Pemeriksaan Kepala Daerah Terganjal Izin Presiden
Kejaksaan Agung mencatat 61 kepala daerah sejak tahun 2005 tidak dapat diperiksa sebagai tersangka atau saksi kasus korupsi karena tidak juga mendapatkan izin dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kejagung berpendapat bahwa izin dari Presiden harus diperoleh sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan.
”Sekitar 61 kepala daerah selama 2005-2011, izin pemeriksaannya dari Presiden belum turun,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Noor Rachmad, Kamis (7/4) di Jakarta. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemeriksaan kepala daerah harus mendapatkan izin presiden.
Ada sejumlah faktor mengapa turunnya izin pemeriksaan kepala daerah umumnya agak lama. Salah satunya adalah karena berkas perkara sering bolak-balik antara Sekretaris Kabinet dan penyidik Kejagung. Hal itu terjadi karena sebelum disampaikan ke Presiden, Sekretaris Kabinet harus memastikan bahwa pemaparan perkara sudah detail dan didukung alat bukti cukup. ”Saya yakin kalau sudah di meja Presiden, itu tinggal tanda tangan,” ujar Noor.
Noor mengatakan, berdasarkan Pasal 36 UU No 32/2004, memang memungkinkan jika dalam waktu 2 x 30 hari sejak berkas dikirim izin Presiden tidak turun, penyidik bisa langsung memeriksa kepala daerah. Namun, Noor khawatir, ketiadaan izin presiden akan dipermasalahkan di persidangan.
Izin yang belum turun adalah tersangka Gubernur Kalimantan Timur Awang Faroek Ishak yang dinyatakan tersangka korupsi sejak Juli 2010. Terakhir berkas Awang dikirim kembali oleh Kejagung pada Desember 2010.
Ahli hukum pidana Indriyanto Seno Adji mengatakan, berdasarkan aturan, kalau izin tidak keluar dalam 60 hari, Kejagung bisa langsung memeriksa tersangka. ”Presiden harus memegang komitmennya untuk memberantas korupsi,” katanya. (FAJ)
Sumber: Kompas, 8 April 2011