Presiden Perlu Perkuat Pengadilan Tipikor
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau Tipikor, untuk mengadili pelaku korupsi, kini di ambang kubur. Mahkamah Konstitusi memberikan batas akhir hingga Desember ini. Jika Rancangan Undang-Undang tentang Pengadilan Tipikor tidak segera disahkan atau Presiden tak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu untuk menjamin kelanjutannya, Pengadilan Tipikor akan hilang.
”Itu sebabnya, kita perlu mencari presiden yang mau menyelamatkan Pengadilan Tipikor demi pemberantasan korupsi di negeri ini,” ujar Febri Diansyah dari Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam diskusi tentang mencegah korupsi dan mafia peradilan di Mahkamah Agung, Jakarta, yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Indonesia (Ulini) Jakarta, Rabu (29/4).
”RUU Pengadilan Tipikor harus disahkan sebelum berakhir atau akan menjadi kewajiban bagi presiden untuk menerbitkan perppu. Bisa saja presiden mendatang yang baru dilantik langsung menerbitkan perppu untuk memperpanjang eksistensi Pengadilan Tipikor ini,” ujarnya.
Febri meminta RUU Pengadilan Tipikor bisa segera disahkan karena hal itu akan lebih memberikan ketenangan atas eksistensi Pengadilan Tipikor.
”Kalau lewat Desember 2009, eksistensi Pengadilan Tipikor hilang dan rasanya tidak mungkin diselesaikan anggota DPR yang baru terpilih karena sudah melewati batas waktunya,” ujarnya.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, menilai, RUU Pengadilan Tipikor tidak perlu dibahas anggota DPR periode sekarang. Pasalnya, suasana kebatinan anggota DPR sekarang tidak menguntungkan.
”Jadi, kalau RUU Pengadilan Tipikor terkena batas waktu, kita bisa mengikuti kebiasaan hukum, bisa menggunakan aturan yang lama. Kalau memang mau cepat, bisa menggunakan perppu,” katanya.
Pengamat hukum Universitas Andalas, Saldi Isra, mengatakan, RUU Pengadilan Tipikor tidak perlu dibebani dengan batas waktu jika bangsa ini mau serius memberantas korupsi. (mam)
Sumber: Kompas, 1 Mei 2009