Penyidikan Kasus Penganiayaan Aktivis ICW Jalan di Tempat
Tiga bulan berlalu sejak penganiayaan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama Satrya Langkun. Namun hingga kini perkembangan kasus ini belum menampakkan hasil berarti. Bahkan, proses penyidikan oleh aparat gabungan dari Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya seakan jalan di tempat.
Selasa (16/11), sejumlah aktivis dari ICW, LBH Jakarta dan Kontras, menemui Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Boy Rafli Amar untuk mendesak penyelesaian kasus penganiayaan Tama.
Koordinator Kontras, Aris Azhar, mengatakan, tim penyidik bergerak lamban menangani kasus ini, padahal, saat kasus ini terkuak di media pada akhir Juli lalu, perhatian publik begitu besar. Termasuk, dukungan langsung dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Bambang Hendarso Danuri yang saat itu masih menjabat Kapolri.
"Namun ternyata, amunisi dukungan politik dari presiden belum menjadi dorongan untuk pengungkapan kasus penganiayaan Tama ataupun kasus rekening gendut petinggi Polri," ujar Aris Azhar, di kantor Polda Metro Jaya, jalan Jenderal Sudirman, Jakarta.
Aris meminta penyidik bergerak lebih cepat mengusut kasus ini karena telah ada cukup bukti yang mengarah kepada identitas pelaku. Hasil temuan tim dari LBH Jakarta, Kontras dan ICW, kata Aris, menunjukkan adanya pola kejadian yang mengarahkan kepada pelaku penganiayaan.
Mewawancarai saksi-saksi, tim telah mengumpulkan bukti bahwa memang ada teror sebelum terjadinya kasus penganiayaan terhadap Tama. "Ada indikasi bahwa Tama memang sudah dijadikan target," ujar Aris.
Miskomunikasi
Lambannya proses penyidikan oleh aparat gabungan, disinyalir terjadi karena adanya miskomunikasi antara penyidik dari Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya.
Aktivis LBH Jakarta, Nurkholis, mengatakan, pihaknya kesulitan meminta keterangan perkembangan kasus Tama dari tim penyidik. "Seperti di-ping-pong, antara Polres Jaksel dan Polda," ujarnya.
Wakil koordinator ICW, Emerson Yuntho, juga mengeluhkan miskoordinasi antara Polda dan Polres, yang membuat proses penyelidikan dan penyidikan tersendat.
Kepada Boy Rafli, tim dari LBH Jakarta, Kontras dan ICW, meminta difasilitasi untuk terlibat dalam proses penanganan kasus ini. Tim juga memberikan hasil investigasi mereka untuk menjadi bahan kajian penyidik.
Menanggapi desakan publik, Boy Rafli mengatakan penuntasan kasus penganiayaan di pagi buta ini terkendala kurangnya saksi dan bukti. "Belum ada informasi yang akurat, valid, yang bisa mengarahkan penyidik kemana harus melangkah untuk menemukan pelaku," ujar Boy.
Hambatan itu, kata Boy terjadi karena penyidik kesulitan mengumpulkan bukti guna mengidentifikasi pelaku. "Kejadiannya terjadi dini hari, sepi. Selain itu, menurut penuturan Saudara Tama, pelaku mengenakan helm tertutup," ujarnya.
Sejauh ini, kata Boy Rafli, penyidik telah melakukan olah TKP dan mengumpulkan informasi dari masyarakat. "Proses penyelidikan dan penyidikan tidak pernah berhenti," Boy menegaskan. Farodlilah