Pemberantasan Korupsi Turun
Tahun 2010 Lebih Suram
Kualitas pemberantasan korupsi pada tahun ini diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pemberantasan korupsi masih dilakukan secara parsial dan cenderung hanya sebagai upaya membangun citra.
Demikian disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) dalam ”Outlook Pemberantasan Korupsi Bidang Penegakan Hukum Tahun 2010”, Minggu (17/1) di Jakarta. Hadir dalam acara ini tiga anggota staf ICW, yaitu Emerson Yuntho, Febridiansyah, dan Illian Deta Arthasari.
”Tahun 2009 merupakan masa suram pemberantasan korupsi. Upaya pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi, baik dengan mengkriminalisasi sebagian pimpinannya atau berusaha mengurangi wewenang komisi itu, makin menjadi. Hanya karena besarnya dukungan masyarakat yang membuat upaya itu belum berhasil,” kata Emerson.
Namun, Emerson mengingatkan, masa suram itu dapat lebih buruk pada 2010. ”Orientasi pemberantasan korupsi pada tahun ini akan lebih ditujukan pada pencitraan dan tidak untuk bagaimana memberantas korupsi secara tuntas. Sejumlah upaya, seperti yang dilakukan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum, akan menjadi model yang banyak dipakai,” ujar Emerson.
Dugaan ini muncul karena di tengah upaya seperti yang dilakukan Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, pemerintah membuat sejumlah rancangan peraturan yang melemahkan pemberantasan korupsi. Misalnya, lewat rancangan peraturan pemerintah tentang penyadapan. ”Jika peraturan itu disetujui, sulit bagi KPK untuk menangkap tangan anggota DPR atau pegawai kejaksaan yang diduga sedang melakukan transaksi korupsi,” ucap Febri.
Pemerintah, lanjut Febri, juga terkesan berusaha menghilangkan makna korupsi sebagai kejahatan luar biasa melalui Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mereka susun. Bahkan, dalam RUU itu ada ketentuan, pelaku korupsi di bawah Rp 25 juta dalam keadaan tertentu tidak dapat dituntut.
Pada saat yang sama, kinerja Kejaksaan juga tidak menunjukkan perbaikan. ICW mencatat ada 40 kasus korupsi besar yang diusut Kejaksaan pada 2009 tak jelas kelanjutannya. Lembaga itu seperti takluk jika mengusut korupsi yang bernuansa politik. ”Kasus mantan Gubernur Bengkulu dan mantan Wali Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, menjadi contoh. Meski telah ditetapkan sebagai tersangka, diduga karena yang bersangkutan kader partai tertentu, kasusnya terancam dihentikan,” tutur Febri.
Komisi Pemberantasan Korupsi dikhawatirkan juga masih terjebak pada praktik membongkar, tetapi tidak menuntaskan. ”Pengusutan kasus Anggodo Widjojo akan menjadi ukuran. Jika KPK hanya berhenti pada Anggodo dan tidak mengusut kasusnya lebih jauh, misalnya dengan meminta keterangan mantan Wakil Jaksa Agung M Ritonga, komisi itu akan dilihat mengalami kemunduran,” kata Emerson. (NWO)
Sumber: Kompas, 18 Januari 2010