Pemborosan Logistik KPU Diduga Rp8,88 Miliar
Independent Monitoring Organization (IMO) kembali melaporkan dugaan penggelembungan (mark-up) logistik Pemilu 2009 ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kemarin.
IMO meminta KPK menyelidiki dugaan mark up pengadaan fasilitas teknologi Intelligent Character Recognition(ICR) yang menghabiskan dana miliaran rupiah. Direktur Eksekutif Indonesia Budget Center (IBC) Arif Nur Alam menyatakan terdapat indikasi korupsi dan pemborosan dalam pengadaan peralatan teknologi informasi oleh KPU.
Khusus untuk pengadaan ICR,hasil penelusuran IMO menyebutkan ada dugaan pemborosan sebesar Rp8,88 miliar dari total pagu yang dipatok Rp23,18 miliar. ”Dengan temuan dan analisis, kami minta agar KPK menindaklanjuti temuan ini.Karena fasilitas teknologi ini yang disebut-sebut menggagalkan tabulasi nasional yang dilakukan KPU,” ujar Arif dalam siaran pers di Gedung KPK, Jakarta,kemarin.
Arif menjelaskan, teknologi ICR itu terbukti tidak mampu melakukan tabulasi nasional secara elektronik sebagaimana yang direncanakan. Scanner dalam perangkat tabulasi nasional elektronik itu diduga tidak bisa membaca tabulasi manual karena kertas yang digunakan bukan yang berbobot 80 gram.
”Jadi ada dua yang diduga korupsi,yaitu formulir C1 yang seharusnya 80 gram tapi hanya 60–70 gram dan sistem teknologi ICR itu. Karena scanner itu membaca dengan bobot kertas 80 gram,”tandasnya.
Peneliti hukum dan politik anggaran IBC Roy Salam menyatakan terjadi insinkronisasi data antara yang menggunakan teknologi ICR dan yang menggunakan tabulasi data nasional secara manual.Dengan alasan itu,ICR itu tidak layak digunakan dan ini menunjukkan bahwa pengadaan barang dan jasa mengabaikan prinsip efisiensi seperti yang tertera pada Keputusan Presiden No 80/2003.
”Hasil scannerdengan hasil input tabulasi tidak sinkron. Misal, jumlah yang dihitung di KPPS ada 201 orang, tapi bacaan ICR itu cuma 20 orang. Ada pembacaan yang tidak tepat oleh sistem ini,”beber Roy.
Menurut dia,hal ini menunjukkan bahwa perencanaan pengadaan peralatan TI KPU dilakukan dengan proses yang buruk. Bahkan tujuan menggunakan fasilitas ICR untuk mengurangi pemakaian tenaga verifikatur dipastikan tidak tercapai. ”Padahal, awal teknologi ini digunakan untuk mengurangi tenaga verifikatur itu,”terangnya.
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Ibrahim Fahmi Badoh menjelaskan, kedatangannya ke KPK kali ini untuk memberikan informasi lebih terang terkait dugaan korupsi dan pemborosan oleh KPU. Dia pun meminta KPK meneruskan kasus ini.
”KPK jangan menyerah dan jangan terpengaruh oleh kondisi sekarang,”tandasnya. Ketika dikonfirmasi, Wakil Ketua KPK Haryono Umar menuturkan, laporan tersebut akan ditelaah dan hasilnya disampaikan kepada seluruh pimpinan KPK. Informasi yang disampaikan IMO kali ini dianggap sebagai data tambahan selain yang sudah diberikan beberapa waktu lalu.
”Kalau sudah jelas, kita lakukan ekspos, baru bisa disimpulkan, apakah bisa dimintai keterangan untuk memperjelas laporan ini, atau bagaimana. Itu nanti,” katanya kepada SItadi malam.Dia menambahkan, Haryono mengaku akan segera mempelajari dan mengkaji laporan tersebut.
Anggota KPU Syamsulbahri menolak berkomentar terkait laporan tersebut. Meski demikian, dia memastikan jika KPU harus menjelaskan pengadaan fasilitas teknologi ICR itu, KPU dengan senang hati akan melakukannya. ”Iya dong(menjelaskan).Tapi,saya tidak mau komentar lebih dulu,” ujarnya tadi malam. (rd kandi)
Sumber: Seputar Indonesia, 13 Mei 2009