Penonaktifan Pejabat Harus Perhatikan Prosedur dan Mekanisme yang Berlaku
Respons Rekomendasi DPR Kasus Century
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) belum akan menonaktifkan sejumlah pejabat yang dinilai DPR bertanggung jawab dalam kasus dugaan tindak pidana atas bailout Bank Century. Penonaktifan baru dilakukan jika pejabat yang bersangkutan sudah menjadi terdakwa dalam kasus hukum terkait.
Itu disampaikan Menko Polhukam Djoko Suyanto di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (22/3). Menurut Djoko, sikap pemerintah tersebut merupakan tanggapan atas imbauan dan rekomendasi parlemen yang tertuang dalam surat ketua DPR tentang persetujuan DPR terhadap kesimpulan dan rekomendasi Panitia Khusus (Pansus) Hak Angket tentang pengusutan kasus Bank Century.
''Penonaktifan pejabat negara yang diduga terlibat harus memperhatikan prosedur dan mekanisme yang berlaku dan diatur dalam UU,'' kata Menko Polhukam Djoko Suyanto setelah menyampaikan rekomendasi kepada Presiden SBY kemarin. Djoko bersama Kapolri Jenderal Pol Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Menkum HAM Patrialis Akbar, dan Kepala BPKP Didi Widayadi ditugasi presiden untuk merumuskan sikap pemerintah atas rekomendasi DPR.
Djoko menjelaskan, dengan memegang asas praduga tidak bersalah serta undang-undang, pejabat akan berhenti sementara bila menjadi terdakwa. Jika dinyatakan bersalah oleh pengadilan, pejabat itu akan berhenti tetap. Dalam rekomendasi DPR tersebut, dua pejabat disebut bertanggung jawab, yakni Wapres Boediono dan Menkeu Sri Mulyani Indrawati.
Djoko menuturkan, secara umum pemerintah menghormati rekomendasi parlemen itu. ''Tidak ada sedikit pun pandangan pemerintah untuk tidak menghormati dan tidak menghargai pandangan yang disampaikan dewan,'' tegasnya.
Pemerintah juga menanggapi setiap rekomendasi yang disampaikan DPR. Terhadap pengusutan pihak-pihak yang bertanggung jawab, presiden telah menyerahkan salinan keputusan DPR kepada Kapolri dan jaksa agung. ''Presiden telah menugaskan Kapolri dan jaksa agung untuk segera mengusut apakah sinyalemen terhadap dugaan pelanggaran-pelanggaran korupsi, tindak pidana perbankan, dan hukum tersebut sesuai dengan aturan yang berlaku,'' papar Djoko. Dia menambahkan, dirinya juga telah ditugasi untuk berkoordinasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pemerintah juga memperhatikan rekomendasi lain, seperti revisi peraturan perundang-undangan terkait dengan sektor moneter dan fiskal. Karena itu, lanjut Djoko, diperlukan kerja sama antara pemerintah dan DPR.
Terhadap rekomendasi pemulihan aset, pemerintah juga tengah mengejar aset para mantan pemilik Bank Century di luar negeri. Lalu, terhadap rekomendasi untuk menyelesaikan kerugian nasabah PT Antaboga Delta Sekuritas, pemerintah punya dua opsi. Pertama, menggunakan uang negara yang harus mendapatkan persetujuan DPR. Opsi kedua adalah menunggu pengembalian aset mantan pemilik Bank Century.
Dalam pidato pada 4 Maret lalu, Presiden SBY mengatakan bahwa harus dipisahkan antara kesalahan yang bersifat administratif dan pelanggaran hukum. ''Saya mengatakan berkali-kali, yang salah mesti mendapatkan sanksi. Yang tidak salah tidak boleh menerima sanksi atau hukuman apa pun. Itu namanya adil,'' tegas SBY.
''Itu yang kita tuju. Sebab, pada akhirnya, rakyat kita mendapatkan keadilan dan kebenaran tegak. Yang salah mendapatkan sanksi. Yang berprestasi tentu mendapatkan apresiasi,'' tambah presiden.
Jaksa Agung Hendarman Supanji mengatakan, pihaknya tengah mengejar aset-aset milik tiga mantan pemilik Bank Century, yakni Robert Tantular, Hesham Al Warraq, dan Rafat Ali Rizvi. Hendarman mengungkapkan, total aset yang telah diblokir senilai Rp 3 triliun. Itu terdiri atas saham dan uang tunai. Jumlah tersebut lebih kecil daripada yang pertama disebutkan Polri saat Kabareskrim dipimpin Susno Duadji, yakni Rp 12 triliun.
''Dulu disebutkan Rp 12 triliun-14 triliun. Tapi, data terakhir sekitar Rp 3 triliun. Yang kita tuntut adalah akibat perbuatan dia (Robert Tantular atau mantan pemilik Bank Century), LPS mengucurkan dana Rp 6,7 triliun,'' papar Hendarman.
Kemarin, Robert kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Selama delapan jam diperiksa, Robert dicecar pertanyaan seputar peran Komjen Pol Susno Duadji saat menjabat sebagai Kabareskrim Mabes Polri dalam pencairan uang USD 18 juta milik pengusaha Boedi Sampoerna.
''Pertanyaannya soal peran Pak Susno dan hubungannya dengan uang USD 18 juta milik Boedi Sampoerna,'' kata Robert setelah diperiksa di gedung KPK.
Yang mencurigakan dari peran Susno, kata Robert, adalah pada pencairan uang Boedi tersebut. Menurut Robert, kenapa Susno sampai repot-repot menjamin pencairan uang itu dengan mengeluarkan dua surat jaminan. Surat tersebut menjamin bahwa uang itu tidak bermasalah. (sof/aga/c3/iro/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 23 Maret 2010