Putranefo Dihukum 6 Tahun Penjara
Kasus Sistem Komunikasi Radio
Presiden Direktur PT Masaro Radiokom Putranefo Alexander Prayugo divonis 6 tahun penjara setelah dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi pengadaan Sistem Komunikasi Radio Terpadu di Departemen Kehutanan. Dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Selasa (29/3), Putranefo juga diharuskan membayar uang pengganti Rp 89,3 miliar.
”Menyatakan terdakwa Putranefo Alexander Prayugo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Menjatuhkan pidana oleh karenanya dengan pidana penjara selama enam tahun,” kata Ketua Majelis Hakim Nani Indrawati saat membacakan putusan, kemarin. Vonis itu lebih rendah satu tahun dari tuntutan jaksa terhadap Putranefo
Putranefo juga dihukum membayar denda Rp 200 juta subsider empat bulan kurungan. Majelis hakim juga meminta Putranefo membayar uang ganti rugi Rp 89,3 miliar yang dilunasi paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Jika tidak, harta benda terdakwa akan disita dan dilelang. Jika harta tidak mencukupi, harus diganti dengan penjara dua tahun.
Jumlah uang pengganti tersebut dipotong uang pengembalian dari Wandojo Siswanto Rp 20 juta dan 10.000 dollar AS serta pengembalian dari Boen Mochtar Purnama sebesar 20.000 dollar AS. Keduanya adalah mantan pejabat tinggi di Departemen Kehutanan. Atas putusan hakim itu, Putranefo meminta waktu untuk pikir-pikir selama tujuh hari.
Menurut hakim, Putranefo terbukti secara sendiri ataupun bersama-sama dengan pemilik PT Masaro Radiokom Anggoro Widjojo, Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan Wandojo Siswanto, Kepala Subbagian Sarana Khusus Biro Umum Dephut Joni Aliando, serta Kepala Bagian Perlengkapan Biro Umum Dephut Aryono, melakukan tindak pidana korupsi. Putranefo dinyatakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 junto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. Hakim menilai Putranefo terbukti sangat aktif dalam proses proyek pengadaan SKRT pada 2006-2007 yang akhirnya dilakukan dengan penunjukan langsung.
Dalam putusan itu, satu hakim berbeda pendapat (dissenting opinion), yakni terkait jumlah uang pengganti. Menurut hakim Sofialdi, jumlah uang yang harus diganti Putranefo seharusnya hanya Rp 75 miliar, bukan Rp 89,3 miliar. Sofialdi juga menganggap Putranefo tidak seharusnya menanggung semua pembayaran uang pengganti. Korporasi dan pemilik PT Masaro, Anggoro Widjojo, juga harus dibebankan pembayaran uang pengganti.
Setelah sidang, Putranefo menyatakan keberatan dengan putusan hakim. ”Banyak fakta yang terungkap di persidangan sama sekali tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” katanya.
Sementara itu, Wandojo Siswanto pada hari sama juga menghadapi tuntutan. Oleh jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, Wandojo dituntut hukuman penjara 4 tahun enam bulan dan denda sebesar Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan. (RAY)
Sumber: Kompas, 30 Maret 2011
-------------------
Kroni Anggoro Widjojo Divonis Enam Tahun Penjara
Presiden Direktur PT Masaro Radiokom, Putranefo Alexander Prayugo, divonis enam tahun penjara dalam kasus korupsi pengadaan sistem komunikasi radio terpadu di Departemen Kehutanan pada 2006-2007. Ia juga harus membayar ganti rugi Rp 89,329 miliar dan denda Rp 200 juta subsider empat bulan penjara.
“Terdakwa Putranefo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak korupsi bersama-sama sebagaimana dakwaan," kata ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Nani Indrawati, di persidangan kemarin di Jakarta.
Jaksa M. Roem dan Putranefo belum memutuskan apakah akan meminta banding atas vonis itu. Jaksa sebelumnya menuntut Putranefo tujuh tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan penjara.
Kuasa hukum Putranefo, Slamet Yuono, mengatakan pihaknya "pikir-pikir dalam waktu tujuh hari".
Menurut hakim, Putranefo bersama pemilik PT Masaro, Anggoro Widjojo--kini buron--meminta Kepala Biro Perencanaan dan Keuangan Departemen Kehutanan Wandojo Siswanto menunjuk perusahaannya sebagai rekanan.
Dalam pelaksanaannya, Sekretaris Jenderal Departemen Kehutanan Boen Mochtar Purnama mengkondisikan agar seolah-olah PT Masaro adalah agen tunggal merek Motorola yang memproduksi radio pada frekuensi 230-245 Mhz. Sebagai tanda terima kasih, Putranefo memberikan uang Rp 20 juta dan US$ 10 ribu kepada Wandojo serta US$ 20 ribu untuk Boen.
Sidang itu ditandai munculnya pendapat berbeda (dissenting opinion) ihwal jumlah ganti rugi yang harus dibayar terpidana. Sofialdi tidak sepakat dengan empat hakim lain karena, menurut dia, yang seharusnya dibayar Putranefo Rp 75,3 miliar.
Nilai itu didapat Sofialdi berdasarkan keterangan sejumlah saksi ahli, meski berbeda dengan hitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Selain itu, Putranefo juga baru pada pertengahan 2007 menjadi direktur utama, padahal korupsi sudah terjadi tahun sebelumnya. ISMA SAVITRI
Sumber: Koran Tempo, 30 Maret 2011