Penanganan Mafia Hukum dan Pajak Mulai Melorot
Penanganan dugaan kasus mafia hukum dan mafia pajak oleh Kepolisian Negara RI dinilai mulai melorot atau mandek. Instruksi presiden untuk mempercepat penuntasan kasus mafia hukum dan mafia pajak menjadi kurang efektif untuk membongkar dugaan kasus mafia pajak.
Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Teten Masduki di Jakarta, Senin (14/3). ”Penanganan kasus memang terkesan mandek dan tidak jalan. Sejak awal penyidik tidak mengusut pihak penyuapnya,” kata Teten.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak awal dibatasi untuk menangani kasus tersebut. Oleh karena itu, instruksi presiden mengenai percepatan penuntasan kasus mafia pajak tidak berjalan efektif. ”Apalagi, sejak usulan hak angket gagal di DPR, kasus mafia pajak semakin sulit terbongkar,” kata Teten.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebaiknya meninjau kembali pelaksanaan inpres itu oleh aparat penegak hukum. Presiden harus mengambil tindakan sehingga wibawa inpres tetap terpelihara. ”Kalau tidak, penanganan hanya menjadi proses buying time. Perlahan-lahan, publik menjadi lupa atau tertutup isu lain,” kata Teten.
Hal serupa diungkapkan Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Emerson Yuntho. Kepolisian memang telah memberi sanksi dalam sidang kode etik dan profesi terhadap Brigadir Jenderal (Pol) Edmon Ilyas dan Brigjen (Pol) Raja Erizman. Namun, Emerson menilai pemeriksaan dalam sidang kode etik dan profesi itu dilakukan untuk meredam tekanan dari publik. Kalau dalam sidang kode etik dan profesi dinilai melanggar, kedua perwira tersebut sebaiknya juga diperiksa untuk menelusuri dugaan pidananya.
Adapun Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen (Pol) Untung Yoga Ana mengatakan, penyidik tetap mengusut dugaan kasus mafia pajak dan berusaha menemukan fakta hukum dan alat bukti. ”Penyidik belum berhenti mengusut. Persoalannya, fakta hukum dan alat bukti belum ketemu,” ujarnya.
Sebagai contoh, lanjut Yoga, terkait dengan aset mantan pegawai pajak Gayus HP Tambunan senilai Rp 74 miliar, penyidik tidak mudah menemukan alat bukti dari dokumen-dokumen yang diperiksa. Di sisi lain, Gayus sendiri mengaku tidak ingat asal-usul asetnya. (FER)
Sumber: Kompas, 15 Maret 2011