Pemberantasan Korupsi di Indonesia Makin Terjepit
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) layak dinobatkan sebagai 'kuburan' bagi pemberantasan korupsi. Citra tersebut patut diberikan karena tiga terpidana dugaan korupsi KPK yang mengajukan praperadilan di PN Jaksel dikabulkan dengan menyalahi berbagai ketetapan Baik di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan UU No 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Anggota Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Lalola Easter mengatakan ada tiga perkara korupsi yang ditangani KPK kandas di putusan praperadilan PN Jaksel yaitu permohonan praperadilan dengan tersangka Budi Gunawan (BG) dikabulkan oleh hakim Sarpin Rizaldi.
Permohonan praperadilan dengan tersangka Ilham Arief Sirajuddin dikabulkan oleh hakim Yuningtiyas Upik, dan ketiga permohonan praperadilan dengan tersangka Hadi Purnomo mantan Dirjen Pajak dimenangkan oleh Hakim Haswandi.
"Bisa Jadi PN Jaksel 'kuburan' buat KPK dan pemberantasan korupsi," kata lola bersama koalisi masyarakat sipil antikorupsi dalam konfrensi pers di Kantor ICW, Kalibata (27/5/2015).
Lola juga menambahkan, bahwa hakim Haswandi juga bersikap inkonsisten. Hal ini terlihat saat hakim Aswandi memutus kasus perkara Anas Urbaningrum dan Andi Mallaranggeng. Dalam putusan dan pertimbangan kasus Hadi Purnomo, hakim menyatakan bahwa penyidik dan penyelidik KPK dianggap tidak berwenang atas proses hukum. Hal ini menjadi kontra ketika hakim Aswandi tidak mempermasalahkan pokok perkara sidang Anas Urbaningrum dan Andi Mallaranggeng.
Terkait kekalahan KPK dalam beberapa kali praperadilan di PN Jaksel, dia menegaskan, bahwa KPK harus mengajukan PK terhadap para tersangka yang telah dikabulkan dalam sidang praperadilan, terlebih dalam kasus Hadi Purnomo.
"Ini akan jadi 'tsunami’ besar bagi KPK terutama kerja KPK," keluhnya.
Dilain pihak, Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting mengatakan, hakim Aswandi telah mengambil keputusan yang berlebihan dan di luar UU. Jelas disebutkan di dalam UU KPK Pasal Pasal 43, Pasal 45, menyebutkan KPK memiliki kewenangan mengangkat dan mengentikan penyidik dan penyelidik sendiri dan Pasal 39 membenarkan bahwa penyidik KPK diangkat dari kepolisian dan kejaksaan.
"KPK sesungguhnya memiliki kewenangan mengangkat penyidik, penyelelidik dan penuntut dari kepolisian dan kejaksaan serta dari jalur independen," jelas Miko.
Dia menegaskan, mengajukan upaya hukum patut dilakukan meskipun ada kecendrungan akan ditolak. Dalam surat surat Mahkamah Agung (MA) 2014 disebutkan bahwa ketua PN berwenang mengeluarkan penetapan penolakan atas kiriman berkas upaya hukum atas praperadilan.
"MA harus segera merespon putusan PN Jaksel, sekalipun PN Jakselnya sendiri adalah hakim Aswandi. MA harus menerbitkan hukum acara praperadilan," tegasnya.