Pengawasan Hakim; Majelis Kehormatan untuk Hakim Pelanggar Kode Etik
Ketua Muda Pengawasan Mahkamah Agung Hatta Ali menyatakan tak segan-segan mengajukan hakim ke Majelis Kehormatan Hakim jika melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku hakim yang berat dan serius. MA juga tidak segan-segan mengumumkan nama hakim itu sesuai tuntutan transparansi dan keterbukaan dari publik.
”Dengan adanya momen seperti ini, diharapkan bisa memberikan efek jera dan bagi yang mau melakukan penyimpangan harus berpikir 10 kali,” ujar Hatta, Selasa (15/9) di Jakarta.
Selasa, Hatta memimpin sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) untuk Soediarto, mantan Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Sidang itu batal digelar sebab Soediharto tak hadir. Ia hanya mengirimkan surat keterangan dokter, yang menyebutkan harus beristirahat selama 10 hari. Surat itu ditandatangani dr Mulyo Hartana dari Rumah Sakit (RS) Loediro Husadatama, Jakarta.
Menurut Hatta, MKH terpaksa menunda sidang dan mengagendakan sidang lanjutan pada 29 September 2009. Jika Soediarto kembali tidak hadir, MKH akan menilai dia tak akan menggunakan haknya untuk membela diri.
Kasus Soediarto bermula adanya laporan dari Parlin Riduansyah, seorang direktur perusahaan batu bara. Ia dijadikan tersangka dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Kehutanan oleh Polda Kalsel.
Namun, Soediarto mengirim tiga utusan untuk mendekati Parlin. Soediarto meminta uang Rp 10 miliar dengan janji perkaranya akan diputus bebas jika dilimpahkan ke pengadilan. Parlin tidak bersedia dan hanya menyanggupi Rp 5 miliar.
Soediarto, jelas Hatta, sempat menerima uang Rp 250 juta yang diakui sebagai pemberian terkait hajat khitanan anaknya. Soediarto pun meminta mobil Toyota Camry, yang diakui Soediarto sebagai mobil pinjaman.
Menurut Hatta, Soediarto diduga melakukan perbuatan tercela dan tak terpuji. Ia diduga melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil. (ana)
Sumber: Kompas, 16 September 2009