Polisi Ringkus Amirul Yusuf Suharto Pencuri Berkas Pajak
SATU per satu anggota sindikat dari internal pajak dipereteli oleh Satreskrim Polwiltabes Surabaya. Setelah Suhertanto (KPP Karangpilang), Edwin (Kasi Penagihan KPP Rungkut), dan Dino Armanto (IT KPP Mulyorejo), kemarin polisi meringkus Amirul Yusuf Suharto, PHL (pegawai harian lepas) Kasi Pelayanan KPP Rungkut.
Warga Menur Pumpungan, Surabaya, yang biasa dipanggil Irul tersebut ditangkap karena menjadi salah satu bagian dari sindikat orang dalam pajak yang beraksi melalui modus ganti nama WP (wajib pajak). Dengan penangkapan Irul, jaringan mafia pajak Suhertanto-Edwin-Dino Armanto semakin jelas.
Irul berperan sebagai pencuri berkas ketetapan pajak di Kasi Pelayanan untuk diserahkan ke Suhertanto agar dimusnahkan (sebelum dimusnahkan, disita polisi dulu). Mengapa Irul harus mencuri data?
Menurut Suhertanto, dalam modus ganti nama WP, harus ada kesesuaian antara data di server database dan berkas fisik ketetapan pajak. Kalau ada perbedaan sedikit, lanjut Suhertanto, data tersebut menimbulkan kecurigaan dan bisa terlacak kalau telah dimanipulasi orang dalam.
Suhertanto menjelaskan, sesuai dengan sistem di perpajakan, sebelum menjadi ketetapan pajak tertunggak, sebuah berkas harus dicek dulu oleh Kasi Pemeriksa dari Kasi Pelayanan. ''Dari pemeriksaan itulah, kemudian muncul ketetapan pajak. Hasilnya diserahkan lagi ke Kasi Pelayanan,'' kata Suhertanto, menguraikan jejaring mafianya.
Dari Kasi Pelayanan muncul tiga surat. Yang pertama surat teguran pertama ke WP. Bila tidak diindahkan, muncul surat kedua yang diberi nama surat paksa. Isinya meminta WP melunasi pajak selambat-lambatnya 1 x 24 jam. Yang ketiga adalah surat sita yang di-file-kan tersebut.
Nah, WP-WP yang menunggak itulah yang menjadi sasaran mafia pajak tersebut. PT Mrd, misalnya. Perusahaan yang mempunyai tunggakan Rp 800 juta itu Selasa malam lalu (20/4) diperiksa dan mengakui semuanya. PT Mrd mengaku didatangi tiga orang. Yakni, Kasi Penagihan KPP Rungkut Edwin, dan dua juru sitanya, Suhertanto dan Isk (diinisialkan karena masih buron, Red).
Kedua belah pihak bernegosiasi dan keluarlah angka Rp 250 juta. Akhirnya, tunggakan pajak PT Mrd terselesaikan. Namun, masih ada satu hal yang mengganjal meski data di server database sudah aman. Yakni, berkas-berkas ketetapan pajak sebelumnya yang ada di Kasi Pelayanan. ''Kan lucu, data di server sudah klir, tapi berkas ketetapan pajaknya masih ada tunggakan. Nanti terlacak,'' paparnya.
Untuk itu, Edwin meminta Irul mencuri berkas data di Kasi Pelayanan. Imbalannya Rp 2 juta. Memanfaatkan kelengahan kolega sesama penjaga ruang Kasi Pelayanan, Irul mencuri bundel data ketetapan pajak tersebut.
Selanjutnya, Irul menyerahkan berkas ketetapan pajak yang masih asli tersebut ke Suhertanto untuk dimusnahkan. Dari sinilah aksi para sindikat pajak tercium aparat. Karena itu, sebelum berkas dimusnahkan, Suhertanto dibekuk polisi, sehingga data ketetapan pajak tersebut justru menjadi barang bukti.
Di bagian lain, pemeriksaan terhadap Edwin dan Dino Armanto berjalan alot. Dino, yang dikenal koleganya sebagai programmer pajak paling andal di Surabaya, tetap membantah keterkaitan maupun keterlibatannya. Kepada penyidik, Dino mengaku tidak mengetahui apa-apa dan tidak pernah mendapat order untuk mengubah data tersebut.
Sedangkan Edwin kemarin sudah melunak. Kepada penyidik, dia mengaku beberapa kali melakukan kejahatan tersebut. ''Hanya, dia (Edwin, Red) belum membuka semuanya,'' ucap seorang petugas yang ikut menangani kasus itu.
Sementara itu, Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo belum mau menjelaskan secara terbuka hasil perkembangan penyidikannya. ''Memang betul sudah ada penangkapan satu lagi. Tapi, nanti saja. Belum semua jaringan terungkap,'' tandasnya.
Fakta baru kasus ini justru disampaikan Siswanto, salah satu tersangka sindikat pajak di Surabaya yang diduga berperan sebagai produsen validasi fiktif. Menurut kuasa hukumnya, M. Sholeh, setidaknya ada lima instansi pemerintahan yang ikut menjadi korban sindikasi validasi palsu untuk mendapatkan SSP (surat setoran pajak, Red) Siswanto cs tersebut.
Menurut Sholeh, di antara lima lembaga tersebut adalah KPUD Surabaya, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, dan Bappeko. ''Itu seingat saya. Dua lainnya tidak hafal. Yang jelas, klien kami sangat kooperatif dalam pemeriksaan,'' paparnya.
Sholeh mengatakan, pihaknya sudah terang-terangan menyerahkan semua bukti dan informasi dari kliennya. Yakni, 150 lembar validasi palsu dan nama-nama perusahaan yang menjadi korban. Termasuk lima instansi pemerintahan tersebut. ''Bahkan, nama Suhertanto itu klien kami yang memberikan. Meski untuk itu, Suhertanto sempat meneror klien kami. Jadi, saya minta masyarakat bisa memahami posisi Siswanto,'' tandasnya.
Untuk itu, Sholeh juga meminta polisi mengusut tuntas jaringan mafia pajak dari orang dalam pajak sendiri. ''Memang saya tak menutupi bahwa klien saya memang salah. Tapi, yang lebih jahat adalah orang dalam pajak itu sendiri. Tanpa mereka (oknum orang pajak, Red), kejahatan ini tak mungkin terjadi,'' paparnya.
Sholeh juga meminta masyarakat tak menghakimi Siswanto sebagai otaknya. ''Percayalah, klien kami ini orang luar pajak yang tak akan bisa bermain mafia pajak bila tak ada orang dalam. Memang dia bersalah, saya akui itu. Tapi, tolong letakkan kesalahan ini secara proporsional,'' tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kasatreskrim Polwiltabes Surabaya AKBP Anom Wibowo mengatakan, pihaknya berjanji mengungkap tuntas kasus tersebut. ''Tanpa diminta pun kami pasti akan membongkar jaringan ini. Kami tidak main-main dan sangat serius menanganinya,'' urainya.
Keseriusan ini dibuktikan dengan adanya dua unit yang dikerahkan untuk menyelidiki dan menyidik kasus ini. Yakni, unit pidum (pidana umum) dan unit pidkor (pidana korupsi). ''Ini berarti kami all out,'' tandasnya.
Soal proporsi penanganan terhadap Siswanto sebagaimana yang dikatakan Sholeh, Anom mengatakan selalu profesional. ''Silakan lihat aja sendiri. Kami profesional dan proporsional,'' ucap perwira dengan dua mawar di pundak tersebut. (ano/c2/iro)
Sumber: Jawa Pos, 22 April 2010