandra berharap pembentukan tim tersebut bisa menjadi pintu reformasi bagi kepolisian dan kejaksaan,'' katanya.

Nama-nama anggota tim independen itu disampaikan Menko Polhukam Djoko Suyanto di Kantor Presiden kemarin. Tim tersebut diberi waktu dua pekan untuk mengumpulkan serta memverifikasi fakta hukum terkait kasus yang diduga berkaitan dengan kriminalisasi KPK.

Setelah pertemuan, Djoko kembali menegaskan bahwa tindakan hukum terhadap Bibit dan Chandra tidak bertujuan mengerdilkan KPK. Dia juga meminta agar masyarakat memisahkan kasus hukum yang dilakukan personal pimpinan KPK dengan lembaga KPK.

''KPK akan tetap ada dan tidak akan dibubarkan. Tolong dibedakan kasus kriminal dua pimpinan KPK nonaktif dan eksistensi KPK,'' tegasnya.

''Sesuai namanya, mulai besok kami melakukan verifikasi, bahasanya mengecek semua fakta hukum dan proses hukum yang sedang berjalan sejak awal kasus hingga saat ini,'' ujar Ketua Tim Independen Adnan Buyung Nasution menimpali.

Dia menuturkan, tim diberi kewenangan untuk meminta keterangan dan fakta-fakta hukum terkait kasus Chandra dan Bibit dari lembaga-lembaga pemerintah terkait. Di antaranya, Polri, Kejaksaan Agung, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Bank Indonesia, serta KPK. ''Karena itu, kami minta Polri kooperatif melakukan gelar perkara yang akan menjadi salah satu sumber informasi,'' kata advokat senior tersebut.

Guru besar fakultas hokum UI yang juga anggota tim independent SBY, Hikmahanto menambahkan, tim tersebut memverifikasi apakah polisi tidak menjalankan tugas dan proses hukum dengan baik dalam menangani kasus Bibit dan Chandra. ''Apakah proses hukum oleh Polri sudah sesuai fakta? Apakah pasal-pasal yang digunakan sudah tepat? Intinya, tim itu mencari fakta dan bukti-bukti hukum kasus ini,'' jelasnya.

Meski demikian, dia menuturkan, tim tidak akan melihat apakah proses hukum oleh polisi salah atau benar dan apakah bukti yang dimiliki polisi sudah cukup kuat, sehingga kasus tersebut bisa masuk ke proses berikutnya. ''Kalau kami masuk ke pembuktian, nanti bisa saja polisi berpikir ulang, sehingga kasusnya tak perlu diteruskan. Kami akan bekerja berdasar fakta dan bukti,'' katanya.

Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan mengungkapkan, kepada presiden, mereka mengharapkan Polri transparan dalam mengusut kasus Bibit dan Chandra. ''Kami juga mengharapkan kasus hukum Bibit dan Chandra tidak membuat penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh KPK melemah,'' tuturnya.

Tim juga akan menerima masukan dari masyarakat dan mencarikan solusi. Selama dua pekan, tim independen akan bekerja keras untuk mengumpulkan dan memverifikasi fakta hukum terkait kasus tersebut. ''Tim ini bekerja bukan untuk kepentingan presiden, bukan untuk kepentingan Bibit dan Chandra, tapi untuk kelangsungan kehidupan berbangsa dan negara,'' tegas Buyung.

Pada hari pertama bekerja, tim akan mengirimkan wakil untuk menghadiri sidang uji materiil UU KPK di Mahkamah Konstitusi. Agendanya, memperdengarkan rekaman hasil penyadapan KPK yang diduga membicarakan rekayasa kasus hukum terhadap Bibit dan Chandra.

Setelah sidang, tim akan langsung membahasnya di kantor Menko Polhukam. Hasil pekerjaan tim akan langsung diserahkan kepada presiden. Namun, tim tidak menutup kemungkinan perkembangan tugasnya dikomunikasikan kepada masyarakat.

Buyung berharap pembentukan tim independen bisa kembali mengarahkan kasus itu ke ranah hukum, setelah presiden menilai kasus hukum Bibit dan Chandra sudah dipolitisasi lawan-lawan politiknya.

''Marilah kita sama-sama menurunkan suhu. Respons presiden sudah begitu cepat. Tadi malam ada usul, hari ini sudah diputuskan dibentuk tim. Mohon masyarakat sabar. Beri kami kesempatan bekerja,'' katanya.

Hikmahanto menuturkan, dalam pertemuan di Wisma Negara pada Senin malam, SBY mengungkapkan secara pribadi menghendaki Bibit dan Chandra tidak buru-buru ditahan. ''Namun, presiden tidak bisa ikut campur karena soal penahanan adalah urusan Polri dan permohonan penangguhan penahanan bisa diajukan oleh pengacara,'' jelasnya.

Dia menilai, kasus tersebut menjadi perhatian publik karena Bibit dan Chandra digambarkan sebagai orang yang teraniaya ketika berhadapan dengan kekuasaan. Dia berharap reaksi keras dari masyarakat diupayakan tidak menghilangkan kepercayaan publik kepada Polri. ''Kita harus melokalisasi permasalahan agar tidak melebar ke mana-mana,'' ucapnya.

Di bagian lain, penyidikan terhadap Bibit dan Chandra tidak berhenti, meski ada tim independen bentukan presiden. Walaupun tidak mau mengomentari pembentukan tim independen, jaksa agung menyatakan bahwa penelitian berkas perkara Bibit-Chandra tetap berjalan.

''Sekarang jaksa masih mempelajari, apakah petunjuknya (P-19) dipenuhi atau tidak,'' ujar Jaksa Agung Hendarman Supandji sebelum meninggalkan kantornya kemarin petang.

Dia meminta agar jaksa peneliti segera menyikapi penelitian berkas perkara tersebut. Jika dinyatakan lengkap, bisa ditindaklanjuti dengan pelimpahan tahap kedua, yakni barang bukti dan tersangka. ''Atau, nanti dikembalikan lagi ke penyidik,'' terang mantan ketua Timtastipikor tersebut.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus) Marwan Effendy menambahkan, penyidikan akan berhenti, salah satunya, jika ada proses praperadilan. Dia juga menuturkan bahwa tim independen itu tidak berfungsi sebagai penyidik. ''Tim bukan penyidik. Kalau proses hukum, jalan terus,'' tegasnya. (noe/git/fal/iro)

Sumber: Jawa Pos, 3 November 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan