Reformasi Total Sistem Perpajakan
AKSI mafia pajak terbukti menimbulkan kerusakan fatal bagi sistem perpajakan di Indonesia. Untuk memberantasnya, harus dilakukan pembenahan besar-besaran pada sistem perpajakan.
Pengamat perpajakan Darussalam menyatakan, pembenahan harus dilakukan di empat institusi. Yakni, DPR, Ditjen Pajak, pengadilan pajak, dan asosiasi konsultan pajak. ''Kata kuncinya adalah reformasi total sistem perpajakan yang harus menyentuh empat institusi tersebut,'' ujarnya.
Menurut dia, reformasi harus dimulai dari konstitusi. Sebab, saat Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) digulirkan, DPR memberikan delegasi yang luas kepada pemerintah untuk mengatur pemungutan pajak tanpa memperhatikan hak wajib pajak (WP) untuk ikut memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan perpajakan. ''Akibatnya, kebijakan pajak sering mendapat resistansi dari wajib pajak,'' katanya.
Karena itu, lanjut dia, ke depan, DPR harus lebih selektif dalam memberikan kewenangan kepada pemerintah. Caranya, memberikan rambu-rambu mengenai siapa yang menjadi wajib pajak, apa saja objek pajaknya, berapa tarif pajaknya, dan bagaimana mekanisme penyerahan pajak tersebut. ''Itu semua harus diatur lebih dulu,'' tegasnya.
Ada pun reformasi di Ditjen Pajak harus dilakukan dengan mengubah parameter kinerja. Selama ini, kata Darussalam, kinerja Ditjen Pajak hanya dinilai berdasar realisasi penerimaan pajak. Parameter tersebut dinilai masih kurang. ''Jadi, harus memasukkan parameter kualitas pelayanan terhadap wajib pajak. Sebab, jika pelayanan baik, wajib pajak akan lebih patuh, sehingga target penerimaan pun otomatis ikut naik,'' ujarnya.
Selanjutnya, institusi yang harus direformasi adalah pengadilan pajak. Darussalam menyatakan, banyaknya sengketa pajak yang melibatkan perusahaan-perusahaan besar memang membuat proses di pengadilan pajak rawan. ''Karena itu, semua putusan pengadilan pajak harus dipublikasikan, sehingga masyarakat bisa memantau. Dengan begitu, mereka akan takut jika hendak main-main,'' tegasnya.
Reformasi, kata Darussalam, juga harus menyentuh asosiasi konsultan pajak. Apakah konsultan biasa membantu wajib pajak untuk bermain-main dengan pegawai pajak? ''Tidak mesti seperti itu.'' (owi/c5/iro)
Sumber: Jawa Pos, 7 April 2010