Pemuda dan Gerakan Antikorupsi
Lipsus, Antikorupsi.org (28/10/2015) – Sumpah pemuda menjadi bukti otentik bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa. 87 tahun yang lalu, kaum muda dari berbagai etnik, ras, dan golongan bersumpah bersama dan berikrar bahwa meraka bercita-cita untuk memperjuangkan keberadaan Indonesia. Tentu saja lain generasi lain juga permasalahan bangsa. Kini di usia Indonesia sudah genap 70 tahun, korupsi menjadi permasalahan baru bagi negara bangsa ini. Korupsi semakin menggurita.
Tentu ada banyak kesempatan bagi kaum muda untuk menunjukan eksistensinya dalam menyelesaikan masalah antikorupsi. Mereka lebur dalam gerakan sosial antikorupsi. Bagaimana mereka menterjemahkan gerakan sosial antikorupsi itu menjadi cara-cara dan model yang populer dan konkrit? Antikorupsi.org berkesempatan menelusuri beberapa inisiatif semangat gerakan antikorupsi yang dilakukan oleh kaum muda di Indonesia yang memiliki latar belakang yang sangat beragam dan mereka bergerak di beberapa daerah. Mereka cukup tekun dan ulet, sebagaimana mereka mewarisi semangat sumpah pemuda 28 Oktober 1928. Mereka punya keyakinan, bahwa dengan berbekal keuletan dan ketekunan bukan hal sulit untuk mendorong gerakan antikorupsi.
Politik dan Gerakan Antikorupsi
Tentu banyak yang mengamini bila saat ini Indonesia berada dalam kondisi ‘darurat korupsi’. Kondisi ini semakin parah karena kecenderungan kekuasaan yang semakin terdesentralisasi. Korupsi yang dilakukan juga semakin berkembang mulai dari modus mark up, potongan, suap, sampai pada tingkat mempengaruhi kebijakan. Maka benar jika korupsi telah menjadi budaya. Dahnil Azhar, ketua Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah mencoba mengaitkan kondisi ini dengan keberadaan kaum muda. Menurutnya kelompok pemuda menjadi sebuah harapan bagi perubahan Indonesia di masa yang akan datang. Dahnil memberikan prasyarat, bahwa harapan itu akan menjadi kenyataan, asalkan nilai antikorupsi terus dirawat dan disebarluaskan kepada anak muda. Jangan sampai generasi mudanya masuk ke dalam ruang dimana korupsi dilakukan berjamaah.
Saat ini ada dua hal yang harus dilakukan pemuda dalam gerakan antikorupsi. Pertama, lawan korupsi. Kedua, meningkatkan kompetensi diri dan terus berkarya. Kaum muda harus terus meninggikan standar moral pribadi, komunitas dan publiknya. Standar moral yang dimana kejujuran selalu hadir dalam tarikan nafas anak muda, sehingga antikorupsi menjadi budaya, antikorupsi juga menjadi nilai.
Tentunya Pemuda Muhammadiyah sebagai organisasi kepemudaan (okp) tertua dan terbesar di Indonesia percaya betul bahwa permasalahan utama bangsa ini adalah korupsi. Korupsi bukan hanya merusak (fasaad) hak pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga merusak moral. Kalau dulu para penjajah telah merenggut hak kita sebagai anak bangsa, maka korupsi melakukan itu lebih kejam.
Oleh sebab itu berangkat dari pemahaman tersebut, Pemuda Muhammadiyah melakukan dakwah yang kami sebut “Berjamaah Lawan Korupsi”. Perlawanan kita lakukan terhadap praktek korupsi di negeri ini, tetapi bukan sekedar bak muadzin yang memanggil untuk melakukan perlawanan terhadap praktek korupsi, Pemuda Muhammadiyah juga memulai perlawanan terhadap korupsi dimulai dari diri sendiri yang dalam bahasa agama dikenal sebagai ibda binafsih. Gerakan internalisasi nilai membangun budaya antikorupsi pun dilakukan, maka kami mendirikan tempat pembinaan antikorupsi yang kami sebut sebagai “Madrasah Antikorupsi”. Bekerjasama dengan sahabat-sahabat kami di ICW kami menginisiasi madrasah antikorupsi sebagai lembaga yang mendorong nilai-nilai antikorupsi bagi anak muda Indonesia. Dalam waktu 6 bulan terakhir ini kami sudah mendirikan 4 Madrasah Antikorupsi di 4 Kota, yakni di Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Provinsi Bangka Belitung dan Kabupaten Gresik. Targetnya, bisa mendirikan 20 Madrasah Antikorupsi di seluruh Indonesia.
Dahnil berpesan agar para pemuda di seluruh Indonesia secara bersama-sama terus merawat nilai-nilai kejujuran dan meningkatkan standar moral sebagai bagian dari kehidupan keseharian kita. “Mari kita membangun budaya baru yaitu budaya antikorupsi!”, ajaknya.
Lawan Korupsi Lewan Musik
Sindikat Musik Penghuni Bumi (Simponi) adalah band pop rock yang didirikan untuk melakukan pendidikan publik dengan media musik. Sakti Sanjaya sebagai vokalis dan gitaris, Bayu Agni sebagai lead guitarist, T. Zulqaini Khaiqal sebagai drummer. Zulqaini ini juga dikenal sebagai aktor film Garuda 19. Selanjutnya ada Rama Prayuda Aruman sebagai bassist, Rendy Ahmad sebagai vokalis, gitaris. Rendy adalah aktor Film Sang Pemimpi dan Garuda 19. Terakhir ada M. Berkah Gamulya sebagai player-manager, dan merangkap sebagai Direktur Eksekutif BHACA (Bung Hatta Anticorruption Award). Mereka berlima adalah pemuda yang suka dengan musik, bisa bermain musik. Anggapan bahwa hampir semua orang suka musik menjadi alasan kenapa Simponi berkarya melawan korupsi lewat musik.
Musik merupakan alat penyampaian pesan yang universal. Dalam unsur penyajian, Simponi telah menyampaikan musik pendidikan ditambah dengan diskusi musikal baik ke sekolah-sekolah maupun universitas. Tema yang disampaikan adalah korupsi, anti kekerasan terhadap perempuan dan anak dan juga lingkungan.
Selama 5 tahun ini Simponi sudah melakukan tur diskusi musikal di 70 kota di Indonesia atau lebih tepatnya di 216 sekolah dan universitas. Serta menjangkau 28.344 pelajar/ mahasiswa. Tujuannya supaya orang beraksi (bergerak melakukan sesuatu) setelah mendapatkan informasi. Hal ini merupakan upaya dalam rangka meningkatkan kesadaran kritis kaum muda dan langsung bergerak setelah mendapatkan informasi atau pesan.
“Korupsi menyebabkan kemiskinan, korupsi juga penyebab asap dari pembakaran hutan, penyebab maraknya kekerasan seksual karena kualitas pendidikan yang jelek, dan banyak hal negatif lainnya,” tegas M. Berkah Gamulya saat dihubungi antikorupsi.org
Menurutnya, korupsi tidak hanya sebatas pada kejahatan atas kemanusian tetapi juga lingkungan hidup. Korupsi menciptakan segelintir atau sekelompok orang menjadi kaya raya, dan pada saat yang sama menyebabkan banyak masyarakat menjadi korban ketidakadilan dan dampak kerusakan lingkungan. Maka Simponi setuju jika para koruptor dan kroni-kroninya harus dihukum berat.
Menurut Simponi sumpah pemuda memiliki makna sebagai ‘bertanah air satu, tanah air tanpa korupsi. Berbagsa satu, bangsa yang lestari. Berbahasa satu, bahasa tanpa kekerasan’. Semboyan tersebut telah dituangkan dalam lirik lagu Simponi yang berjudul Vonis. Saat ini, banyak peranan yang bisa diambil oleh kaum muda. Karena sudah banyak anak muda yang tidak lagi apatis dan mau bergerak. Namun, jumlahnya masih masih kalah dengan jumlah penduduk Indonesia, jumlah daerah, dan jumlah kasus yang harus dicegah dan direspon cepat. Maka dari itu masih dibutuhkan kerja keras lagi agar lebih banyak anak muda yang terlibat dalam gerakan antikorupsi dan sosial.
Kedepan generasi muda harus mulai memperbaiki diri sendiri. Susah memang tapi bukan berarti tidak bisa. Secara perlahan kita sudah harus bersikap jujur, adil, dan bersih dengan menjalankan nilai-nilai antikorupsi, lalu kita dapat mempengaruhi orang-orang disekitar kita. “Ini upaya agar nantinya jika menjadi kelompok profesional atau masuk di sektor pemerintahan atau swasta tidak menjadi koruptor. Sebaliknya mereka harus menjadi pelopor gerakan antikorupsi di wilayah tersebut!”, tutup Berkah Gamulya.
Lawan Korupsi Lewat Seni (Mural)
Mural merupakan lukisan dinding yang memiliki makna propaganda yang sering ditemui di jalan-jalan. Banyak isu yang bisa ditampilkan dalam mural, salah satunya isu antikorupsi. Serrum (share room) merupakan komunitas seni grafis yang berasal dari sebuah kampus perguruan tinggi seni rupa di Jakarta, yang merasa perlu untuk mengaplikasikan ilmu yang didapat di bangku kuliah ke dalam dunia nyata. Gerakan antikorupsi bisa dilakukan dengan menggunakan berbagai media dan cara. Salah satunya adalah berbentuk advokasi yang dilakukan Serrum melalui media visual yang dituangkan dalam mural di dinding-dinding di jalan. Salah satu pendiri Serrum, Arman Arief Rachman mengatakan, wujud dari apa yang telah dilakukan Serrum adalah sekitar 20 gambar mural yang bertemakan antikorupsi.
Menurut Arman yang kini menjadi koordinator Serum, seni mural merupakan karya propaganda yang memiliki nilai karya seni, memiliki bobot pesan yang mudah disampaikan dan dimengerti bagi yang melihatnya. Tentunya hal itu harus dibarengi dengan penciptaan isi pesan yang bagus dan menarik serta teknik gambar yang baik.
Hari sumpah pemuda mejadi sangat penting sebagai momentum anak muda untuk bangkit melakukan sesuatu. Menunjukan eksistensi dengan menunjukan keberadaaan mereka dan kemampuan mereka. Anak muda harus merasa gerah melihat korupsi yang sudah menjadi anak emas. Korupsi telah merambat luas seperti akar serabut..
Media sosial (medsos) telah menjadi makanan sehari-hari anak muda, dunia digital yang semakin berkembang membuat ‘selfie’ menjadi sangat mudah dilakukan, namun disayangkan tidak sedikit yang memanfaatkan medsos hanya untuk menunjukkan eksistensi tanpa ada isi pesan perubahan. Maka sudah saatnya anak muda untuk memanfaatkan media sosial dan teknologi digital untuk membuat sesuatu yang bermanfaat untuk masyarakat banyak. “Jadi kita jangan hanya menunjukan ada tapi juga harus berada,” jelas Arman.
Slogan ‘Berani Jujur Hebat’ sangat pas untuk dipakai oleh banyak anak muda di Indonesia. Misalnya, jika kita ditilang polisi di jalan maka beranikah kita mengakui kesalahan tanpa meminta ‘damai’ yang seringkali dilakukan oleh banyak orang. Maka sudah saatnya pemuda untuk bangkit dan melawan korupsi dan kejahatan lainnya.
Pemuda dan Gerakan Buruh
Buruh merupakan salah satu elemen masyarakat yang memiliki basis kuat dan diperhitungkan dalam kehidupan sosial di Indonesia. Tidak sedikit juga di Indonesia bekerja sebagai buruh, dan buruh didominasi oleh mereka yang berusia muda. Mereka memilih berprofesi sebagai buruh dengan berbagai alasan. Namun sekali lagi, apapun latar belakang profesinya generasi muda merupakan bagian terpenting dari bangsa ini.
Terkait dengan korupsi, maka kaum muda harus menduduki barisan perlawanan paling depan melawan korupsi. Serta mencegah sedini mungkin korupsi dapat terjadi.
Anis Hidayah direktur Migrant Care mengatakan itu ketika ditemui antikorupsi.org beberapa saat lalu. Menurut Anis banyak yang dapat dilakukan pemuda saat ini dalam gerakan antikorupsi. Semua akses dan ruang telah terbuka untuk hal tersebut. Tentu saja hal itu harus dibarengi dengan kemauan dan tekad yang kuat. Karena setiap anak muda memiliki kapasitas sesuai dengan keberadaan dan keadaan masing-masing. Misalnya, kalau yang masih sekolah bisa mengkritisi kebijakan sekolah yang tidak transparan. Bagi yang sudah bekerja, bisa mengontrol dan kritisi kebijakan tempat kerja yang tidak profesional. Hal yang sama juga berlaku bagi kaum muda yang saat ini memilih profesi sebagai buruh, mereka dapat mengkritisi kebijakan pemerintah misalnya yang berindikasi ada korupsi di salah satu kebijakannya atau di perusahaan tempat mereka bekerja.
“Kita harus melawan korupsi bersama-sama. Karena itu penting bagi anak muda untuk menyebar ke seluruh pelosok negeri untuk menggaungkan gerakan antikorupsi,” tegasnya.
Tidak terkecuali dengan peran negara yang sangat penting, guna merangkul generasi muda untuk menjadi duta antikorupsi ke seluruh Indonesia dan dunia. Serta mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bekerjasama melawan korupsi.
Ide-ide tentang gerakan antikorupsi tidak hanya dilakukan oleh tokoh dan seniman antikorupsi. Antikorupsi.org merangkum beberapa kegiatan antikorupsi yang pernah dilakukan oleh alumni Sekolah Antikorupsi (SAKTI) 2015. Bukan hanya mereka yang ada di Jakarta, namun juga mereka yang berada di Yogyakarta dan Sulawesi Selatan.
Emoh Korupsi, Pemuda Jogja Ber-AKSI Lawan Korupsi
Pada tanggal 26-27 September 2015 Alumi SAKTI 2015 Judith Chanutomo dan Hening Kartika Nudya mengadakan diskusi publik bertajuk ‘Emoh Korupsi: Pegelaran Seni dan Diskusi Pendidikan Antikrouspi yang digelar di Gereja Hati Kudus Pugeran Yogyakarta. Kegiatan ini merupakan serangkaian dari program antikorupsi Jogja Ber-Aksi lawan korupsi, yang juga dibantu oleh berbagai komunitas di Yogyakarta, seperti Komunitas Bunda Kata, Druwo Art Space, Garda Belakang, Hello Book, Mata Pena, Saseni Tala, Pandawa, Presisi, dan Sanggar Anak Jaman. Selain itu, terdapat beberapa budayawan dan seniman yang memiliki perhatian terhadap gerakan antikorupsi, seperti Rian Sugiarto, Koskow, Cak Udin, dan Aznar Zacky. Acara ini terbuka untuk umum, dan dihadiri bukan saja oleh para seniman tetapi juga beberapa umat jemaat gereja Pugeran.
“Ini nantinya acara seperti ini akan diselenggarakan di setiap kabupaten/kota di Yogyakarta sekitar bulan September dan Desember,” ujar Judith saat dihubungi antikorupsi.org
Pada acara itu, di hari pertama selain digelar pameran juga terdapat pertunjukan wayang spon yang dimainkan oleh Sanggar Anak Jaman. Lakon yang dimainkan bertemakan kemerdekaan dan antikrorupsi. Setelah itu dilanjutkan dengan diskusi buku Republik Rimba oleh Rian Sugiarto. Buku ini menceritakan bagaimana usaha melawan korupsi melalui seni dan sastra.
Sedangkan pada hari kedua, acara dilanjutkan dengan diskusi pendidikan antikorupsi yang sajikan oleh Cak Udin dan M. Hadid (budayawan), Koskow (dosen DKV ISI), Sukri (fotografer), dan Aznar Zacky (ilustrator sampul buku Gurita Cikeas). Diskusi ini menyimpulkan bahwa gerakan pendidikan antikorupsi melalui seni adalah suatu gerakan yang lebih membumi, karena seni adalah bahasa keindahan yang lebih mudah dipahami dan disukai. Korupsi sebagai musuh bersama harus dilawan dengan gerakan seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya orang kelas atas. Karenanya kesadaran bersama harus dibangun, sehingga gerakan ini mampu berkembang lebih luas dan kuat.
Petani, Pahlawan Sumber Daya Alam
Keresahan dan kesusahan menghinggapi para petani di Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan yang sedang susah payah untuk membangun jembatan sebagai akses menuju ke sawah mereka. Kejadian ini terjadi pada bulan Oktober 2015. Letak persawahan mereka yang berada di daerah ini cukup luas dan biasanya antar petak sawah itu dibatasi oleh sawah-sawah kecil yang kadangkala cukup menyulitkan buat mereka yang ingin melewati jalan tersebut dengan menggunakan sepeda motor, sehingga dengan keadaan itu mereka harus memutar dan menempuh jarak yang cukup jauh untuk sampai ke persawahan mereka. Inisiatif datang dari salah satu petani bernama Uceng yang melakukan gerakan bersama 30 petani lainnya untuk membangun jembatan. Bermodalkan dukungan para petani dan masyarakat, melalui internet Uceng mampu mengumpulkan dana yang cukup untuk membangun jembatan.
Perjuangan tidak semulus yang dibayangkan, pemerintah desa (pemdes) merasa gusar karena Uceng dan para petani lainnya dinilai mengambil wewenang pemdes. Akhirnya gerakan ini sempat terhenti dan para pejuang pembangunan jembatan diminta untuk meminta maaf melalui salah satu akun media sosial.
Melihat hal ini, Salah satu alumni SAKTI 2015 Safrin Salam bersama tim di daerahnya membuat proyek bernama Takalar Budgeting Center. Mereka melakukan advokasi kepada para petani.
“Kita beri pemahaman hukum, pengarahan dan pengelolaan dana agar lebih transparan dan akuntabel, juga melakukan edukasi dan pengorganisasian massa,” kata Safrin saat dihubungi antikorupsi.org
Advokasi ini bertujuan agar para petani dapat lebih solid dalam gerakan sosial yang dibangun, serta tidak lupa mengajak masyarakat untuk berpartisipasi.
Melihat kerumitan masalah tersebut, Takalar Budgeting Center melakukan advokasi seperti pemahaman hukum, pengarahan dan pengelolaan dana, serta melakukan edukasi pengorganisasian massa agar pertani dapat melibatkan elemen masyarakat dan petani lainnya dalam gerakan sosial yang lebih terintegrasi dan bisa bergerak bersama.
Advokasi yang dilakukan akhirnya membawa hasil. Dalam beberapa minggu kemudian para petani berhasil mngumpulkan dana dari “promosi” online sebesar Rp 6,3 juta. Sampai saat ini proses pembuatan jembatan telah selesai 50 persen.
“Kita terus memantau dan mendampingi mereka sampai rampungnya pembangunan jembatan. Kami juga melakukan kajian dan pengumpulan bukti-bukti karena banyak yang mengeluhkan masalah penyalahgunaan distribusi bibit,” tegas Safrin.
Ogah Korupsi, Sudah Saatnya Anak Muda Melawan Korupsi
Pelaku korupsi di Indonesia terdiri dari bermacam-macam latar belakang dan bidang kehidupan. Meskipun sektor tambang dan migas menjadi lahan paling subur sebagai tempat terjadinya korupsi. Dari segi umur, pelaku korupsi pun tidak hanya mereka yang bergolongan tua saja, politisi muda juga turut serta dalam pesta korupsi. Apa sebabnya?
Bobroknya nilai moral dan buruknya pembangunan karakter menjadi salah satu poin penting untuk diperhatikan. Ketika berbicara mengenai pembangunan karakter, maka hal itu dapat dilakukan dalam pendidikan di Indonesia.
Sekolah tidak hanya menjadi tempat bagi kaum muda dan anak-anak usia dini untuk menimba ilmu, melainkan juga sebagai tempat untuk membentuk karakter dan prinsip hidup. Apabila sejak usia muda (baca: sekolah) seseorang sudah salah kaprah memegang prinsip dan memiliki moral yang bobrok, maka rantai korupsi tidak akan pernah bisa diputus.
Latar belakang ini yang membuat Yohanes Suryo Bagus Tri H dan Mustika Hans Alumi, SAKTI Jakarta yang mengusung sebuah kegiatan pendidikan karakter dengan judul “Ogah Korupsi”. Kegiatan pendidikan karakter berupa penyuluhan ini merupakan sebuah usaha untuk mencegah tumbuh suburnya bibit korupsi pada manusia Indonesia. Ada tiga tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan “Ogah Korupsi” ini. Pertama, agar peserta didik memiliki pengetahuan secara mendalam mengenai tindakan korupsi dan dampaknya dalam ranah politik, sosial, pendidikan dan budaya. Kedua, mengajak peserta didik untuk turut serta menjadi agen gerakan antikorupsi dalam lingkup mereka masing-masing. Ketiga, kegiatan ini bertujuan untuk menanamkan karakter antikorupsi dalam diri peserta didik.
Kamis, 22 Oktober 2015 lalu, kegiatan pertama mereka digelar. SMP dan SMA St. Bellarminus menjadi tempat perdana kegiatan “Ogah Korupsi”. Sekitar 220-an siswa dan siswi SMP dan SMA St. Bellarminus berkumpul di aula sekolah. Acara diisi dengan dengan melihat video profil Indonesian Corruption Watch (ICW). Mustika Hans dan Suryo Bagus juga mengajak peserta didik untuk berdiskusi tentang apa itu korupsi. Peserta didik diajak untuk memahami bahwa korupsi bukan hanya berarti mengambil atau mencuri uang negara, melainkan ada banyak bentuk tindakan lain seperti gratifikasi, suap-menyuap, nepotisme, dan lain sebagainya.
Peserta didik diajak pula memahami dampak korupsi, secara khusus dalam bidang pendidikan dan kehidupan sosial. 18 juta manusia Indonesia masih menderita buta huruf, hal ini akan cepat diatasi apabila 530 triliun uang negara yang dikorupsi tiap tahunnya dialihkan untuk membangun gedungsekolah-sekolah bagi daerah yang belum memiliki sekolah.
Peserta didik diajak memahami bahwa korupsi tidak hanya terjadi di luar tembok sekolah. Di dalam lingkup sekolah pun, korupsi sudah merajarela, bahkan sudah mengakar. Tindakan menyontek, korupsi waktu, penyelewengan uang iuran adalah bentuk-bentuk korupsi yang terjadi di sekolah.
Di akhir kegiatan, peserta didik diajak untuk membuat rencana nyata sebagai wujud komitmen melawan korupsi. Rencana tindak lanjut dibuat per kelas dan diawasi kelanjutannya oleh wali kelas masing-masing. Dalam kesimpulan kegiatan, baik peserta didik maupun fasilitator menyetujui bahwa gerakan melawan korupsi adalah tugas semua orang, termasuk anak muda.
Kegiatan “Ogah Korupsi” ini diterima baik oleh peserta didik dan mereka pun bersyukur karena mendapatkan wawasan yang sangat penting ini. Melihat hal positif ini, Yohanes Suryo dan kawan-kawan hendak melanjutkan “Ogah Korupsi” di beberapa sekolah yang ada di Jakarta. SMP-SMA Kolese Kanisius dan SMA 8 Jakarta adalah dua sekolah yang menerima tongkat estafet “Ogah Korupsi”. Ayu-Abid