Saatnya Kejaksaan-Polisi Perbaiki Diri
Masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono 2009-2014 merupakan saat bagi institusi kejaksaan dan kepolisian untuk berproses, memperbaiki diri menjadi institusi yang tidak antikritik, netral, dan tidak represif.
Pengajar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Eddy OS Hiariej, menyampaikan pendapatnya itu kepada Kompas, Sabtu (17/10). Salah satu langkah awal adalah menunjuk Jaksa Agung yang berasal dari luar partai politik dengan integritas yang menjanjikan sehingga tidak sarat kepentingan pihak luar. ”Pada pemerintahan Presiden Yudhoyono nanti, perbaikan kedua institusi ini bisa dilakukan,” kata Eddy.
Menilik kasus kriminalisasi terhadap aktivis ataupun masyarakat yang kritis terhadap institusi penegak hukum, Eddy mengatakan, jangan sampai institusi penegak hukum justru menjadi lembaga represif. Saat ini bukanlah masa kolonial yang menggunakan hukum untuk membatasi kebebasan berbicara. ”Jangan kembali ke masa Orde Baru yang menggunakan instrumen hukum represif untuk melawan para pengkritiknya,” ujar Eddy.
Kepolisian dan kejaksaan nantinya diharapkan tak resisten lagi terhadap kritik. Selain itu, jangan ada semangat melindungi korps. ”Apabila ada anggota korps yang memang berbuat pidana, usut sampai tuntas,” kata Eddy.
Beberapa waktu terakhir, masyarakat disuguhi rivalitas antara kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Polisi bahkan menetapkan pimpinan KPK sebagai tersangka. Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah menjadi tersangka penyalahgunaan wewenang dalam pencegahan dan pencabutan pencegahan ke luar negeri. Antasari menjadi tersangka (kini terdakwa) pembunuhan berencana Nasrudin Zulkarnaen.
Kejaksaan Agung pada Januari 2009 melaporkan dua aktivis Indonesia Corruption Watch (bukan International Coroption Word seperti yang dituliskan polisi dalam surat panggilan pemeriksaan), Emerson Yuntho dan Illian Deta Artha Sari, atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik. Kepolisian menindaklanjuti laporan itu dengan menetapkan Emerson dan Illian sebagai tersangka, sembilan bulan kemudian.
Sabtu siang, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Achmad Mubarok, yang ditanya wartawan soal pilihan Presiden Yudhoyono untuk posisi Jaksa Agung pada kabinet mendatang, menjawab, ”Posisi itu harus diisi orang yang profesional.”
Namun, Mubarok mengaku belum mengetahui, apakah nantinya posisi Jaksa Agung dijabat jaksa karier atau dari luar kejaksaan, termasuk apakah Jaksa Agung tetap dijabat Hendarman Supandji atau diganti orang lain. ”Kita lihat nanti. Saat ini tidak ada info akurat,” kata Mubarok. (idr)
Sumber: Kompas, 19 Oktober 2009