Penyuapan di DPR; KPK Harus Periksa Jhony Allen
Kasus dugaan suap yang melibatkan anggota Komisi V DPR, Abdul Hadi Djamal, jangan sampai menjadi bola liar. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi harus memeriksa semua pihak yang diduga terlibat dalam kasus ini, terutama yang namanya sudah tersebar ke masyarakat, seperti anggota DPR dari Partai Demokrat, Jhony Allen Marbun.
”Jika Jhony Allen tidak segera diperiksa, bisa muncul pendapat liar, yang menjelang pemilu seperti sekarang, mudah dipolitisasi sejumlah pihak. Itu bisa membuat kebenaran material dalam kasus ini menjadi sulit diungkap dan merusak kredibilitas Komisi Pemberantasan Korupsi,” kata pengajar di Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, Saldi Isra, Rabu (11/3) di Jakarta.
Pendapat liar itu, seperti Jhony Allen tak diperiksa, sebab berasal dari Partai Demokrat yang berkuasa atau pengusutan kasus itu akan dibarter dengan kasus lain. ”Penegak hukum tugasnya membuat sesuatu jadi jelas. Jika ada pimpinan KPK menyebut dugaan keterlibatan Jhony Allen dan sampai sekarang dia belum diperiksa, KPK bisa dituding ikut sandiwara korupsi di Indonesia,” kata Saldi.
Dugaan keterlibatan Jhony Allen dalam kasus itu awalnya diungkap Wakil Ketua KPK M Jasin. Dia mengatakan, saat diperiksa, Abdul Hadi mengaku pernah memberikan uang Rp 1 miliar kepada Jhony Allen pada 27 Februari 2009 (Kompas, 4/3).
Wakil Ketua KPK Bibit Samad Rianto mengaku tidak dapat berkomentar atas dugaan keterlibatan Jhony Allen. Yang pasti, pengembangan kasus yang melibatkan Abdul Hadi masih terus dilakukan dan berbagai alat bukti masih terus dikumpulkan.
Secara terpisah, guru besar hukum pidana dari Universitas Krisnadwipayana, Jakarta, Indiyanto Seno Adji, menduga, KPK belum memanggil Jhony Allen karena masih mencari tambahan bukti atas dugaan keterlibatannya. Namun, KPK setidaknya sudah memiliki satu bukti, yaitu pengakuan Abdul Hadi. Pengakuan Hontjo Kurniawan, rekanan Departemen Perhubungan, yang mengaku memberikan dana kepada Abdul Hadi tak hanya sekali, juga bisa dipakai.
”Alat bukti lain, seperti hasil penyadapan, mungkin juga dimiliki KPK sehingga dalam kasus ini KPK mungkin sudah memiliki dua alat bukti,” katanya. (nwo)
Sumber: Kompas, 12 Maret 2009