Polri Bidik Pejabat Kemendiknas
Mabes Polri mendalami dugaan korupsi pengadaan sarana dan prasarana di Direktorat Jenderal (Ditjen) Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (PMPTK) senilai Rp142 miliar.
Proyek tersebut terjadi pada 2007 di Kementerian Pendidikan Nasional. Kepala Divisi Humas Polri Irjen Pol Anton Bachrul Alam mengatakan,pada Rabu (28/9) besok, polisi akan memeriksa Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal untuk kedua kalinya.Dia diperiksa sebagai saksi. Pemeriksaan pertama digelar pada Rabu (21/9) lalu. “Pemeriksaan pertama belum selesai,makanya dilakukan pemeriksaan kedua,” ujar Anton di Mabes Polri kemarin. Fasli sempat menjabat sebagai Dirjen PMPTK.Namun saat kasus ini terjadi,dia sudah menjabat sebagai Dirjen Pendidikan Tinggi di Kemendiknas.
Kini,dia duduk sebagai wakil menteri.Menurut Anton, Fasli diperiksa dengan status saksi. Kasus ini sempat ditangani KPK.Namun pada saat menangani kasus ini, komisi antikorupsi itu belum sempat memeriksa Fasli. “Kita kini tengah melakukan pemeriksaan pihak-pihak yang dianggap mengetahui kasus ini. Buktibukti juga sedang kita kumpulkan,” ujar Anton. Nilai kerugian dalam kasus ini tengah diaudit, dengan begitu Polri belum bisa mengungkap dan memastikan nilai korupsi dalam kasus ini.Untuk tersangka,sambung Anton,Polri sudah membidik satu nama pejabat di Kemendiknas. Namun, penyidik masih mengumpulkan bukti-bukti untuk memperkuat sangkaan.
Kasus Kemendiknas ini diduga juga melibatkan mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Akan tetapi, menurut Anton, polisi masih belum menemukan peranan dan keterlibatan Nazaruddin. Polisi sudah memeriksa 100 orang saksi di 17 provinsi untuk kasus ini. “Untuk rekanan proyek belum bisa kita ungkap, masih diaudit,” kata Anton. Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Coruption Watch (ICW) Febri Hendri berharap Polri transparan dan proporsional dalam penanganan kasus ini.Menurutnya, kasus ini bisa menjadi momentum bagi Polri untuk menunjukkan pada masyarakat bahwa lembaga ini bisa menuntaskan kasus korupsi secara proporsional.
Dia juga berharap polisi tidak tebang pilih dalam kasus ini. Siapa pun yang terlibat, baik itu pejabat maupun mantanpejabatdiKemendiknasPolri harus melakukan penyidikan tanpa pertimbangan apapun. “Pada prinsipnya,kita harus percaya pada polisi, meski publik menilai penanganan korupsi di kepolisian lebih lamban dari KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Namun, ini momentum yang tepat untuk membuktikan pada masyarakat,” ujar Febri kepada SINDO kemarin. krisiandi sacawisastra
Sumber: Koran Sindo, 27 September 2011