PP No 60/2012 Menyebabkan Deforestasi di Kalteng
Jakarta, antikorupsi.org (06/11/2015) - Deforestasi di Kalimantan Tengah termasuk tinggi di Indonesia. Akibat deforestasi tidak terencana tersebut 661.340 hektar lahan dan hutan di Kalimantan Tengah (Kalteng) mengalami kerusakan. Deforestasi itu disumbangkan oleh 59 perusahan yang layak ikut perhitungan PP No 60/2012. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran sehingga Aidenvironment dan Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan data tersebut kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (02/11/2015).
Menurut peneliti Aidenvironment Haryono, akar dari deforestasi tidak terencana terkait dengan implementasi PP No 60/2012 tentang perubahan atas peraturan PP No 10/2010 tentang tata cara perubahan peruntukkan dan fungsi kawasan hutan. Lebih lanjut Haryono mengatakan, deforestasi tidak terencana merupakan deforestasi ketidaksinkronan peruntukkan ruang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) dan kawasan. Berbeda dengan deforestasi terencana, karena aktifitas perusahaan yang sudah mengikuti tata ruang dan kawasan hutan.
“Kalau deforestasi tidak terencana biasanya disebabkan oleh perusahaan yang ijin diawalnya sudah melanggar tata ruang dan kawasan hutan. Namun kepala daerah mengijinkan dan perusahaan tersebut bisa beroperasi bebas sekalipun melanggar tata ruang,” kata Haryono saat menjelaskan hasil penelitian yang telah dilakukan selama tahun 2012-2013 di Kalimantan Barat (Kalbar) dan Kalteng di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Dia menegaskan, penerapan PP No 60/2012 akan menimbulkan ketidakpastian hukum baru terkait kebun yang telah melanggar RTRWP atau bukan kawasan hutan selain hutan produksi konversi (HPK) atau hutan produksi terbatas (HPT).
“Penerapan PP No 60/2012 hanya akan melegalkan perusakan hutan dan meningkatkan deforestasi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Peraturan Perundang-undangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Didik Herambah, mengatakan, PP No 60/2012 merupakan aturan turunan dari Pasal 19 UU No 41/1999 tentang kehutanan, yang mengatur bagaimana mekanisme peruntukkan dilakukan dalam skala provinsi (RTRWP).
Dirinya menegaskan, hasil penelitian yang diberikan oleh Aidenvironment dan ICW akan segera ditindaklanjuti dengan menyampaikannya kepada Sekjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Dirjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan.
“Namun kita butuh data yang lebih detail terkait perusahaan mana saja yang tidak memenuhi ketentuan RTRWP dan PP No 60/2012,” tegasnya. (Ayu-Abid)