Program Reses DPR Belum Berubah
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2009-2014 sejak 5 Desember 2009 mulai menjalankan tugasnya pada masa reses untuk yang pertama. Program reses DPR baru ini ternyata belum banyak berubah dengan DPR lama. Perubahan itu belum terlihat, baik dari sisi akuntabilitas anggaran, perencanaan kegiatan, maupun pelaporan kegiatan reses pada publik.
Menurut Wakil Ketua Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR Refrizal dari Partai Keadilan Sejahtera, anggaran yang diterima anggota DPR saat reses Rp 31,5 juta per orang. Anggaran itu diberikan untuk kegiatan penyerapan aspirasi di daerah pemilihan masing-masing selama tujuh hari. ”Biaya tiket dan akomodasi di luar itu,” ujar Refrizal di Jakarta, Minggu (13/12).
Theresia EE Pardede, anggota BURT dari Partai Demokrat, yang dihubungi terpisah, juga membenarkan hal itu. Menurut dia, biaya tiket pesawat dan akomodasi disesuaikan dengan daerah pemilihan masing-masing.
Sebagai anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Barat II, Theresia, yang biasa dipanggil Tere, itu mengaku mendapat anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas Rp 22,83 juta. Apabila ditambah dengan anggaran kegiatan penyerapan aspirasi Rp 31,5 juta, jumlahnya menjadi Rp 54,33 juta.
Refrizal dan Tere mengaku anggaran tersebut sesungguhnya tidak cukup untuk membiayai kegiatan reses. Hal itu mengingat daerah pemilihan anggota DPR sangat luas.
Refrizal mengaku sering menyiasati uang yang diterima dengan sehemat mungkin sehingga kegiatan bisa lebih panjang, tidak hanya tujuh hari, tetapi bisa sampai 10-14 hari. ”Sekarang ini kalau ke daerah tidak nyumbang juga bisa ditertawakan masyarakat. Bahkan, ada juga yang minta disumbang,” paparnya.
Tere juga berpendapat sama. Soalnya, daerah pemilihannya terdiri dari 46 kecamatan dan dia pun selalu berangkat kunjungan kerja melibatkan tim. ”Kita coba cukup-cukupkan saja dengan metode kreatif karena tidak mungkin hanya mengeluh saja, tapi tidak membuat aksi,” ungkapnya.
Meski demikian, Refrizal dan Tere menyayangkan bahwa kegiatan reses anggota DPR ini belum terpublikasikan dengan baik oleh Sekretariat Jenderal DPR, misalnya, di situs DPR. Akibatnya, banyak warga yang tidak mengetahui kinerja satu per satu anggota Dewan.
Pengamatan peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Ronald Rofiandri, sampai dua minggu pertama masa reses ini belum ada upaya sistematis oleh DPR untuk memprogramkan dan memublikasikan daftar kegiatan yang telah dilakukan anggota Dewan. Hal ini menunjukkan bahwa masa reses belum dipersiapkan dengan komprehensif seperti DPR periode sebelumnya.
”Ketua DPR yang menjabat sebagai Ketua BURT harus memprogramkan publikasi agenda atau kegiatan kunjungan kerja setiap alat kelengkapan,” papar Ronald. (sut)
Sumber: Kompas, 14 Desember 2009