Satgas Usutlah Eksekutif
Seharusnya Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum memfokuskan diri untuk mengusut kasus di pemerintahan. Dalam dugaan kasus mafia pajak yang melibatkan mantan pegawai pajak, Gayus HP Tambunan, kerja Satgas seharusnya diarahkan ke Kementerian Keuangan, terutama Direktorat Jenderal Pajak.
Peringatan itu dikatakan Guru Besar Hukum Administrasi Negara dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, Topane Gayus Lumbuun, Minggu (23/1) di Jakarta. Kerja Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum sebaiknya difokuskan ke jajaran pemerintah karena secara hukum mereka tak memiliki kewenangan peradilan (projustisia). Penegak hukum, seperti polisi, jaksa, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memiliki kewenangan hukum, bisa bergerak ke mana saja.
Konsentrasi kerja Satgas pada pemerintah juga dibutuhkan karena mafia pajak tak akan terjadi jika tak dimainkan di pusat kekuasaan, seperti di Ditjen Pajak. ”Praktik mafia pajak adalah perbuatan oknum Ditjen Pajak yang mempunyai kekuasaan bersama dengan perusahaan,” kata Gayus Lumbuun, yang juga anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (F-PDIP).
Gayus Lumbuun menduga, kasus dugaan mafia pajak berlangsung lama dan tak dilakukan perseorangan. Keuangan negara jelas menjadi korban langsung dari kejahatan itu. Perusahaan wajib pajak berpotensi menjadi korban karena bisa saja mereka dipaksa oleh penguasa pajak. Sekalipun ada pula perusahaan yang nakal, yang memang menjadi bagian dari kejahatan pajak.
”Oleh karena itu, Satgas lebih tepat dan harus berani mengusut internal eksekutif,” ingat Gayus Lumbuun lagi.
Namun, kata Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Saan Mustopa, pemerintah berkomitmen menuntaskan kasus mafia pajak. ”Lebih baik kasus itu dituntaskan daripada terus menjadi beban. Jika kasus ini tidak selesai, institusi penegak hukum akan makin terpuruk,” katanya.
Keberadaan Satgas, kata Saan, tetap dibutuhkan untuk mempercepat penuntasan kasus mafia hukum. Ini karena kasus itu diduga melibatkan institusi penegak hukum. ”KPK hanya mengurus korupsi, sedangkan yang sekarang dihadapi adalah mafia hukum,” tutur Saan.
Secara terpisah, Ketua Badan Pengurus Setara Institute for Democracy and Peace Hendardi di Jakarta meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono segera membubarkan Satgas. Dari kasus Gayus, semakin jelas Satgas justru mengacaukan pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia.
Apabila kinerja Polri atau Kejaksaan Agung tak sesuai harapan, menurut Hendardi, Presiden dapat mencopot Kepala Polri atau Jaksa Agung kapan saja dan bukan justru membentuk Satgas yang secara hukum tak memiliki kewenangan.
Sosiolog dan Staf Ahli Kepala Polri Kastorius Sinaga juga berpendapat, Satgas hanyalah untuk mendorong percepatan penuntasan kasus hukum. Oleh karena itu, seharusnya Satgas hanya menjalankan fungsi koordinasi dengan penegak hukum, bukan masuk terlalu dalam menangani kasus yang sudah ditangani polisi.
Jangan percaya
Secara terpisah, Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional (PAN) Bara Hasibuan menilai, pengakuan Gayus Tambunan dimanfaatkan kelompok politik tertentu untuk melakukan serangan terhadap pemberantasan korupsi dan mafia hukum. Pihak yang memanfaatkan sensasi Gayus Tambunan itu jelas membahayakan perang melawan mafia hukum dan mafia pajak.
”Kita sudah menyaksikan secara telanjang berbagai pelecehan hukum yang dilakukan Gayus Tambunan, seperti meninggalkan penjara dengan menyuap petugas dan membuat identitas palsu. Ditambah dengan kesaksiannya yang tidak konsisten di pengadilan, masihkah pernyataan Gayus dipercaya begitu saja?” ungkap Bara. Ia juga tak memahami bagaimana keterangan Gayus dijadikan rujukan. (nwo/tra)
Sumber: Kompas, 24 Januari 2011