Pemberantasan Korupsi Itu Dimulai dari Sumbar [08/06/04]
Ketika Pengadilan Negeri Padang menjatuhkan hukuman penjara kepada 43 anggota DPRD Sumatera Barat karena kasus korupsi, mungkin kita bisa menyebutnya sebagai sebuah kasus khusus. Tetapi ketika Ketua DPRD Kota Payakumbuh Chin Star dan 24 anggota lainnya menghadapi proses pemeriksaan atas tuduhan korupsi, kita pantas berharap pemberantasan korupsi sedang dimulai dari Sumatera Barat.
Mengapa kita baru berani mengatakan berharap? Karena proses penegakan hukum terhadap dugaan tindakan korupsi masih dalam tahap awal. Kita masih harus menunggu hasil akhir dari semua proses hukum tersebut.
Dalam kasus korupsi di DPRD Sumbar, kita tahu vonis telah dijatuhkan. Namun, dengan alasan belum mempunyai kekuatan hukum tetap, para terpidana tidak harus segera menjalani hukumannya. Boleh dikatakan efek penjeraannya belumlah penuh karena mereka yang sudah terbukti melakukan tindak korupsi belum menjalani hukumannya.
Kita berharap agar apa yang terjadi di Sumbar bisa lebih riil menghukum para pelaku tindak korupsi. Dengan itu kita sama-sama berharap agar apa yang terjadi di Sumbar menciptakan efek bola salju ke daerah-daerah lain.
KITA sangat membutuhkan adanya keseriusan dalam memerangi tindak korupsi. Perilaku korupsi yang terjadi bukan hanya telah menciptakan ketidakadilan, tetapi juga merusak perekonomian dan moral bangsa.
Banyak yang menyebutkan, yang sedang terjadi di negara ini adalah korupsi yang struktural. Semua orang melakukan tindak korupsi, hanya gradasinya yang berbeda.
Bayangkan saja, sejak dari pintu gerbang kedatangan, yakni di bandar udara, sudah terjadi tindak korupsi. Belum lama ini diberitakan soal praktik korupsi dalam pembayaran fiskal. Biaya fiskal sebesar Rp 1 juta yang harus dibayarkan oleh mereka yang hendak bepergian ke luar negeri ternyata bisa dinegosiasikan. Caranya, kita mendekati saja beberapa petugas yang biasa berkeliaran di dalam bandara. Kita katakan bahwa kita butuh paket hemat. Maka dengan hanya membayar sekitar Rp 600.000, orang itu bisa mengatur kita untuk bisa lolos melewati tempat pemeriksaan fiskal maupun imigrasi.
Ke mana uang Rp 600.000 yang kita berikan itu? Uang tersebut dibagi-bagikan di antara para petugas. Orang yang hendak bepergian pantas merasa beruntung tidak harus membayar Rp 1 juta. Para petugas pun pantas merasa beruntung bisa membagi-bagi uang Rp 600.000. Namun, tanpa disadari sebenarnya negara dirugikan karena negara kehilangan potensi penerimaan sebesar Rp 1 juta.
MENGAPA hal seperti itu bisa terjadi? Karena semua orang menganggap sebagai sesuatu yang lumrah. Orang tidak harus merasa bersalah telah merugikan negara karena banyak orang yang melakukan hal yang bahkan lebih besar dari itu dan mereka pun tidak diapa-apakan.
Sepanjang tindakan seperti itu terus kita biarkan, jangan heran apabila kondisi negeri ini akan semakin parah. Orang tidak akan pernah mempunyai pegangan, mana tindakan yang benar dan mana yang salah. Semua bisa dianggap benar meski jelas-jelas merugikan negara.
Yang lebih memprihatinkan, sepanjang keadaan seperti itu kita biarkan, maka yang lebih menonjol adalah ketidakadilan. Orang menjadi lebih baik tingkat kehidupannya bukan disebabkan oleh kemampuan atau prestasinya, tetapi lebih karena mereka mempunyai kesempatan untuk melakukan kecurangan.
SUDAH lama kita mendambakan adanya perbaikan itu. Namun, kita sering kali tidak berdaya, karena kita tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki semua itu.
Tidaklah berlebihan apabila kita mengharapkan perbaikan itu dimulai dari Sumbar. Dari daerah itu kita mengenal orang-orang yang mempunyai sikap yang bukan sekadar nasionalis, tetapi dikenal sangat bersih.
Kita sebut misalnya nama Bung Hatta. Tidak ada seorang pun yang berani menyangkal bahwa dia adalah orang yang tidak goyah karena harta. Itu sudah ia buktikan. Dia merupakan simbol dari pejabat yang tidak korup!
Sekarang kita mengenal juga tokoh seperti Bung Hatta, yakni Prof Syafii Maarif. Ketua Umum PP Muhammadiyah ini pun kita kenal sebagai sosok yang tidak silau oleh kekayaan.
MEMANG ada yang mengatakan bahwa zaman telah berubah. Orang-orang Sumbar yang dulu sering diidentikkan dengan orang-orang yang bersih kini ikut ternoda oleh perubahan zaman itu.
Namun, itu tentunya tidak bisa kita generalisasi. Perilaku curang itu lebih terkait dengan pribadi orang per orang. Tergantung dari pemahaman setiap orang tentang arti hidup dan arti dari kekayaan itu.
Satu hal yang membanggakan dan patut kita puji, gerakan pemberantasan korupsi itu berasal dari masyarakat Sumbar sendiri. Forum Peduli Sumatera Barat, yakni kelompok masyarakat Sumbar yang peduli akan perbaikan kehidupan bersama, merupakan kelompok yang ikut mendesakkan upaya memerangi tindak korupsi di daerah itu. Sikap untuk terus menyuarakan pentingnya kehidupan masyarakat yang bersih dari penyalahgunaan kekuasaan mendorong pihak penegak hukum untuk bertindak.
Hasilnya adalah vonis hukuman penjara kepada 43 anggota DPRD Sumbar, yang terbukti memperkaya diri dari uang rakyat. Kini Ketua DPRD Payakumbuh dan 24 anggota DPRD lainnya sedang menjalani pemeriksaan dengan tuduhan yang sama, yakni menyalahgunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah.
EFEK bola salju dari apa yang terjadi di Sumbar memang tidak akan serta-merta. Tetapi kita segera melihat hal yang sama terjadi di daerah lain, seperti Nanggroe Aceh Darussalam, Jawa Barat, dan terakhir Lampung.
Kita sangat mendambakan bahwa keadilan dan penegakan hukum segera datang. Itulah satu-satunya jalan yang bisa menyelamatkan negeri ini dari malapetaka.
Tulisan ini merupakan Tajuk Rencana Harian Umum Kompas, 8 Juni 2004
Sumber Naskah: http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0406/08/opini/1066495.htm