Pengusaha Didesak Ikut Berantas Korupsi
Para pengusaha didesak agar turut berperan aktif memberantas korupsi. Sebab, menurut riset Transparency International, suplai dana dalam praktek dugaan korupsi bersumber dari sektor swasta. ”Kita sering mengabaikan sektor swasta. Padahal praktek dugaan korupsi juga dilakukan di sana,” ujar Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia Todung Mulya Lubis dalam peluncuran “Laporan Korupsi Global” di Menara Kadin, Jakarta, kemarin.
Menurut Todung, hasil riset Transparency pada 2008 terhadap sektor swasta di beberapa negara menunjukkan, 60 persen eksekutif bisnis, seperti di Mesir, India, Indonesia, Maroko, Nigeria, dan Pakistan, mengaku harus memberikan suap ketika berhubungan dengan lembaga publik. Politikus dan pejabat di negara berkembang diduga menerima suap dengan nilai total hampir US$ 40 miliar tiap tahun. ”Bayangkan, berapa banyak kontribusi yang bisa dilakukan dengan uang senilai itu. Misalnya untuk membangun infrastruktur," katanya.
Sekretaris Jenderal Transparency Teten Masduki mengatakan, dari laporan tersebut, diduga ditemukan lobi-lobi kotor yang melemahkan legitimasi pemerintah. “Pelaku bisnis kuat dapat mengendalikan kebijakan dan pemerintahan,” ujarnya. Akibatnya, kata Teten, terhalanglah terciptanya keputusan demokratis. ”Ini ancaman bagi akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan.”
Iman Sugema, ekonom The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), mengatakan masalah lain yang perlu dibenahi adalah ekspor korupsi dari negara maju ke negara berkembang. ”Pengusaha di negara maju, seperti Singapura dan Amerika Serikat, bisa bersih. Tapi, saat berbisnis di negara berkembang, (mereka) justru lebih kotor dibanding pemain lokal,” ujarnya.
Transparency menyarankan penggunaan beberapa langkah bagi dunia bisnis. Pengusaha diminta rutin dan terbuka melaporkan kegiatan kepatuhannya terhadap hukum, kegiatan lobi dan finansial politik, serta penerimaan dan pembayaran terhadap pemerintah. Pebisnis pun diharapkan berkomitmen membuka laporan itu untuk dapat dimonitor dan diverifikasi. Adapun pemerintah didesak menegakkan aturan dan mengukur kinerjanya dengan perangkat yang inovatif. ”Negara-negara juga seharusnya memperkuat kerja sama internasional dan membangun kerja sama yang benar-benar global,” demikian Transparency. BUNGA MANGGIASIH
Sumber: Koran Tempo, 8 Oktober 2009