Rp 6,7 Triliun Mudah Dilacak
Kehadiran Susno Tidak Masalah
Penggunaan dana talangan atau bail out pada Bank Century, yang kini menjadi Bank Mutiara, sebesar Rp 6,7 triliun, sebenarnya mudah diselidiki. Caranya, dengan membuka semua pembukuan bank itu dan menginvestigasinya.
”DPR dapat memperoleh data itu sebab Bank Mutiara sekarang adalah badan usaha milik negara (BUMN). Milik rakyat. Namun, saat saya menjadi Menko Ekuin, tak boleh lihat pembukuan BUMN. Sampai di mana DPR punya hak untuk melihat (Bank Century) miliknya sendiri?” tanya pengamat ekonomi, Kwik Kian Gie, di Jakarta, Rabu (20/1) malam.
Kwik bersama pengamat ekonomi Christianto Wibisono, semalam, menjadi saksi ahli Panitia Khusus (Pansus) DPR tentang Hak Angket Bank Century. Siang harinya, Pansus mendengarkan kesaksian mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Susno Duadji.
Saat Susno bersaksi, dua mahasiswa di balkon ruang rapat pansus sempat berteriak, ”Tangkap maling Century.” Kesaksian Susno juga diisi perdebatan antaranggota Pansus soal etika di antara mereka.
Susno datang dengan memakai seragam polisi. Di Tangerang, Kepala Polri Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri menyatakan, tak mempermasalahkan kehadiran Susno di Pansus.
Tidak sulit
Susno mengatakan, bukan hal sulit untuk mengetahui aliran dana talangan di Bank Century. Setiap aliran uang pasti ada datanya dan dicatat.
”Butuh berapa lama untuk mengetahui aliran dana itu?” tanya Hendrawan Supratikno, anggota Pansus dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Ia menjawab, ”Panggil saja. Uangnya berapa? Dicatat atau tidak.”
Mendengar ini, Hendrawan lalu meminta Pansus memanggil Montir, nasabah Bank Century di Makassar, untuk bersaksi karena rekeningnya tiba-tiba menjadi Rp 33 miliar. Turut diundang, sopir taksi di Ciputat, Tangerang, yang rekeningnya menjadi ratusan miliar. ”Kita ingin tahu, peristiwa itu kecelakan atau by design?” katanya.
Bambang Soesatyo, anggota Pansus dari Fraksi Partai Golkar, menambahkan, perlu juga turut dipanggil dua pimpinan cabang Bank Century di Makassar serta Ciputat dan polisi yang mengusut kasus itu.
Menurut Bambang, kepentingan dalam bail out juga perlu diketahui karena, pada 3 Juni 2009, pemegang saham Bank Century, yaitu Hesham al Warraq dan Rafat Ali Rizvi yang kini di Singapura, mengirimkan surat kepada Susno. Mereka menyatakan siap membayar biaya yang dipakai untuk menyelamatkan Bank itu.
”Mengapa surat itu tak ditanggapi? Bahkan, pada 24 Juli 2009, Lembaga Penjaminan Simpanan mengucurkan lagi lebih dari Rp 600 miliar ke Bank Century. Jika surat itu ditanggapi, pansus mungkin tidak dibutuhkan,” ujar Bambang.
Susno membenarkan menerima surat yang disebut Bambang. ”Namun, saya merasa tak berhak. Surat itu saya kirimkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani,” katanya. ”Di mana menyerahkannya?” tanya Bambang. Susno pun menjawab, ”Di rapat, di sana juga ada Kepala Polri.”
Benny K Harman, anggota Pansus dari Fraksi Partai Demokrat, menanyakan keaslian surat itu. ”Yang mengirimkan adalah pengacaranya,” kata Susno.
Menurut Susno, Hesham dan Rafat ingin mengembalikan uang itu sebab kartu trufnya dipegang Pemerintah Indonesia. ”Mereka enggak bisa keluar dari Singapura karena red notice-nya sudah ada. Uang mereka juga dibekukan. Di Swiss ada 220 juta dollar Amerika Serikat (AS). Bank Century ingin mengambil uang itu, juga Robert Tantular dan Hesham. Pemerintah juga ingin membekukannya. Akhirnya, Bank Swiss menyerahkan uang ke pengadilan. Singapura juga memberi tahu ada rekening Robert lebih dari 14 juta dollar AS. Minggu depan, Australia, Singapura, dan Hongkong datang ke Indonesia membicarakan kasus ini,” paparnya.
Susno juga menyatakan, menangkap Robert pada 25 November 2008 karena ada perintah dari Kepala Polri yang mendapat perintah dari Wakil Presiden M Jusuf Kalla. Namun, sebelumnya, dia mengaku sudah mengumpulkan informasi tentang Bank Century. Diduga ada sejumlah kejahatan yang dilakukan pengelolanya.
Saat memerintahkan anggotanya menangkap Robert, Susno ke Bank Indonesia (BI) dan bertemu Siti Fadjrijah, Deputi Gubernur BI. Susno ingin meminta data dan melaporkan akan menangkap Robert. ”Ia (Siti Fadjrijah) bilang, Pak Susno apa cukup buktinya? Kalau menurut kami, belum,” tutur Susno.
Susno menjawab, ia memiliki bukti awal dan akan lengkap jika Robert ditangkap. Jika tidak terbukti, Robert dapat dibebaskan dalam 1 x 24 jam. ”Kalau BI tidak membuat laporan, kami akan menangkap Robert dengan formulir model A, yaitu dari fakta di lapangan. Lagi pula, untuk menangkap Robert, bukan delik aduan.” papar Susno.
Saat di BI itu, Susno mendapat kabar Robert tertangkap. Hari itu BI membuat laporan atas Robert. Namun, BI mulai mengalirkan data pada 27 November 2008.
Andi Rahmat, anggota Pansus dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, menjelaskan, pada 20 November 2008 BI minta pencegahan terhadap Robert kepada Menkeu karena diduga melakukan kejahatan perbankan. Namun, pada 22 November 2008 Robert ke Singapura dan esoknya pulang ke Indonesia.
Yopie Hidayat, Juru Bicara Wakil Presiden Boediono, yang juga mantan Gubernur BI, meminta keterangan Boediono di Pansus jangan dipertentangkan dengan Susno. Keduanya saling melengkapi. (nwo/har/pin)
Sumber: Kompas, 21 Januari 2010