Probo Segera Di-Cipinang-kan; MA Putuskan Hukuman 4 Tahun

Hari-hari ini, bisa jadi, pengusaha Probosutedjo tidak bisa tidur. Dia stres berat dan darah tingginya kumat setelah majelis hakim kasasi menjatuhkan hukuman empat tahun penjara. Kejagung pun memerintahkan agar adik tiri mantan Presiden Soeharto itu segera dieksekusi.

Begitu mendengar bahwa dia dihukum empat tahun, bos PT Hutan Menara Buana itu langsung drop. Tekanan darah Pak Probo naik. Maklum, sudah 76 tahun. Pak Probo agak stres. Banyak pikiran, kata pengacaranya, Arizal Boer, dalam jumpa pers di gedung Kedaung Group, Jalan Menteng Raya, Jakarta, kemarin.

Dalam jumpa pres itu, Probo tidak muncul. Dia berada di kantornya, di gedung Tedja Buana, Menteng Raya. Sementara rumahnya di Jl Diponegoro No 20, Jakpus, tampak sepi. Sekitar pukul 16. 30, istri, anak, dan cucunya juga keluar rumah.

Max, dokter pribadi yang memeriksa kesehatan Probo, juga membenarkan ucapan Boer. Tekanan darahnya memang naik, katanya tanpa menjelaskan berapa kenaikannya.

Menurut Boer, Probo akan menggunakan upaya hukum yang ada, yaitu mengajukan peninjauan kembali (PK). Sebelumnya kami telah mempunyai kekhawatiran akan ada vonis balas dendam. Sepertinya itu terjadi, kata Boer.

Dia bersikukuh bahwa perkara Probo adalah masalah utang piutang yang masuk lingkup perdata dan bukan pidana. Secara teori hukum, tidak ada sifat melawan hukum dalam kasus ini. Karena itu, kami akan mengajukan PK, tambahnya.

Novum (bukti baru) yang dipakai sebagai dasar, antara lain, adanya putusan kasasi Mahkamah Agung dalam perkara TUN Probo. Putusan itu membatalkan pencabutan izin pengelolaan HTI terhadap Probo yang dilakukan menteri kehutanan dan perkebunan.

Pencabutan izin dilakukan pada 24 Oktober 2002. Probo dianggap menyalahi aturan dengan mengalihkan saham dari perusahaannya, PT Menara Hutan Buana, ke perusahaan asing Anroft Singapore Ltd.

Boer kemarin juga melontarkan keheranannya atas cepatnya putusan majelis hakim yang baru. Sebab, majelis sebelumnya membutuhkan waktu 1,5 tahun, tetapi belum bisa memutus. Saya yakin, bukti-buktinya tidak dibaca. Kok tiba-tiba diputus, kata Boer. Karena itulah, dia juga akan melaporkan majelis hakim yang diketuai Iskandar Kamil itu ke Komisi Yudisial (KY).

Probo sendiri tak mau berkomentar. Kemarin dia keluar dari kantornya di lantai III gedung Tedja Buana sekitar pukul 15.15. Ketika keluar, dia dikawal sekitar 10 orang, termasuk satpam, pengacara, dan stafnya. Saat melangkah dari pintu kantornya hingga ke lift yang berjarak sekitar 5 meter itu, Probo hanya tersenyum tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

Untuk menghindari wartawan itu, pengawal Probo juga sempat mengecoh dengan menempatkan mobil Mercy biru tua milik Probo bernopol B 2810 S di lobi. Ternyata, liftnya tidak berhenti di lantai I. Beberapa saat kemudian, terlihat mobil Pajero biru tua membawa Probo beserta beberapa orang.

Hingga tadi malam, eksekusi belum dilakukan. Di rumah Probo di Jalan Diponegoro 20-22, sejak sore terlihat keluarganya keluar masuk. Pukup 16.30, mobil Mercy hitam keluar membawa cucu-cucu Probo dan istrinya. Pukul 19.45, terlihat Panther biru tua bernopol B2324 SH masuk rumah itu. Di dalamnya terdapat 3 penumpang; 2 pria dan 1 perempuan. Di garasinya di samping kiri rumah, terlihat 5 mobil.

Hingga pukul 21.00 tadi malam, posisi Probo tidak diketahui. Menurut penjaganya, Probo pergi sejak pagi dan belum pulang hingga tadi malam.

Putusan kasasi Probo itu sebenarnya telah keluar Senin lalu. Majelis yang diketuai Iskandar Kamil menjatuhkan hukuman empat tahun penjara, denda Rp 30 juta, dan mengganti kerugian negara Rp 100,931 miliar. Hukuman itu sama persis dengan hukuman majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat 22 April 2003.

Dia dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan melakukan korupsi dana reboisasi HTI (hutan tanaman industri) di Kalimantan Selatan.

Menurut Direktur Hukum dan Peradilan Suparno, vonis tersebut diputuskan dalam sidang terbuka untuk umum Senin, 28 November lalu. Anehnya, tak ada satu pun yang mengetahui sidang itu.

Humas Ridwan Mansyur mengakui telah menerima salinan putusan Probo tersebut Senin malam. PN langsung meneruskannya ke Probo dan jaksa penuntut umum.

Petikan untuk Probo disampaikan oleh panitera muda pidana Yanmitra di kantor Probo sekitar pukul 15.04. Yang menerima pengacara Pak Probo. Namanya Pak Boer (Arrizal Boer, Red), kata Yanmitra saat hendak masuk ke mobilnya.

Pemutusan kasasi Probo terserbut tergolong cepat bila dibandingkan dengan ketika ditangani Bagir Manan. Majelis hakim ini baru dibentuk 31 Oktober lalu setelah gonjang-ganjing penyuapan Probo. Majelis itu beranggota Atja Sonjaja, Rehngena Purba, Djoko Sarwoko, dan Harifin A. Tumpa. Semula majelis hakim itu diketuai Bagir yang juga ketua MA dengan anggota Usman Karim dan Parman Suparman.

Probo menyanyi bahwa dia telah mengeluarkan Rp 6 miliar untuk memuluskan kasusnya di Mahkamah Agung. Bahkan, dia telah menghabiskan Rp 16 miliar sejak kasusnya ditangani penegak hukum. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap Harini Wijoso, pengacara Bagir, dan lima staf MA yang telah menerima uang dari Probo.

Suparno yang juga menjabat plt direktur pidana menjelaskan, majelis hakim kasasi membatalkan putusan PT DKI Jakarta tanggal 29 Desember 2003. Dalam putusan bernomor 133/pid/2003/PT DKI itu, majelis hakim yang diketuai Samang Hamidi menurunkan vonis Probo menjadi 2 tahun. Majelis hakim di MA tak sepakat dengan keputusan itu dan sepakat dengan putusan PN Jakpus.

Ketika dikonfirmasi, Iskandar Kamil melalui asistennya menolak bertemu. Begitu juga anggota majelis hakim Djoko Sarwoko. Harifin A. Tumpa, salah satu anggota majelis, berbicara sedikit saat dicegat ketika akan keluar gedung MA. Jadi, kami setuju dengan putusan PN tapi diperbaiki. Putusan PT DKI mengenai hal-hal yang meringankan tidak ada dasarnya, katanya.

Hal-hal yang meringankan itu adalah Probo dianggap memiliki kepedulian sosial tinggi. Probo juga telah menginvestasikan modal perusahaannya sejak tahun 1994. Usaha Probo dalam reboisasi HTI juga dianggap memperbaiki lingkungan hidup dan meningkatkan produktivitas lahan. Hasil jerih payah itu tinggal dinikmati oleh masyarakat. Itu tidak ada dasarnya, kata Harifin.

Mengenai cepatnya pengambilan putusan, dia menganggap biasa. Waktu satu bulan sejak 31 Oktober dianggap sudah cukup. Tidak ada hal yang istimewa. Satu orang hakim bisa membaca dua atau tiga berkas perkara dalam sehari, katanya sambil tersenyum. (lin/agm/yes)

Sumber: Jawa Pos, 30 November 2005

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan