RUU Rahasia Negara; Jangan Mengkriminalisasi Masyarakat
Keberadaan aturan tentang rahasia negara diperlukan untuk menghilangkan ketidakpastian dan ketidakjelasan aturan terkait soal rahasia negara tersebut. Selain itu juga untuk menghindari adanya rezim pemerintahan atau negara yang serba misterius (arcana imperii).
Demikian dikemukakan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Masyarakat Sipil Global Universitas Indonesia (Pacivis UI) Andi Widjojanto, Rabu (12/8). ”Namun, perlu dipastikan dulu aturan yang dibuat, tidak malah mengkriminalisasi masyarakat, serta benar-benar menjamin kepastian adanya pengamanan rahasia negara,” katanya saat berbicara dalam diskusi ”Rahasia Negara dan Kepentingan Bangsa” yang digelar Jaringan Aktivis Prodemokrasi di Jakarta. Turut hadir sebagai pembicara Ketua Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Theo L Sambuaga.
”Oleh karena tidak ada aturan yang jelas soal rahasia negara, apa yang dilakukan seorang kepala intelijen atau Pangkopkamtib di masa pemerintahan mantan Presiden Soeharto dulu sama dengan yang dilakukan Kepala BIN saat ini,” ujar Andi.
Selain itu, presiden saat ini juga bisa dengan serta-merta menetapkan semua dokumen negara berkategori rahasia negara yang tidak boleh diketahui publik lantaran aturan yang tegas tentang bagaimana sebuah informasi ditetapkan menjadi rahasia negara juga tidak ada.
Dalam kesempatan yang sama, Theo menegaskan, pembahasan RUU tersebut akan dilakukan di tingkat panitia kerja. RUU Rahasia Negara tidak bisa lagi atau begitu saja dihentikan mengingat prosesnya sudah berjalan sejak satu tahun terakhir dan sebagian besar pasal yang ada sudah dibahas dan disetujui.
”Kalau ada masukan dari masyarakat, kami dengan senang hati akan menerima. Tidak ada alasan untuk menunda, apalagi sekarang sudah masuk tahap akhir pembahasan,” kata Theo.
Dia membenarkan Panja RUU RN telah bepergian ke Thailand dan Hongaria terkait masalah itu. ”Sebagai pembanding saja. Misalnya di sana ada enggak UU sejenis, lalu seperti apa penerapannya. Sudah lama itu perginya. Ada yang pergi khusus untuk studi banding, ada juga yang sekalian dengan kegiatan dan acara lain,” ujar Theo. (DWA)
Sumber: Kompas, 13 Agustus 2009