Perpres Bisnis TNI Tanpa Tenggat
Pemerintah mengklaim, amanat Pasal 76 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia telah dilaksanakan begitu Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2009 tentang Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI ditandatangani dan diberlakukan. Namun, perpres tersebut tidak menetapkan tenggat pelaksanaan proses pengambilalihan.
Penegasan itu dilontarkan dalam jumpa pers, Rabu (14/10), yang digelar Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono di Departemen Pertahanan. Turut hadir sejumlah pejabat terkait, seperti Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu dan Wakil Sekretaris Kabinet Lambock V Nahatthands.
Juwono meminta semua pihak tidak secara kaku melihat tenggat pengambilalihan bisnis TNI seperti tercantum dalam Pasal 76 UU TNI. Pasal itu memang menetapkan tenggat lima tahun begitu UU TNI diberlakukan, yaitu 16 Oktober 2004.
”Jadi, dari segi kebijakan pemerintah, hal itu tidak ada batas waktu mati 16 Oktober. Tanggal itu hanyalah ketentuan hukum sementara,” ujar Juwono.
Tidak adanya tenggat, menurut Said, lantaran langkah pengambilalihan setiap unit bisnis, seperti koperasi, yayasan, atau unit usaha berbentuk perseroan terbatas (PT), akan dilakukan sesuai dengan aturan UU masing-masing. Jadi, bukan peraturan presiden (perpres) yang akan mengatur pengambilalihan bisnis. Hal itu karena unit bisnis berbentuk PT hanya bisa dibubarkan atau diambil alih menggunakan mekanisme rapat umum pemegang saham. Begitu juga terkait koperasi atau yayasan. ”Dengan begitu, jangan sampai perpres melanggar UU lain,” ujar Said.
Menurut Said, sulit mengatakan berapa lama proses pengambilalihan akan dilaksanakan. Semua proses itu nantinya akan sangat terkait dengan proses dan upaya hukum. Proses itu bisa berlangsung selama setahun, dua tahun, atau bahkan sampai 10 tahun.
Tim pengendali
Dalam perpres itu diatur tentang pembentukan Tim Pengendali Pengambilalihan Bisnis TNI oleh Menteri Pertahanan selambat-lambatnya 30 hari setelah perpres disahkan. Tim pengendali itu nantinya akan menjalankan seluruh proses pengambilalihan.
Dalam Pasal 4 Perpres Bisnis TNI disebutkan, proses pengambilalihan dilakukan melalui tiga cara. Pertama, pengambilalihan aktivitas bisnis yang dimiliki dan dikelola langsung oleh TNI. Kedua, penataan koperasi dan yayasan di lingkungan TNI. Ketiga, penataan pemanfaatan barang milik negara (BMN) di lingkungan TNI.
Terkait dengan keberadaan koperasi dan yayasan di lingkungan TNI, perpres memberikan kewenangan kepada tim pengendali untuk menggabungkan atau membubarkan sesuai dengan ketentuan UU masing-masing, yaitu UU Koperasi atau UU Yayasan. Sementara terkait BMN, penataannya ditetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan.
Untuk mengunci kemungkinan terjadinya pengalihan aset milik negara oleh koperasi atau yayasan, dalam perpres diatur tidak boleh ada lagi pengalihan aset hingga seluruh proses penataan selesai.
Dari hasil inventarisasi Tim Pelaksana Tim Nasional Pengambilalihan Bisnis (PAB) TNI sebelumnya diketahui, aktivitas bisnis TNI memiliki total nilai aset sebesar Rp 3,2 triliun dengan nilai kewajiban sebesar Rp 1 triliun.
Saat itu Timnas PAB TNI juga menginventarisasi sebanyak 1.321 koperasi dan 23 yayasan di lingkungan TNI dengan total pemanfaatan BMN sebanyak 1.618 pemanfaatan tanah, 3.470 bidang tanah bangunan, dan 6.699 pemanfaatan gedung bangunan. Selain itu, total kontribusi yang diberikan ke kesejahteraan prajurit sepanjang tahun 2007 mencapai Rp 267 miliar.
Secara terpisah, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso menyambut baik perpres. ”Saya kira adalah satu langkah maju untuk menuntaskan reformasi internal TNI dan kami sambut gembira dan segera melaksanakannya,” kata Djoko.
Untuk merespons hal ini, TNI telah membuat program baru yang berkaitan dengan kesejahteraan prajurit, yaitu program remunerasi. Program ini diharapkan bisa menjadi sarana untuk meningkatkan penerimaan prajurit. ”Mudah-mudahan pemerintah bisa menerima dan merealisasikannya tahun depan,” kata Djoko. (EDN/dwa)
Sumber: Kompas, 15 Oktober 2009
----------------
Tim Pengendali Bisnis TNI Dibentuk
by : Adhitya Cahya Utama
Gaji prajurit perlu dinaikkan sebagai kompensasi dialihkannya usaha militer.
Pemerintah segera membentuk Tim Pengendali Aktivitas Bisnis Tentara Nasional Indonesia (TNI). "Tim akan memilah-milah mana usaha militer yang diluruskan, mana yang diambilalih," kata Wakil Sekretaris Kabinet Lambock Nahatands saat jumpa pers di Departemen Pertahanan (Dephan), Jakarta, Rabu (14/10).
Tim yang bertanggung jawab pada Menteri Pertahanan tersebut menjadi amanat Peraturan Presiden (Perpres) nomor 43/2009 tentang Pengambilalihan Aktivitas Bisnis TNI yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Minggu (11/10) lalu.
Dia mengatakan, keluarnya perpres membuat seluruh usaha militer berada di bawah kendali Dephan. Tim pengendali yang menjadi kepanjangan tangan Dephan untuk menertibkannya.
Perpres mencakup tiga hal prinsip, yakni pengambil alihan atas seluruh bisnis yang dimiliki dan dikelola secara langsung oleh TNI, penataan koperasi dan yayasan, serta penataan atas pemanfaatan barang milik negara yang berada di lingkungan militer. "Tim yang akan mengawasi keseluruhan proses," katanya.
Lambock menambahkan, selama penataan koperasi dan yayasan, pengurus dilarang mengalihkan atau membagikan kekayaan unit usaha seperti saham, penyertaan modal, atau aset tetap pada siapapun, kecuali dengan persetujuan menteri pertahanan.
Sesuai amanat peraturan, tim paling lama dibentuk 30 hari setelah berlakunya peraturan. Anggotanya terdiri atas wakil Dephan, Departemen Keuangan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan TNI.
"Tapi tetap terbuka masuknya anggota independen lewat kelompok kerja yang dapat dibentuk sesuai kebutuhan," kata Sekretaris Menteri Negara BUMN Said Didu.
Dia mengatakan, lamanya pembahasan perpres disebabkan masalah hukum dan bisnis. Secara hukum, "berwarnanya" unit-unit bisnis menjadi persoalan tersendiri. Masing-masing unit, seperti perseroan terbatas, koperasi, dan yayasan memerlukan jalan keluarnya yang berbeda sesuai undang-undangnya.
"Kami sangat hati-hati supaya tidak menabrak ketentuan yang berlaku atau undang-undang lainnya," kata Didu.
Begitu pula terkait bisnis. Pemerintah tidak ingin serta merta mengambilalih seluruh bisnis TNI. Penelitian mendalam diperlukan untuk mengetahui tidak ada unit yang masih berutang. Jangan malah membebani keuangan pemerintah.
"Harus dapat menyelesaikan masalah, tanpa masalah," katanya.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono mengatakan batas waktu 16 Oktober 2009 sesuai amanat Undang-undang TNI tidak bisa dijadikan patokan mati. "Hanya sebagai kerangka hukum formal," kata dia.
Setelah menggelinding dalam dunia nyata, kata dia, prosesnya akan lewat waktu karena transisinya memerlukan perubahan konkret. "Payung hukum (perpres) harus terus ditindaklanjuti," katanya.
Juwono mengatakan, dalam waktu dekat, Dephan akan mengeluarkan peraturan menteri pertahanan sebagai acuan teknis pelaksanaan di lapangan.
Secara terpisah, Panglima TNI Jenderal Djoko Santoso mengatakan pihaknya juga tengah merumuskan peraturan panglima TNI yang disesuaikan dengan Perpres dan peraturan menteri pertahanan. "Salah satu poinnya, melakukan pengawasan internal terhadap pelaksanaan pengalihan," katanya.
Dia berjanji konsisten dengan keputusan pemerintah terkait pengalihan bisnis TNI. "Akan ikuti apa pun yang telah diputuskan," kata Djoko.
Dia menjelaskan renumerasi atau perbaikan struktur gaji mutlak dilakukan sebagai kompensasi dialihkannya unit usaha militer. Dengan peningkatan kesejahteraan, kata dia, prajurit tidak perlu lagi berbisnis.
"Kami hanya fokus pada tugas pokoknya agar profesional," kata Djoko.
Sumber: Jurnal Nasional, 15 Oktober 2009