RUU Rahasia Negara Pancing Kecurigaan
DRAF Rancangan Undang-Undang (RUU) Rahasia Negara mengandung multiancaman yang dapat mengembalikan Indonesia ke era kegelapan seperti saat rezim Orde Baru. Selain memasung demokrasi dan kebebasan pers, RUU tersebut juga menghalangi penegakan hak asasi manusia (HAM), tranparansi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, serta berpotensi memidanakan semua pihak yang dianggap melanggar membocorkan kerahasian negara.
Demikian pernyataan sejumlah elemen yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Menolak Rezim Kerahasian bersama Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) yang menolak percepatan legislasi RUU Rahasia Negara, di Jakarta kemarin (19/5). Mereka kembali mendesak pemerintah dan DPR untuk menunda pembahasan legislasi RUU Rahasia Negara.
"Kenyataan politik menunjukan jika proses pembahasan RUU Rahasia Negara masih berjalan di DPR, meski subtansinya amat berbahaya bagi demokrasi," kata Deputi Direktur Yayasan Sains Estetika dan Teknologi (SET) Agus Sudibyo.
Ia membantah dalih mengajukan RUU itu karena tidak adanya regulasi yang mengatur sistem kerahasiaan negara. "Itu sudah diatur dalam 10 pasal di KUHP, dan diatur dalam UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP)," katanya. Masalah sistem kerahasian negara terkait dua hal yakni mengantisipasi kebocoran rahasia negara oleh pihak asing dan klaim kerahasian negara yang dinyatakan pejabat publik yang membohongi publik.
Jika klaim rahasia negara justru menjadi tameng pejabat tidak memberikan informasi penting kepada publik, khususnya pada pers. "Problem terkait kebohongan kepada publik itu lebih besar bila RUU itu disahkan. Masyarakat tidak lagi bisa meminta informasi soal APBD, kebijakan, rencana proyek, kunjungan pejabat, belanja rutin, maupun aktivitas internal pejabat, dan sidang DPRD, hanya karena diklaim sebagai rahasia negara," katanya.[by : M. Yamin Panca Setia]
Sumber: Jurnal Nasional, 20 Mei 2009