Penanganan Merpati Tak Konsisten
Kejaksaan Agung dinilai tidak konsisten menyelidiki kasus permintaan PT Merpati Nusantara Airlines dalam penyewaan dua pesawat jet jenis Boeing 737 dari Thirstone Aircraft Leasing Group (TALG).
Kejagung sebenarnya telah dua kali menangani kasus tersebut, tetapi tidak ditemakan unsur pidana korupsi. Lawrence TP Siburian, kuasa hukum tersangka Hotasi Nababan,menilai Kejaksaan Agung tidak konsisten dalam penanganan kasus Merpati.
Mengingat pada 2007, penyidik pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) dan Jaksa Agung Muda Inteligen (Jamintel) pernah menghentikan penyelidikannya atas kasus ini. Bahkan, pada 18 Juli 2007, Jaksa Pengacara Negara pada Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) pernah menjadi pengacara PT Merpati dalam mediasi pengejaran dana di Washington DC, sebab dua perusahaan yang menipu PT Perpai merupakan perusahaan asal AS. Saat itu, Kedubes RI di AS juga turut membantu upaya pengejaran uang negara tersebut.
“Kejagung tidak konsisten dalam penanganan kasus Merpati.Sekarang Jampidsus bilang korupsi, padahal tiga unsur perbuatan korupsi tidak terpenuhi. Saya tidak mengerti lagi kenapa kejaksaan menyebut kasus ini kasus korupsi,” kata Lawrence saat dihubungi kemarin. Menurut dia, lembaga hukum lain seperti kepolisian dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga pernah melakukan hal serupa. Bareskrim Mabes Polri, misalnya, menghentikan penyelidikan atas kasus ini karena tidak cukup bukti.
Sementara itu, KPK menghentikan penyelidikannya dengan alasan bahwa kasus ini hanya merupakan kasus perdata.“Saya sendiri jadi tidak mengerti kenapa bisa seperti ini, menyebut kasus ini kasus korupsi, padahal sudah jelas perdata murni,”kata dia. Senada juga diungkapkan kuasa hukum lainnya, J Kamaru. Menurutnya, kasus korupsi yang ditudingkan penyidik Kejagung tidak memenuhi unsur melawan hukum. Perkara ini seharusnya digolongkan sebagai perkara perdata.Lagi pula, kasus ini sebelumnya sudah pernah diusut oleh KPK dan polisi.Baik KPK maupun polisi mengatakan kasus ini murni perdata, bukan kasus pidana sehingga penyelidikan akhirnya dihentikan.
“Karena itu, kami mengharapkan Kejagung melakukan ekspose ulang secara menyeluruh terhadap kasus ini agar benar-benar diketahui bahwa tidak ada tindak pidana dalam perkara ini,”kata J Kamaru. Sementara itu, tersangka kasus Merpati Hotasi Nababan meminta Kejagung tidak mengesampingkan fakta-fakta hukum yang terkait dengan perkara ini, terutama putusan Pengadilan Distrik Washington DC AS. Sekadar diketahui, PT Merpati telah memenangkan gugatan di Pengadilan Distrik Washington pada 8 Juli 2007 dan hakim pengadilan mewajibkan TALG membayar USD1 juta plus bunga.
“Pengadilan Distrik Washington menerima gugatan Merpati dan mewajibkan TALG sebagai penyewa pesawat, mengembalikan uang milik Merpati.Upaya kami menggugat TALG menunjukkan tidak ada kongkalikong antara Merpati dan TALG. Ini murni persoalan wanprestasi.Bagi Merpati,ini merupakan risiko bisnis,”kata Hotasi. Menurut dia, fakta hukum berupa putusan Pengadilan Distrik Washington sangat penting, karena itu menunjukkan tidak ada upaya melawan hukum ataupun kerugian negara dalam kasus Merpati.
“Jadi,perkara ini tidak seharusnya dipidanakan. Polisi dan KPK sebelumnya juga menyatakan kasus ini murni perdata,”kata Hotasi. Diketahui, kasus tersebut berawal pada 2006, saat Direksi PT Merpati menyewa dua pesawat Boeing 737 dari perusahaan TALG di Amerika Serikat, dengan deposit seharga USD500.000untuktiappesawat. Setelah dilakukan pembayaran sebesar USD1 juta ke rekening Hume & Associates,lawyeryang ditunjukTALG,melalui transfer Bank Mandiri, TALG tidak pernah mengirimkan pesawat yang dijanjikan tersebut.
Tim jaksa penyidik kemudian menilai terdapat indikasi tindak pidana korupsi sebesar satu juta dolar AS dalam kasus tersebut, sehingga penyidik meningkatkan status kasus itu ke penyidikan.Kejaksaan sendiri telah melakukan pemeriksaan mantan Dirut Merpati Cucuk Suryosuprojo dan Hotasi Nababan sebagai saksi. Selain itu,kejaksaan juga telah memeriksa Presiden Direktur Merpati Sardjono Jhoni sebagai saksi dalam kasus Merpati tersebut. Selain mengusut kasus penyewaan pesawat ini,Kejagung juga mengusut kasus dugaan korupsi (mark-up) dalam pembelian pesawat tipe MA-60.
Kasus dugaan mark-uppembelian pesawat ini merebak setelah Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu melaporkan dugaan praktik mark-up harga pesawat buatan China itu tersebut ke KPK.Namun,Kejaksaan kemudian mengaku lebih fokus dalam mengusut dugaan korupsi penyewaan pesawatnya, bukan pembelian. Sementara itu,Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Andhi Nirwanto mengatakan, pihaknya tidak terpengaruh dengan pernyataan tersangka dan tim kuasa hukumnya. Sebab,jika penyidik sudah menyatakan seseorang sebagai tersangka berarti sudah ada bukti permulaan yang cukup.
“Ya itu kanhak tersangka untuk menyatakan hal tersebut.Tersangka bisa memberikan keterangan seluas-luasnya kepada penyidik, bahkan dia mangkir juga boleh kok,” kata Andhi Nirwanto di Kejagung,kemarin. Menurut Andhi, kasus yang sudah menetapkan dua tersangka ini sudah berjalan di Kejagung. Perkembangan kasusnya lanjut dia, akan bisa diketahui dari hasil penyidikan. m purwadi
Sumber: Koran Sindo, 28 September 2011