Revisi UU KPK versi Baleg DPR
PASAL – PASAL KRUSIAL DALAM RUU KPK VERSI “BALEG DPR”
Bagian Menimbang
a. bahwa kegiatan penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi belum mampu mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan oleh sebab itu perlu diambil langkah-langkah pencegahan tindak pidana korupsi yang efektif dan efisien dengan pendekatan yang konferehensif dan kemanfaatn yang lebih besar bagi optimalisasi pemanfaatn dana pembangunan untuk kemakmuran rakyat sekarang dan masa mendatang;
b. bahwa keberadaan lembaga Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi perlu ditinjau ulang, karena penegakan hukum tidak termasuk bagian dari kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi, tetapi sebagai perwujudan kedaualan hukum dan masuk wilayah kekuasaan kehakiman yang harus dijaga dari pengruh kekuasaan manapun;
Pasal 1 angka 3
Pemberantasan tindak pidana korupsi adalah serangkaian tindakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervisi, monitoring penyelenggara negara yang berpotesi terjadinya tindak pidana korupsi
Pasal 1 angka 4
Penegakan hukum tindak pidana korupsi adalah melakukan kegiatan penyelidikan, penyidikan terhadap orang yang disangka/didakwa melakukan tindak pidana korupsi yang diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 4
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk dengan tujuan meningkatkan daya guna dan hasil guna terhadap upaya pencegahan tindak pidana korupsi.
Catatan.
kata “pemberantasan” diganti dengan “pencegahan”
Pasal 5
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk untuk masa waktu 12 tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.
Pasal 7
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
a. melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
b. koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
c. supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
d. melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap tindak pidana korupsi yang diatur dalam Undang-Undang ini dan/atau penanganannya diKepolisian dan/atau kejaksaan mengalami hambatan karena campur tangan dari pemegang kekuasaan, baik eksekutif, yudikatif atau legislatif;
Catatan.
Ketentuan “penuntutan”” dan “monitoring” dihapus
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugas pencegahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melaksanakan langkah atau upaya pencegahan sebagai berikut:
a. melakukan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara;
b. menerima laporan dan menetapkan status gratifikasi;
c. merancang dan mendorong terlaksananya program sosialisasi pemberantasan tindak pidana korupsi;
d. melakukan kampanye antikorupsi kepada masyarakat umum;
e. melakukan kerja sama bilateral atau multilateral dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.
f. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
Catatan.
Ketentuan “menyelenggarakan program pendidikan antikorupsi pada setiap jenjang pendidikan” dihapus
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara;
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah).
c. Dalam hal Komisi Pemberantasan Korupsi telah melakukan penyidikan dimana ditemukan kerugian negara dengan nilai dibawah Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah), maka wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dari dokumen lain yang diperlukan kepada kepolisian dn kejaksaan dalam waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 22
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 terdiri atas
a. Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi yang terdiri dari 5 (lima) Anggota Komisi Pemberantasan Korupsi;
b. Dewan Eksekutif yang terdiri dari 4 (empat) Anggota; dan
c. Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pelaksana tugas.
Pasal 23
(1) Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengangkat Dewan Eksekutifsebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b yang diajukan oleh panitia seleksi pemilihan.
(2) Panitia seleksi pemilihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibentuk oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
(3) Panitia seleksi pemilihan mengumumkan penerimaan calon dan melakukan kegiatan mengumpulkan calon anggota berdasarkan pengalamannya sebagai PNS dibidang hukum atau pemeriksa keuangan.
(4) Calon anggota Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat untuk mendapat tanggapan sebelum ditunjuk dan diangkat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi berdasarkan calon yang diusulkan oleh panitia seleksi pemilihan.
(5) Setelah mendapat tanggapan dari masyarakat, panitia seleksi pemilihan mengajukan 8 (delapan) calon anggota Dewan Eksekutif kepada Komisi Pemberantasan Korupsi untuk dipilih oleh Presiden sebanyak 4 (empat) orang anggota.
(6) Dewan Eksekutif diangkat dan diberhentkan oleh Presiden.
(7) Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) dilakukan paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak tanggal panitia seleksi pemilihan dibentuk.
Pasal 24
Dewan Eksekutif berfungsi menjalankan pelaksanaan tugas sehari-hari lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi dan melaporkan kepada Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 25
(1) Dewan Eksekutif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 adalah warga negara Indonesia.
(2) Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf c adalah Pegawai Negeri pada Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan dan Kementrian yang membidangi komunikasi dan informasi.
(3) Pegawai Negeri yang diangkat sebagai Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud Ayat (2) selama menjabat sebagai Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi tidak kehilangan statusnya sebagai Pegawai Negeri.
(4) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara pengangkatan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi diatur lebih lanjut dengan Keputusan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Pasal 27
(1) Susunan Komisi Pemberantasan Korupsi terdiri atas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi dan 4 (empat) orang Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi.
(2) Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) membawahkan 4 (empat) Dewan Eksekutif yang terdiri atas:
a. Bidang Pencegahan;
b. Bidang Penindakan;
c. Bidang Informasi dan Data; dan
d. Bidang Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat.
Pasal 30 huruf e
Untuk dapat diangkat sebagai Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
berumur sekurang-kurangnya 50 (lima puluh) tahun dan setinggi-tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada proses pemilihan;
Pasal 39
(1) Dalam melaksanakan tugas dan pengwasan wewenangnya Komisi Pemberantasan Korusi maka dibentuk DEWAN KEHORMATAN.
(2) Dewan Kehormatan diberi wewenang untuk memeriksa dan memutuskan dugaan terjadinya pelanggaran penggunaan wewenang yang tidak memenuhi standar penggunaan wewenang yang telah ditetapkan dan menjatuhkan sanksi administratif dalam bentuk teguran lisan dan tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian dari Pegawai pada Komisi Pemberantasan Korupsi dan pelaporan tindak pidana yang dilakukan komisioner KPK dan Pegawai pada KPK.
(3) Dewan Kehormatan bersifat Adhoc yang terdoro dari 9 Anggota, yaitu 3 unsur dari pemerintah, 3 unsur dari aparat penegak hukum dan 3 orang dari unsur masyarakat.
(4) Ketentuan Dewan Kehormatan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah.
Pasal 42
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dalam perkara tindak pidana korupsi setelah diketahui tindak pidana korupsi yang sedang ditanganinya tersebut tidak memenuhi syarat untuk dilanjutkan ke tahap penuntutan sebagaimana diatur pada pasal 109 yat (2) KUHP.
Pasal 45
(1) Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 Ayat (3) yang yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas usulan dari Kepolisian dan Kejaksaan.
(2) Penyelidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penyelidikan tindak pidana korupsi.
Pasal 49 ayat (1)
Atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat melakukan penyitaan dengan izin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya.
Catatan.
Sebelumnya penyitaan KPK dapat dilakukan tanpa izin Ketua Pengadilan Negeri.
Pasal 50 Ayat (2)
Dalam hal suatu tindak pidana korupsi terjadi dan Kepolisian atau Kejaksaan belum melakukan penyidikan, sedangkan perkara tersebut telah dilakukan penyidikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi, maka Komisi Pemberantasan Korupsi wajib memberitahukan kepada Kepolisian atau Kejaksaan paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak tanggal dimulainya penyidikan.
Pasal 53
(1) Penuntut adalah Jaksa yang berada dibawah lembaga Kejaksaan Agung Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh KUHAP untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
(2) Penuntut Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melaksanakan fungsi penuntutan tindak pidana korupsi.
(3) Penuntut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah Jaksa Penuntut Umum.
Pasal 73
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan dan berakhir setelah 12 tahun sejak diundangkan.