PPATK Siap Telusuri Aliran Dana Indover

Dalam audit 2006, BPK menemukan sejumlah transaksi janggal di Indover yang berpotensi merugikan BI sebagai induk usaha senilai US$ 809 juta dan Rp 109 miliar.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyatakan kesiapannya menelusuri aliran arus transaksi pengucuran kredit senilai US$ 15 juta oleh Indonesische Overzeese Bank NV (Indover Bank) kepada sejumlah debitor. Menurut Kepala PPATK Yunus Hussein, penelusuran akan dilakukan setelah ada permintaan dari Badan Pemeriksa Keuangan. "Sampai saat ini kami belum menerima permintaan resmi," ujarnya kepada Tempo, Selasa lalu.

Yunus mengatakan sebenarnya pemberian kredit tanpa agunan adalah hal biasa dalam sistem perbankan di Eropa. "Tapi tetap butuh proposal. Kalau tidak, bagaimana mencairkannya," katanya.

Selasa lalu Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Jasman Pandjaitan mengaku kesulitan melanjutkan penyidikan kasus dugaan korupsi di bank yang berkantor pusat di Belanda ini. Upaya itu terbentur pada aturan Bank Indonesia tentang batasan pengucuran kredit di Indover.

Menurut dia, berdasarkan hasil gelar perkara oleh Kejaksaan bersama Badan Pemeriksa Keuangan, diketahui bahwa bank sentral membolehkan Indover mengucurkan kredit di bawah US$ 5 juta. Persetujuan BI selaku pemilik bank yang berkantor pusat di Belanda ini baru diperlukan untuk kredit di atas US$ 5 juta. Dengan klausul itu, "Kami tak bisa membidik (pejabat) BI," ujar Jasman

Kejaksaan Agung mulai menyidik kasus dugaan korupsi Indover sejak 2000. Dalam kasus yang diduga merugikan negara US$ 1 miliar atau sekitar Rp 11 triliun ini, penyidik sudah menetapkan dua tersangka.

Dalam perjalanannya, proses penyidikan tersendat. Kejaksaan Agung berdalih, terhambatnya penyidikan disebabkan oleh adanya perbedaan hukum di Indonesia dan Belanda. Menurut Kejaksaan Agung, perbuatan direksi Indover tak tercatat sebagai tindak pidana dalam hukum Belanda--berkebalikan dengan hukum Indonesia.

Dalam audit 2006, BPK menemukan sejumlah transaksi janggal di Indover yang berpotensi merugikan BI sebagai induk usaha senilai US$ 809 juta dan Rp 109 miliar. Salah satunya adalah pengucuran kredit sebesar US$ 15 juta kepada tiga perusahaan yang beroperasi di daerah Indonesia bagian timur.

Menurut Yunus, saat masih bertugas di bank sentral, dirinya pernah melakukan audit terhadap Indover terkait dengan rencana pelepasan saham Bank Indonesia. "NPL-nya (kredit macet) banyak," ujarnya tanpa mau memerinci lebih detail. SETRI | EKO NOPIANSYAH

Sumber: Koran Tempo, 29 Januari 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan