Pilah Alat Bukti, KPK Gandeng PPATK

Dugaan Suap Pemilihan DGS Bank Indonesia

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyidikan dugaan suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior (DGS) Bank Indonesia (BI) Miranda Goeltom. Komisi kemarin mulai memilah alat bukti yang telah didapat. Di antaranya, bukti pencairan cek perjalanan yang diserahkan ke Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Kami memilah data PPATK, mana yang bisa jadi alat bukti di persidangan nanti," ucap Juru Bicara KPK Johan Budi S.P. kemarin. Sebelumnya Ketua PPATK Yunus Husein mengungkapkan bahwa cek perjalanan yang menyebar di DPR tersebut berjumlah 480 lembar. Sebanyak 102 orang terlibat menguangkan cek itu.

Namun, tidak semuanya mencairkan cek itu sendiri. Hanya 10 legislator yang dilaporkan menguangkannya sendiri. Sisanya, ada yang memanfaatkan pihak lain, seperti mahasiswa atau sopir. "Nanti kami lihat lagi bagaimana data itu," jelasnya.

Soal langkah pembuktian yang lain, termasuk memeriksa empat tersangka - Hamka Yandhu, Dudhi Makmun Murad, Endin A.J. Sofihara, dan Udju Djuhaeri- Johan mengaku belum bisa memastikan waktunya. Demikian halnya dengan pemeriksaan Miranda. "Tidak tertutup kemungkinan diperiksa," urainya.

Kasus ini mencuat September 2008. Saat itu Agus Condro membeberkan adanya dugaan suap pasca pemilihan Miranda Goeltom. Mantan politikus PDI Perjuangan itu mengaku menerima 10 lembar cek perjalanan dengan total nilai Rp 500 juta. Namun, penanganan KPK terhadap kasus itu terkesan lamban. KPK hanya menaikkan penanganan menjadi penyelidikan dan mencekal beberapa orang. Penetapan tersangka baru dilakukan sepuluh bulan kemudian.

Sementara itu, KPK kemarin mengaku belum menerima permintaan perlindungan dari Agus Condro, pelapor dugaan korupsi pemenangan DGS BI. ''Perlindungan kami berikan kalau ada permintaan. Kami belum menerimanya," jelasnya.

Perlindungan wajar diberikan karena posisi ganda Agus Condro. Di satu sisi, dia pelapor kasus korupsi sehingga harus dilindungi. Di sisi lain, Agus terang-terangan mengakui menerima cek perjalanan senilai Rp 500 juta. Soal ini, KPK bisa menggandeng Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). (git/iro)

Sumber: Jawa Pos, 16 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan