Pengadaan Laptop Kejaksaan Agung; BPK Temukan Indikasi Kerugian Negara
Pelaksanaan kontrak pengadaan laptop atau komputer jinjing di Kejaksaan Agung tahun 2008 tidak sesuai dengan ketentuan dan terjadi indikasi kerugian negara sebesar Rp 1,317 miliar. BPK merekomendasikan Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk memeriksa pejabat pembuat komitmen dan panitia pengadaan laptop guna mengetahui unsur korupsi dalam pengadaan ini.
Demikian resume laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tertanggal 30 April 2009 yang diperoleh Kompas. Laporan itu menyebutkan, untuk pengadaan laptop tahun 2008, kejaksaan menyediakan anggaran Rp 10,125 miliar. Harga perkiraan sendiri untuk 450 unit laptop sebesar Rp 10,080 miliar atau Rp 22,401 juta per unit dengan nilai tukar Rp 9.200 per dollar AS.
Pemenang lelang adalah PT Universal System (US) dengan laptop merek Dell tipe Latitude 630c dengan nilai total pekerjaan Rp 9,332 miliar. Padahal, PT Scientek Computindo (SC) menawarkan harga Rp 8,014 miliar, lebih rendah Rp 1,317 miliar dari harga PT US.
Namun, panitia pengadaan menggugurkan PT SC dengan alasan tidak memenuhi persyaratan teknis dalam dokumen kontrak. Saat dokumen penawaran PT SC diteliti, alasan panitia itu tidak sesuai dengan kenyataan.
Jaksa Agung Muda Pengawasan Hamzah Tadja yang dikonfirmasi perihal laporan BPK tentang pengadaan laptop itu menyatakan, laporan BPK tersebut juga sudah sampai ke tangan kejaksaan. ”Saya sudah periksa orang-orang yang bertanggung jawab dalam pengadaan laptop,” kata Hamzah, Jumat (23/10).
Hamzah mengakui, seperti dilaporkan BPK, ada penyimpangan prosedur pengadaan laptop. Panitia pengadaan dijatuhi hukuman. Namun, panitia pengadaan menyampaikan pembelaan, termasuk bukti-buktinya.
”Mereka sudah melakukan perbandingan harga dengan yang di internet. Itu sesuai. Sebelumnya, kan, disebutkan bahwa harga laptop kemahalan. Ternyata, mereka bisa membuktikan bahwa harga sudah benar dan tidak kemahalan. Oleh karena itu, hukuman tidak diberlakukan,” ujar Hamzah.
BPK menyebutkan, penyusunan harga perkiraan sendiri untuk pengadaan laptop oleh panitia pengadaan di Kejaksaan Agung tidak dilakukan dengan cermat. Data yang digunakan tidak dapat dipertanggungjawabkan karena hanya berdasarkan informasi dari internet. (idr)
Sumber: Kompas, 26 Oktober 2009