Presiden Ditagih soal Janji Penundaan RUU Rahasia
Publik diingatkan agar tak kecolongan seperti pada UU Informasi dan Transaksi Elektronik.
Anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, menagih janji Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam debat calon presiden yang digelar Dewan Pers beberapa waktu lalu. "Janji Presiden dalam debat itu, menunda pembahasan RUU Rahasia Negara," kata Alamudi dalam diskusi soal RUU Rahasia Negara yang diselenggarakan Yayasan SET dan TIFA di Jakarta Media Center kemarin.
Kepada Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana, yang menjadi pembicara dalam diskusi itu, Alamudi meminta agar Presiden diingatkan soal janji tersebut. Untuk memenuhi komitmennya, Presiden bisa meminta Partai Demokrat dan partai koalisinya menunda pembahasan rancangan ini.
Alamudi menilai, tanpa undang-undang semacam ini saja banyak pejabat publik dengan mudah mengkategorikan informasi sebagai rahasia negara. Di daerah, kata dia, ada pejabat yang dengan mudah mengatakan rahasia negara saat ditanyai soal alokasi APBD-nya. "Pasal-pasal dalam rancangan ini sangat bertentangan dengan semangat untuk menciptakan pemerintahan yang bersih," kata Alamudi.
Peneliti Transparansi dan Development Pattiro, Maryati Abdullah, dalam diskusi itu juga mengungkapkan bahaya praktek ketertutupan selama ini. Menurut dia, bulan lalu lembaganya bersama masyarakat Cepu meminta informasi ke BP Migas serta Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral soal informasi kontrak karya dan dokumen analisis dampak lingkungan blok itu. "Alasan mereka, itu rahasia negara," kata Maryati.
Dalam Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara yang dibahas pemerintah dan DPR ini, kata dia, informasi tentang kontrak karya itu dikategorikan sebagai rahasia negara. "Ketentuan ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik, yang menyebutkan bahwa perjanjian dengan pihak ketiga bisa dipublikasikan," kata Maryati.
Dia mengingatkan soal bahaya tertutupnya informasi semacam ini. Tertutupnya informasi soal kontrak karya itu membuat warga tidak tahu daerah mana yang boleh dieksplorasi seperti yang tertuang dalam kontrak karya. Ketertutupan ini, kata dia, membuat sejumlah investor dengan mudah mengeksplorasi sampai keluar dari wilayah yang disepakati, seperti terjadi di Papua.
Menurut Deputi Direktur Yayasan SET Agus Sudibyo, bahaya rancangan ini bagi penerapan pemerintahan yang bersih sangat jelas di depan mata. "Rancangan ini akan melegitimasi praktek-praktek ketertutupan seperti yang terjadi selama ini," kata Sudibyo.
Dalam diskusi itu, anggota Dewan Pers, Bambang Harymurti, juga mengingatkan masyarakat sipil, termasuk media, untuk mengawasi pembahasan rancangan ini. "Jangan sampai kecolongan seperti Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik," kata dia.
Menurut Harymurti, awalnya Dewan Pers tahunya soal RUU Informasi saat di DPR hanya bicara mengenai transaksi bisnis elektronik. Dalam pembahasan di DPR, ternyata masuk pasal pencemaran nama baik. Kasus ini lantas menjadi ramai setelah memakan korban: Prita Mulyasari sempat ditahan saat digugat Rumah Sakit Omni International.
Denny Indrayana dalam diskusi itu berjanji untuk menyampaikan permintaan dan harapan-harapan ini kepada Presiden. ABDUL MANAN
Sumber: Koran Tempo, 17 Juli 2009