PUKAT Nilai Kinerja DPR Buruk
Pembahasan undang-undang yang terkait pemberantasan korupsi menempati urutan terbawah.
PUSAT Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada menyatakan kinerja DPR periode 2004-2009 tergolong minim hasilkan undang-undang terutama terkait penguatan langkah pemberantasan antikorupsi. Akibatnya, nilai rapor kinerja anggota dewan berwarna merah atau masih buruk. Hal itu bisa terlacak dari kondisi menjelang masa akhir kinerja dewan ada 85 Rancangan Undang-Undang (RUU) yang masuk daftar tunggu. Padahal ada 282 RUU yang masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas)
"Hampir selama 5 tahun, baru 197 RUU yang selesai dibahas. Kinerja DPR memang masih buruk, atau kinerja mereka hanya 65,85 persen saja. DPR sebagai lembaga rakyat, kondisinya bahkan sempat koma karena anggota dewan juga banyak tersandung kasus korupsi," kata Hifdzil Alim, peneliti PUKAT UGM saat menyampaikan "Rapor Legislatif Periode 2004-2009 di Yogyakarta, Selasa (30/6).
Berdasarkan penelusuran data, perbandingan, komparasi, dan analisis atas kinerja anggota dewan 2004-2009, kluster UU yang berbicara soal pemberantasan korupsi dan penciptaan pemerintahan yang baik menempati urutan terbawah dengan 12 UU (6%). Bidang yudisial dibahas 14 UU (7%), bidang ratifikasi konvensi internasional sebanyak 21 UU (11%), bidang pemekaran daerah ada 59 UU (30%), dan UU lainnya sebanyak 91 buah (46%).
"Alih-alih menyuarakan kepentingan rakyat, DPR malah dicemari dengan aksi menggerogoti dan menilep uang rakyat," kata Hifdzil Alim. Kondisi buruk kinerja DPR bisa terlacak dari laporan Indonesian Corruption Watch (ICW) tahun 2005 yang mencatat 40 anggota DPR 2004-2009 terlibat dalam kasus korupsi.
Beberapa anggota yang terjerat kasus yaitu 15 orang dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI Perjuangan), 10 orang Partai Golkar, 8 orang asal Partai Persatuan Pembangunan (PPP), 3 orang Partai Demokrat (PD), 3 orang dari Partai Amanat Nasional dan 1 orang dari Partai Keadilan Sejahtera. "Dari laporan ICW itu, sebagian besar dugaan korupsi yang membelit anggota DPR itu kasusnya dihentikan," kata Hifdzil.
Zainal Arifin Mochtar, Ketua PUKAT FH UGM menyatakan kondisi DPR bermasalah itu membuat harapan masyarakat atas kinerja dewan bisa hasilkan UU yang bagus tak terpenuhi. Lambatnya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor disebabkan banyaknya anggota dewan yang terjerat korupsi, harapan terakhir memang bergantung pada Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau Perpu.
"Saya patut curiga adanya grand design yang mengarah pada upaya melemahkan KPK dan menghambat terbitnya RUU Pengadilan Tipikor," kata Zainal.
Kinerja demokrasi yang berlangsung di DPR dinilai buruk karena produk legislasi yang dihasilkan 30 persen justru bicara soal pemekaran. Padahal disinyalir dalam proses pembahasan pemekaran daerah justru jadi lahan subur korupsi. "Ada ribuan perkara korupsi di KPK. Banyak tindakan koruptif anggota dewan yang belum disentuh. Kasus Agus Condro misalnya jika dikejar bisa seret 50 anggota dewan," katanya.
Belajar dari buruknya kinerja anggota dewan periode 2004-2009, kepada anggota dewan terpilih dalam Pemilu Legislatif 2009 lalu, masyarakat tentu menaruh harapan besar. "Jangan lagi, terkena virus ketidakpedulian seperti yang terjadi di komisi III DPR RI periode sekarang. Sejumlah 19 orang dedengkotnya terpilih lagi di periode mendatang dari 49 anggota lama," kata Zainal.[by : Much Fatchurochman]
Sumber: Jurnal Nasional, 1 Juli 2009