Revisi UU Berpotensi Melumpuhkan KPK
Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyatakan penolakan terhadap rencana revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang ditengarai tengah dibahas di Sekretariat Jenderal DPR RI. Revisi UU KPK dinilai akan melumpuhkan kewenangan lembaga antikorupsi yang telah menjerat banyak koruptor dari kalangan pejabat negara dan petinggi parpol itu.
"Tampak adanya upaya pengerdilan terhadap kewenangan KPK. Ketika lembaga ini mulai menyentuh pusat-pusat kekuasaan, serangan balik semakin meningkat," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, dalam jumpa pers di sekretariat ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (24/4/2011).
Febri mengatakan, serangan balik terhadap KPK sudah terjadi sebanyak 15 kali, yang paling parah berupa serangan legislasi. Selama KPK berdiri, tercatat ada 13 kali upaya yudicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, 11 diantaranya potensial memangkas kewenangan KPK.
Upaya serangan balik ini terjadi karena ada sejumlah pihak yang mulai terganggu dengan kerja-kerja KPK. Sampai hari ini, ICW mencatat KPK sudah memproses 42 anggota DPR yang tersebar dalam delapan kasus korupsi. Jika semua kasus diproses secara tuntas oleh KPK, bukan tidak mungkin ada lebih dari 100 anggota DPR yang akan dijerat korupsi. "KPK adalah ancaman serius bagi politik transaksional," tukas Febri.
Pembahasan revisi UU KPK secara diam-diam telah dilakukan oleh DPR dengan menugaskan Sekjen DPR untuk menyusun draft Naskah Akademis dan RUU KPK. ICW juga pernah diundang dalam diskusi pembahasan revisi UU tersebut. Dalam undangan tertanggal 5 April 2011, ICW diminta menanggapi 10 poin yang akan direvisi.
Kesepuluh poin yang tercantum dalam Term of Reference itu adalah; tumpang tindihnya kewenangan penyelidikan kasus, prosedur penyadapan KPK, wacana pengangkatan penyidik dan penuntut di liar Polri dan Kejaksaan, kantor perwakilan KPK di daerah, kewenangan SP3 KPK, efektifitas tugas dan kewenangan KPK, fungsi pencegahan KPK, monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara, mekanisme pergantian antar waktu pimpinan KPK, serta pengambilan keputusan pimpinan secara kolektif.
Dari sepuluh poin yang dibahas, memang ada sejumlah poin yang akan menguntungkan KPK, salah satunya penunjukan penyidik dan penuntut independen di luar Polisi dan Jaksa. "Namun ada lebih banyak poin yang berpotensi memutilasi kewenangan KPK. Kami sendiri tidak yakin dengan integritas anggota DPR yang akan membahas draf revisi UU itu," kata Febri.
"Tidak ada urgensi revisi KPK selama tidak ada masalah serius di dalamnya. Kami justru mencurigai ada upaya mematikan KPK," ujar M hendra Setiawan, Kadiv Monitoring, Advokasi dan Investigasi Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (MAPPI). Farodlilah