Perppu Jangan Jadi Komoditas Politik

Peraturan pemerintah pengganti undang-undang atau perppu yang akan dikeluarkan, apabila pembahasan Rancangan Undang-Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi jangan dijadikan sebagai komoditas politik. Sesuai putusan Mahkamah Konstitusi, RUU itu harus diundangkan sebelum tanggal 19 Desember 2009.

”Jangan ada ancaman, jika saya tak menang, perppu akan saya keluarkan. Kondisi itu sama saja perppu menjadi sandera atau komoditas politik,” kata Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki, Selasa (23/6), dalam temu pers di Jakarta.

Selain Teten, berbicara pula Dadang Tri Sasongko dari Kemitraan untuk Reformasi Pemerintahan, Danang Widoyoko dari Indonesia Corruption Watch (ICW), dan Wahyudi Djaffar dari Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN). Mereka tergabung dalam Koalisi Penyelamat Pemberantasan Korupsi.

Koalisi menyatakan prihatin terhadap lambannya pembahasan RUU Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) di DPR. Padahal, DPR tinggal bersidang sekitar empat bulan lagi.

Koalisi juga berharap Panitia Khusus RUU Pengadilan Tipikor yang akan melakukan rapat kerja dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta dan Jaksa Agung Hendarman Supandji, Rabu ini, dapat menyelesaikan RUU itu lebih progresif dan substantif.

Menurut Teten, baik Susilo Bambang Yudhoyono, Jusuf Kalla, maupun Megawati Soekarnoputri, yang partai politiknya menguasai DPR dan sebagai calon presiden, sebenarnya bisa melakukan percepatan RUU Pengadilan Tipikor.

Dadang menyatakan, lambannya pembahasan RUU Pengadilan Tipikor menunjukkan ketiga calon presiden itu tak memiliki kepedulian pada nasib pemberantasan korupsi di negeri ini.

Danang menyayangkan, sebab arah pembahasan RUU itu cenderung mundur, sebab DPR kini mempertanyakan Pengadilan Tipikor. (SEM/ANA/MDN)

Sumber: Kompas, 24 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan