Presiden dan Ketua DPR Harus Ikrar Berantas Korupsi
Pada 15 Agustus ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Agung Laksono akan berpidato di hadapan seluruh rakyat dan disaksikan semua duta besar dari negara sahabat. Pidato itu diharapkan tak sekadar retorika, tetapi juga harus berupa ikrar komitmen untuk memimpin pemberantasan korupsi di lingkar kekuasaan dan parlemen secara total.
Harapan itu disampaikan Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan dan Sekretaris Jenderal Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang yang disampaikan secara terpisah, Rabu (13/8).
”Mereka perlu memberi komitmen kepada publik bahwa pada tahun terakhir masa jabatannya akan ada pemberantasan korupsi secara total,” ucap Anies.
Komitmen seperti itu, menurut Anies, sangat diperlukan saat ini untuk membangkitkan optimisme kolektif bahwa bangsa ini akan berhasil memangkas kolusi dan korupsi. Optimisme ini juga hanya bisa hidup bila rakyat melihat bukti konkret adanya pemangkasan kolusi dan korupsi di lingkar pusat kekuasaan, baik di DPR maupun Istana.
Untuk memberantas korupsi di kalangan pejabat negara diperlukan kemauan politik yang sangat besar. Namun, sampai saat ini, presiden maupun pimpinan DPR belum menunjukkan itu.
”Proses politik jangan sampai absen hanya karena masih ada proses hukum. Langkah hukum biar dilakukan oleh para penegak hukum dan Komisi Pemberantasan Korupsi,” katanya.
Harus meminta maaf
Formappi mengharapkan momentum penyampaian pidato pada 15 Agustus ini tak hanya retorika, tetapi juga menjadi refleksi atas realitas kehidupan rakyat yang demikian susah akibat merebaknya praktik korupsi.
”Korupsi yang kini merajalela sampai ke level pejabat pemerintahan paling bawah adalah kejahatan luar biasa yang tidak bisa dimaafkan. Untuk menunjukkan komitmen itu, presiden harus bersedia memimpin sendiri dan dimulai dari atas, termasuk lingkungan Istana,” ujarnya.
Agung sebagai Ketua DPR juga harus berani mengakui gagal menjaga citra dan kehormatan lembaga DPR karena begitu banyak anggota Dewan terlibat dalam skandal korupsi.
Presiden dan DPR juga harus meminta maaf kepada rakyat karena gagal mengantar rakyat menuju hidup yang lebih baik akibat korupsi, suap, nepotisme, dan berbagai sebab lain. (sut)
Sumber: Kompas, 14 Agustus 2008