Percepat Pengusutan; Empat Anggota DPR 1999-2004 Jadi Tersangka Suap

Komisi Pemberantasan Korupsi perlu mempercepat pengusutan dugaan suap saat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, seperti yang dilaporkan mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Agus Condro Prayitno. Dengan demikian perkara itu dipastikan dapat diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

”Untuk itu, empat anggota DPR periode 1999-2004 yang ditetapkan sebagai tersangka harus segera ditahan dan berkasnya dilimpahkan ke pengadilan pada September. Jadi pada Desember perkara ini bisa diputus di pengadilan tingkat pertama,” kata Emerson Yuntho dari Indonesia Corruption Watch (ICW), Selasa (9/6) di Jakarta.

Itu perlu dilakukan karena jika sampai 19 Desember 2009 belum ada dasar hukum terkait Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), keberadaan pengadilan itu akan berakhir. Adapun kinerja pengadilan umum dalam pemberantasan korupsi masih belum seperti yang diharapkan.

Pernyataan ini disampaikan setelah KPK menetapkan empat anggota DPR periode 1999-2004 sebagai tersangka kasus suap, seperti yang dilaporkan Agus Condro. Mereka adalah Hamka Yandhu dari Fraksi Partai Golkar, Dudhie Makmun Murod (Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Endin Soefihara (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan), dan Udju Djuhaeri dari Fraksi TNI/Polri.

Dalam laporan pada Agustus 2008, Agus mengaku menerima 10 lembar cek perjalanan, masing-masing Rp 50 juta, sesaat setelah pemilihan Deputi Gubernur Senior BI yang dimenangi Miranda S Goeltom pada Juni 2004.

Pada September 2008 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) memberikan laporan ke KPK tentang 480 cek perjalanan, masing-masing senilai Rp 50 juta, yang diduga beredar di sekitar cek yang dilaporkan Agus.

Kepala PPATK Yunus Husein mengatakan, ada 102 orang yang mencairkan cek itu. Sekitar 10 orang di antaranya adalah anggota DPR periode 1999-2004. Sisanya adalah keluarga pejabat, mahasiswa, hingga sopir. Nilai cek yang dicairkan Rp 24 miliar.

Wakil Ketua KPK M Jasin mengatakan, keempat tersangka yang ditetapkan tersebut diduga menerima aliran uang. Tentang kemungkinan ada tersangka lain, ia menyatakan, hal itu akan berkembang pada pemeriksaan di persidangan nanti.

Berinisial ”N”
”Pemberinya seseorang berinisial N, tetapi belum tahu uang itu dari mana asalnya. Itu nanti akan terungkap di pemeriksaan. N masih sebagai saksi. Namun, KPK selalu mengusut pemberi dan penerima,” tutur Jasin. Dia menambahkan, pemberian itu terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI.

Keterangan yang diperoleh Kompas, N diduga inisial dari Nunun Nurbaiti, istri mantan Wakil Kepala Polri Adang Daradjatun. KPK pernah meminta klarifikasi Nunun dalam kasus ini pada 9 Oktober 2008.

Saat itu, menurut Petrus Bala Pattyona, penasihat hukum Nunun, kliennya diminta memberikan klarifikasi karena diduga mengetahui distribusi uang dalam dugaan suap yang dilaporkan Agus (Kompas, 10/10/2008).

Secara terpisah, Agus Condro mengaku bersyukur atas langkah KPK yang menetapkan empat tersangka dalam kasus yang dilaporkannya. Langkah KPK itu membuktikan, yang dilaporkannya bukan fitnah atau karangan cerita. Penetapan empat tersangka itu juga adil sebab aliran dana tidak hanya untuk anggota Fraksi PDI-P.

Agus Condro yang dihubungi di Batang (Jawa Tengah), Selasa, menambahkan, KPK dapat saja menetapkan tersangka baru lagi. ”Tetapi, alhamdulillah. Artinya, saya tidak ngarang-ngarang,” kata dia lagi.

Sebagai pelapor dugaan suap itu, Agus bukannya dihargai oleh fraksinya. Ia bahkan ditarik dari DPR dan digantikan dengan anggota lain.

Dugaan Agus, sekalipun baru empat tersangka, KPK mengincar terlebih dulu mereka yang diduga membagi-bagikan uang suap tersebut. Jika diusut lebih lanjut, bisa saja kemudian para tersangka itu mengungkap siapa saja yang menerima dan terutama sumber dana suap tersebut. ”Bisa saja muncul bukti-bukti tambahan dalam pemeriksaan nanti,” kata Agus. (nwo/dik)

Sumber: Kompas, 10 Agustus 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan