Politikus Muda Gulirkan Petisi Anti-Gedung Baru DPR
Marzuki Alie dituding melakukan kebohongan publik.
Lima politikus muda lintas fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat menggulirkan petisi menolak pembangunan gedung baru parlemen di Senayan. Mereka menilai gedung baru bukan kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi.
Kelima inisiator itu adalah Budiman Sujatmiko dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Edhy Prabowo (Fraksi Partai Gerindra), Abdul Malik Haramain (Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa), Teguh Juwarno (Fraksi Partai Amanat Nasional), dan Roy Suryo (Fraksi Partai Demokrat). "Karena tidak urgen, kami minta ditunda saja," kata Edhy dalam keterangan pers di gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Edhy dan Teguh menjamin petisi ini akan didukung oleh semua anggota fraksi mereka. Sedangkan Malik yakin semua anggota DPR akan menolak. Tapi, “Saya tak tahu pasti apakah mereka mau menandatangani petisi ini atau tidak.”
Budiman berpendapat ruangan yang ada masih layak ditempati. Dikatakannya, yang dibutuhkan saat ini adalah membangun perpustakaan guna menunjang kinerja DPR.
DPR memutuskan membangun gedung baru dengan alasan untuk mewadahi tambahan staf ahli. Panitia lelang bentukan Sekretariat Jenderal DPR telah menetapkan 11 perusahaan peserta--dan enam di antaranya badan usaha milik negara. Gedung baru senilai Rp 1,138 triliun itu rencananya dibangun setinggi 36 lantai dan berisi 600 ruangan.
Penolakan dari sejumlah fraksi menguat terkait dengan kritik keras dari masyarakat dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat. Beberapa partai politik akhirnya juga menyatakan penolakan mereka. Ketua DPR Marzuki Alie menyebutkan para penolak hanya mencari simpati publik. Menurut dia, proyek ini sudah disetujui sejak DPR periode 2004-2009 dan dikuatkan oleh sidang paripurna dan BURT DPR beberapa waktu lalu. Siang ini rencananya akan diadakan rapat konsultasi pemimpin DPR, fraksi-fraksi, dan BURT untuk membahas kelanjutan proyek ini.
Anggota DPR periode 2004-2009 dari PAN, Alvin Lie, menuding Marzuki melakukan kebohongan publik. Dia menegaskan parlemen periode sebelumnya tidak pernah merekomendasikan pembangunan gedung baru. "Kami hanya merekomendasikan ada grand design kompleks DPR," katanya kemarin. Ia didampingi sesama anggota Tim Peningkatan Kinerja DPR RI periode itu, yakni Darul Siska (Golkar), Eva Kusuma Sundari (PDI Perjuangan), dan Junisab Akbar (Partai Bintang Reformasi).
Menurut Darul Siska, grand design diperlukan karena kawasan politik Senayan seluas 72,8 hektare beralih fungsi. Kawasan politik meliputi kompleks DPR, Manggala Wanabakti, TVRI, sampai Taman Ria Senayan. Junisab pun menyatakan tak pernah ada sayembara desain gedung.
Lembaga Advokasi Hukum Indonesia Raya (Laskar Gerindra) kemarin mengajukan gugatan warga negara terhadap DPR di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat atas rencana pembangunan gedung baru. Penggugat, Arief Poyuono dan Adi Partogi Singal Simbolon, menggunakan Pasal 3 ayat 1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. FEBRIYAN | ARIE F| JOBPIE S
Sumber: Koran Tempo, 5 April 2011