Rakyat Harusnya Dapat Cabut Mandat Wakilnya
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih oleh rakyat untuk memperjuangkan aspirasinya. Dengan caranya sendiri, sebenarnya rakyat mengawasi kerja wakilnya itu di parlemen. Dengan demikian, rakyat juga mengetahui jika anggota DPR kemudian acap kali mengabaikan kepentingan publik yang semestinya diperjuangkan. Bahkan, seharusnya rakyat dapat mencabut mandat wakil rakyat.
Demikian dipaparkan Rektor Universitas Paramadina Jakarta Anies Baswedan; pakar politik Indonesia dari Northwestern University Chicago, Amerika Serikat, Jeffrey A Winters; dan Koordinator Forum Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang, Selasa (19/4) di Jakarta.
Anies memberikan contoh wakil rakyat yang kerap studi banding ke luar negeri. Padahal, kegiatan itu dikritik terus karena dianggap menghamburkan uang rakyat dan tak memberikan manfaat yang jelas. ”Anggota DPR dipilih untuk menjadi wakil rakyat. Namun, kenapa mereka justru jalan-jalan? Jika mereka terus kelenceran ke luar negeri, rakyat bisa semakin marah,” katanya.
Sebagai wakil rakyat, anggota DPR semestinya lebih banyak ke lapangan, menemui rakyat, menyerap aspirasi, lalu memperjuangkannya. Semua, menurut Anies, diwujudkan sesuai dengan fungsi DPR, yaitu legislasi, pengawasan, dan penganggaran.
Anies prihatin dengan rendahnya komitmen anggota DPR untuk memperjuangkan aspirasi rakyat yang memilihnya. Partai politik sebagai jalur pencalonan anggota legislatif harus mau bekerja keras merekrut orang terbaik untuk diajukan sebagai wakil rakyat. ”Sayangnya, proses politik kita saat ini masih prematur. Partai cenderung ambil jalan pintas dengan merekrut orang yang populer dan memiliki uang saja. Padahal, semestinya partai bertugas menyiapkan kader supaya matang dan dikenal rakyat,” katanya.
Untuk membuka kesempatan politik lebih luas, ia mengusulkan pembatasan penggunaan dana kampanye. Pembatasan tidak hanya dalam pemasukan, tetapi juga dalam pengeluaran biaya kampanye. Batasannya bisa dihitung dengan mempertimbangkan takaran biaya tertentu dengan jumlah pemilih dalam satu wilayah. ”Dengan pembatasan dana pengeluaran kampanye, kompetisi politik akan lebih seimbang,” ungkap Anies.
Bisa mencabut mandat
Jeffrey Winters menambahkan, rakyat harus bisa mencabut mandatnya terhadap anggota Dewan. Mekanisme recall oleh rakyat bisa menjadi alternatif untuk memperbaiki kinerja dan kualitas DPR yang dinilai tak memperjuangkan kepentingan konstituennya. Pemberian hak recall kepada rakyat akan membuat wakil rakyat berpikir ulang jika mereka tak memperjuangkan kepentingan konstituennya.
Menurut Jeffrey, rakyat memiliki partisipasi dalam memilih. Setelah pemilu, kekuatan rakyat tidak lagi menentukan sehingga wakil yang mereka pilih bisa berbuat seenaknya tanpa khawatir dihukum oleh pemilihnya.
Sebastian mengakui, perlu diatur mekanisme agar rakyat bisa mencabut mandat anggota DPR. Pengaturan pencabutan mandat itu bisa dalam bentuk petisi yang diajukan kepada Badan Kehormatan (BK) DPR.
”Nanti BK DPR harus memverifikasi petisi ini. Apabila dalam petisi ini terbukti ada disfungsi anggota DPR berkaitan dengan posisinya sebagai wakil rakyat, mereka harus menindaklanjuti. Namun, petisi itu juga harus diverifikasi secara hati-hati karena bisa saja petisi itu dimanfaatkan pesaing anggota DPR yang ingin menggantikan posisi saingannya jika yang bersangkutan di-recall,” katanya.
Beberapa saat lalu publik menyoroti kinerja DPR dengan menampilkan sejumlah anggota Dewan yang tak pernah mengikuti rapat paripurna. Dengan sorotan ini, ada anggota DPR yang akhirnya diganti.
Terkait dengan sorotan tajam rakyat terhadap kinerja wakilnya di DPR yang dinilai rendah, mantan Ketua Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Pemilu Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, sebenarnya perundangan bisa saja menjaga DPR tetap dekat dengan konstituen dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Selain itu, kegiatan DPR yang mendapatkan sorotan tajam dari rakyat, karena tak mendatangkan manfaat langsung, juga bisa dibatasi dengan perundangan.
”Seperti kunjungan ke luar negeri, bisa diatur Badan Kerja Sama Antar Parlemen saja yang bisa melakukannya. Ini kan kontradiktif, kunjungan ke luar negeri sering, tetapi produk legislatif enggak dipacu. Bisa juga diatur UU semacam apa yang membutuhkan kunjungan ke luar negeri. Jangan ke luar negeri, tetapi tak ada hubungan dengan pembahasan UU,” ujar Ferry.
Menurut Ferry, rencana amandemen konstitusi juga bisa mengembalikan DPR pada fungsi utama sebagai lembaga legislasi. ”Semua fungsi pembuatan UU kembalikan kepada DPR. Jangan lagi ada pada pemerintah. Sebaliknya, pemerintah bisa fokus pada fungsi penganggaran.
Hukum menjadi cara
Di Jakarta, Lily Wahid, anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR, menilai, proses hukum menjadi cara yang efektif untuk mengontrol perilaku wakil rakyat. Upaya ini memiliki dasar hukum, yaitu UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. ”Jika ada anggota DPR yang kinerjanya tak seperti yang diharapkan, gugat saja di pengadilan,” katanya, Selasa.
Akbar Faizal, anggota Fraksi Partai Hati Nurani Rakyat DPR, mengaku tak nyaman jika semua anggota DPR dinilai buruk. Sebab, ada anggota DPR yang tetap memiliki komitmen dan visi politik yang kuat. (nwo/iam/bil/ong)
Sumber: Kompas, 20 April 2011