Peraturan Pengalihan Bisnis TNI Diteken
Keluarnya peraturan presiden diharapkan disertai dengan aturan pelaksanaan.
Peraturan presiden tentang pengalihan bisnis Tentara Nasional Indonesia telah diteken oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Pertahanan Brigadir Jenderal Slamet Hariyanto, peraturan tersebut sudah keluar dan ditandatangani Presiden pada Senin lalu. ”Rencananya, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono akan mengumumkannya kepada publik pada Rabu ini,” ujar Slamet kepada wartawan di Jakarta kemarin.
Namun, Slamet belum bisa menjelaskan secara detail isi peraturan tersebut. Alasannya, dia belum melihat isi peraturan presiden yang mengatur pengalihan bisnis TNI tersebut. Slamet hanya berujar,”Tapi sepertinya isi peraturan itu sama dengan apa yang selama ini disampaikan.”
Kepala Pusat Penerangan TNI Marsekal Muda Sagom Tamboen juga mengatakan belum bisa berkomentar. Sebab, dia mengaku hingga kini belum menerima kabar soal keluarnya peraturan presiden tersebut. ”Karena itu, sulit untuk berkomentar," ujarnya.
Pengalihan bisnis TNI diamanatkan dalam Pasal 76 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI. Dalam pasal 76 undang-undang itu disebutkan, pemerintah mengambil-alih bisnis TNI dalam lima tahun. Langkah awal, pemerintah membentuk Tim Nasional Pengalihan Aktivitas Bisnis.
Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono pada pekan lalu menyatakan, peraturan presiden tentang pengalihan bisnis TNI hanya berisi satu poin utama, yakni kendali pengawasan terhadap usaha, koperasi, dan yayasan milik TNI yang ada di Departemen Pertahanan. Ihwal mekanisme pengalihannya, menurut Juwono, akan diatur dalam peraturan menteri pertahanan.
Sagom menambahkan, TNI senang bila keluarnya peraturan presiden itu disertai dengan aturan pelaksanaannya. Menurut dia, hal itu agar tidak menimbulkan kerancuan. ”Apa yang disebut bisnis TNI dan yang mana saja yang akan diambil alih,” ujarnya. Sagom berharap, koperasi dan yayasan milik TNI pada masa mendatang akan dikelola pemerintah sesuai dengan undang-undang yang berlaku. ”Jangan sampai ada batas-batas yang merugikan TNI,” ujarnya.
Perihal pendapat beberapa pengamat yang menilai TNI seharusnya juga tak berkoperasi dan beryayasan, seperti yang diamanatkan Undang-Undang TNI, Sagom mengatakan pendapat itu kurang tepat. Menurut dia, dalam Undang-Undang TNI tidak disebutkan larangan berkoperasi dan berbisnis. ”Ini kan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Departemen Pertahanan Letnan Jenderal Sjafrie Sjamsoeddin mengatakan aturan pendukung untuk mekanisme pengalihan bisnis, selain peraturan Menteri Pertahanan, adalah peraturan Menteri Keuangan dan peraturan Panglima TNI. Sjafrie juga memastikan koperasi dan yayasan TNI akan dijalankan sesuai dengan peraturan. ”Prajurit aktif tak akan terlibat lagi dalam pengelolaan,” dia menegaskan. Titis Setianingtyas
Sumber: Koran Tempo, 14 Oktober 2009