RPP Penyadapan Bukan Prioritas
Departemen Komunikasi dan Informatika diminta mengedrop Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Penyadapan. Walau dinilai penting untuk diatur, kebijakan pengaturan penyadapan atau intersepsi bukan prioritas saat ini. Sejak awal, masyarakat sipil curiga keberadaan RPP Penyadapan bertujuan mengamputasi kewenangan menyadap Komisi Pemberantasan Korupsi.
Padahal, menurut Direktur Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi Agus Sudibyo di Jakarta, Minggu (13/12), dalam sejumlah kasus, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil mengungkap praktik kotor korupsi, bahkan yang dilakukan aparat. Kemudian KPK memenjarakan mereka, salah satunya melalui upaya penyadapan.
Agus berpendapat, penyadapan memang perlu diatur. Namun, masyarakat sekarang justru berpikir, upaya memberantas korupsi jauh lebih penting untuk terus dilakukan. ”Kalaupun pemerintah mau membuat aturan soal penyadapan, ya jangan kontraproduktif dengan upaya pemberantasan korupsi,” ujar Agus.
Lebih lanjut, saat dihubungi terpisah, peneliti Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, Andi Widjajanto, menilai, ada logika berpikir yang terbolak-balik dalam persoalan seputar rencana pemerintah mengegolkan RPP tentang Penyadapan.
Menurut Andi, biasanya justru masyarakat sipil yang keberatan pada kebijakan penyadapan karena hal itu dianggap mengancam kebebasan individu. Begitu juga sebaliknya, biasanya justru pemerintah yang ingin kewenangan macam penyadapan diperluas. ”Namun, dalam kasus sekarang, keduanya justru terbolak-balik,” ujar Andi.
Kondisi seperti itulah, yang dinilai Andi, tidak hanya membingungkan, tetapi juga mencurigakan.
Masyarakat, tambah Andi, sekarang sudah menganggap korupsi sebagai suatu kejahatan yang luar biasa. Oleh karena itu, masyarakat percaya, dibutuhkan langkah penanganan yang juga luar biasa untuk menumpas praktik korupsi.
Akan tetapi, kalau pemerintah malah mengajukan RPP Penyadapan, sama saja tidak sebanding antara kejahatan korupsi yang luar biasa tadi. ”Kalau memang benar RPP bertujuan mengurangi kewenangan (penyadapan) KPK, lebih baik didrop saja,” ungkap Andi. (DWA)
Sumber: Kompas, 14 Desember 2009