Rahasia Negara; RUU Kontroversial Biasa Keluar di Akhir Pemerintahan
Masyarakat harus terus diingatkan soal betapa berisiko dan berbahaya Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara jika disahkan dan diberlakukan. Apalagi menjelang masa injury time akhir masa kerja pemerintah dan DPR periode 2004-2009 seperti sekarang.
Hal itu terungkap dalam diskusi Institut Studi Arus Informasi ke Redaksi Kompas, Selasa (4/8). Hadir dalam kunjungan itu Direktur Eksekutif ISAI Irawan Saptono dan jajarannya, Wiratmo Probo dan Ahmad Faisol.
Masyarakat juga diminta tidak mudah melupakan perilaku yang pernah dilakukan pemerintah, yang juga dilakukan pada akhir masa pemerintahan Presiden BJ Habibie. Saat itu, pemerintah berupaya mengegolkan RUU kontroversial, RUU Keselamatan dan Keamanan Negara, yang mendapat reaksi keras dari masyarakat sipil dan berhasil digagalkan.
Saat ini proses pembahasan RUU RN sudah masuk tahap finalisasi, pembahasan sejumlah pasal yang dinilai masih mengganjal, di tingkat panitia kerja yang dibentuk Komisi I. Dijadwalkan, panitia kerja akan mulai bekerja begitu masa reses usai pada pertengahan Agustus.
”Sikap kami jelas menolak RUU RN disahkan. Aturan tentang kerahasiaan sudah ada dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, tidak perlu lagi ada RUU RN,” ujar Irawan.
Saat dihubungi terpisah, Deputi Direktur Yayasan Sains, Estetika, dan Teknologi Agus Sudibyo menuntut Komisi I dan Departemen Pertahanan segera menghentikan proses pembahasan RUU RN di tingkat panitia kerja. Pihaknya terus berupaya memberikan masukan RUU RN alternatif.
”Masukan terus kami coba berikan supaya pemerintah, dalam hal ini Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, berhenti menuduh kalangan masyarakat sipil dan lembaga swadaya masyarakat hanya bisa memprotes tanpa memberikan masukan konkret,” ujar Agus.
Ia menambahkan, Selasa kemarin telah ditemui dua anggota Komisi I, Hajriyanto Y Thohari (Fraksi Partai Golkar) dan Dedi Djamaluddin Malik (Fraksi Partai Amanat Nasional), dan diserahkan masukan serta draf dan daftar inventarisasi masalah alternatif yang disusun Pacivis Universitas Indonesia. (DWA)
Sumber: Kompas, 5 Agustus 2009